PENGKHIANATAN G 30 S/PKI (1984)
Rasyidharry
Februari 15, 2014
Amoroso Katamsi
,
Arifin C. Noer
,
Bagus
,
Drama
,
History
,
Indonesian Film
,
REVIEW
,
Syubah Asa
8 komentar
Sampai sekarang film Pengkhianatan G 30 S/PKI adalah film
paling kontroversial yang pernah ada di perfilman tanah air. Dibuat dengan
sokongan dari pemerintahan Orde Baru, film ini dianggap sebagai sebuah
propaganda dari pihak pemerintah kepada masyarakat berkaitan dengan
pemberontakan yang dilakukan oleh PKI pada 30 September 1965 dimana film ini
menceritakan kejadian tersebut berdasarkan versi dari pemerintahan Soeharto.
Pada masa perilisannya film ini ditonton lebih dari 600.000 orang dan sempat
menjadi film terlaris Indonesia sepanjang masa pada saat itu. Tapi konon
katanya banyak dari jumlah penonton tersebut yang datang ke bioskop tidak
secara suka rela namun diharuskan untuk menonton khususnya para siswa. Bahkan
para siswa juga sempat diharuskan menonton film ini dan diberikan tugas untuk
menulis resensi. Tidak hanya itu, sampai sebeum jatuhnya pemerintahan Soeharto
pada 1998, film juga ini wajib tayang di televisi setiap tanggal 30 September.
Namun setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru film ini seolah menghilang dari
peredaran setelah penayangannya juga dilarang di televisi. Tapi dengan mengesampingkan hal-hal berkaitan
dengan propaganda tersebut sesungguhnya Pengkhianatan
G 30 S/PKI merupakan sebuah pencapaian yang cukup istimewa dalam sejarah
perfilman Indonesia.
Ceritanya dimulai dari akhir
Septembe 1965 disaat kondisi Indonesia tengah kacau balau dimana perekonomian
rakyat juga sedang berada dalam kondisi yang menyedihkan dan kelaparan terjadi
dimana-mana. Presiden Soekarno (Umar Kayam) sendiri saat itu tengah sakit parah
dan diperkirakan hidupnya tidak lama lagi. Hal itulah yang coba dimanfaatkan
oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pimpinan Aidit (Syubah Asa) untuk
menjalankan kudeta. Kondisi PKI sendiri saat itu tengah diatas angin setelah konsep
politik Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme) milik Presiden Soekarno
mempermudah penyebaran dan perekrutan anggota PKI. Untuk itulah mereka
berencana mengangkat isu “Dewan Jenderal”, sebuah konspirasi palsu yang mencoba
memfitnah para Jenderal TNI dimana mereka dituduh berencana melakukan kudeta
pemerintahan jika Soekarno akhirnya meninggal. Namun sesungguhnya itu adalah
isu yang disebarkan oleh PKI guna memperlancar kudeta yang mereka rencanakan.
Rencana mereka adalah menculik para jenderal di tanggal 30 September malam guna
membawa mereka ke lubang buaya untuk dipaksa mengakui bahwa Dewan Jenderal
adalah hal yang nyata. Dan seperti yang kita tahu pada akhirnya para jenderal
tersebut ditemukan sudah meninggal di dalam lubang buaya dalam kondisi yang
mengenaskan. Kita juga akan melihat bagaimana pihak angkatan darat yang
dipimpin oleh Soeharto (Amoroso Katamsi) berusaha menggagalkan rencana kudeta
PKI.
Pengkhianatan G 30 S/PKI jelas merupakan sebuah film drama-sejarah
namun dalam pengemasannya, Arifin C. Noer seolah sengaja membungkus film ini
bagaikan film horror. Memang pada dasarnya film ini mengangkat kejadian horror
tragis yang begitu mengerikan, namun saya tidak menyangka pada akhirnya film
ini dikemas selayaknya film horror dengan memakai begitu banyak aspek yang
sering dimunculkan film horror untuk meneror penontonnya. Sebagai contoh
penggunaan musik dari Embie C. Noer yang terasa begitu menyayat dan mampu
menciptakan atmosfer mencekam. Belum
lagi ditambah banyaknya adegan penuh darah yang cukup sadis serta penggunaan lighting gelap di banyak adegan.
Berkaitan dengan suasana remang-remang yang dipakai ditambah dengan banyaknya
asap rokok membuat film ini juga memiliki aura noir yang cukup kuat. Penggunaan
rokok sendiri memang sengaja diperbanyak khususnya dalam adegan rapat PKI untuk
mengesankan karakternya sedang berpikir keras. Bahkan karakter Aidit yang
aslinya bukan seorang perokok pun disini digambarkan sebagai perokok berat yang
selalu “menyambung” rokoknya.
Sedangkan adegan-adegan sadis penuh darah yang
mayoritas muncul sejak penculikan para Jenderal di rumah masing-masing sampai
penyiksaan di lubang buaya memang terasa cukup mencekam. Saya bisa membayangkan
bagaimana siswa-siswa sekolah dasar yang diharuskan menonton film ini pasti akan
merasakan terror yang luar biasa menakutkan bahkan mungkin traumatis melihat
berbagai adegan tersebut. Salah satu
yang paling mengerikan bahkan tragis adalah disaat D.I. Pandjaitan ditembak
tepat di depan keluarganya gara-gara terlalu lama berdoa. Yang terjadi setelah
itu adalah puterinya menangis histeris di kubangan darah sang ayah. That’s disturbing! Atau ihat saat para
Jenderal disiksa dengan begitu sadis di lubang buaya sedangkan para anggota PKI
tertawa-tawa bahkan menari dan menyanyi “Genjer-Genjer”. Begitu mengerikan
melihat para Jenderal yang tubuhnya penuh luka itu diseret-seret sebelum
akhirnya dibunuh dan dikubur di dalam sumur.
Bahkan sebelum adegan penculikan,
film ini sudah berhasil membangun atmosfernya dengan begitu menegangkan. Saya
dibuat harap-harap cemas menantikan adegan tersebut lewat pembangunan suasana
yang begitu intens, music mencekam serta beberapa adegan slo-mo yang muncul
saat bala tentara PKI turun dari truk yang membawa mereka ke rumah
masing-masing Jenderal. Namun diluar segala horror dan kesadisan tersebut film
ini juga menggambarkan banyak hal, salah satunya adalah keresahan yang terjadi
di kalangan masyarakat bahkan sampai ke kalangan menengah dan kalangan bawah.
Hal terebut begitu terasa saat kita melihat setiap adegan yang memunculkan
karakter rakyat jelata pasti diisi dengan curahan mereka tentang kondisi yang
terjadi, bahkan disaat santai seperti pesta sekalipun hal itu juga yang mereka
obrolkan satu sama lain. Hal tersebut seolah memperlihatkan bahwa setiap saat
semua elemen masyarakat selalu diresahkan dan dibuat mengkhawatirkan kondisi
Indonesia yang tengah carut marut mulai dari perekonomian sampai perebutan
kekuasaan. Saya juga suka bagaimana dialog dalam film ini ditulis. Bagi kalian
yang sudah pernah membaca atau menonton karya Arifin C. Noer pasti sudah tahu
akan kelebihannya dalam menuliskan dialog yang penuh kata-kata cerdas bahkan
indah tanpa perlu berlebihan mencoba puitis. Bahkan beberapa dialog menjadi
ikonis sampai sekarang seperti “Darah itu warnanya merah, Jenderal!", atau "Bukan main wanginya minyak wangi jenderal. Begitu harum hingga mengalahkan amis darah sendiri" dan masih banyak dialog-dialog hebat lainnya.
Sayangnya berbagai dialog bagus tersebut tidak ditunjang dengan akting mumpuni
pemainnya. Beberapa bagian terdengar begitu kaku dengan pemotongan kalimat yang
terasa tidak enak didengar.
Pada akhirnya Pengkhianatan G 30 S/PKI memang terasa
begitu kental nuansa propagandanya. Sosok yang hitam dan putih digambarkan
dengan begitu jelas. Sosok putih jelas adalah Soeharto dan pasukannya yang
berjuang demi kebenaran dan tanah air. Sedangkan sosok hitam adalah PKI yang
digambarkan sebagai kumpulan orang-orang murni jahat yang begitu keji. Mereka
seolah-olah merupakan setan yang tega membunuh siapa saja, menginjak-injak Al
Qur’an, bahkan menikmati segala pembunuhan dan penyiksaan yang mereka lakukan
sembari menari-nari disertai tawa riang. Padahal saya yakin ada begitu banyak
kompleksitas dalam kejadian sejarah ini jika kita membicarakan tentang hitam
dan putih. Hal ini jelas mengurangi kompleksitas kisah khususnya berkaitan
dengan karakterisasi. Selain itu saya juga merasakan adanya plot hole dalam kisahnya berkaitan
dengan pemberontakan yang dilakukan PKI. Sepanjang film kita diperlihatkan
bahwa mereka terus menerus rapat dan seolah semuanya sudah tertata dengan
sempurna, tapi mengapa rencana itu bisa digagalkan dalam waktu yang begitu
singkat? Saya juga cukup terganggu dengan cara editing filmnya yang terasa
kurang rapih dan terlalu sering memperlihatkan gambar yang terasa kurang
esensia dan pada akhirnya menambah panjang durasi. Yang saya maksud kurang esensial bukanlah shoot buku atau gambar
gunungan di rumah Soeharto karena bagi saya justru hal-ha tersebut esensial.
Yang saya maksud adalah adegan-adegan singkat yang menampilkan ekspresi
beberapa karakter sekunder ditambah peralihan yang tidak rapih.
Ini adalah film propaganda yang
ironisnya juga berkisah tentang propaganda. Propaganda yang dilakukan PKI
terhadap rakyat, bahkan propaganda yang dilakukan petinggi PKI terhadap
anggota-anggotanya yang sempat mempertanyakan kepastian isu Dewan Jenderal dan
pelaksanaan kudeta tersebut. Arifin C. Noer seolah berusaha memperlihatkan
bahwa kita para penonton berada dalam posisi yang sama dengan orang-orang
“bawahan” atau rakyat kecil tersebut yang tidak tahu apa-apa dan berusaha
didoktrin oleh pihak-pihak petinggi. Tapi dari segi cerita ini bukan hanya
sekedar doktrin karena sesungguhnya film ini punya cerita yang cukup cerdas dan
menarik tentang konspirasi dan tindak criminal. Ada kisah tentang pemfitnahan,
konspirasi politik tingkat tinggi, hingga perebutan kekuasaan yang cukup rumit.
Ya, inipun adalah thriller politik yang punya kisah berlapis dan tersaji dengan
cerdas. Pada akhirnya mungkin memang
benar bahwa Pengkhianatan G 30 S/PKI
adalah film yang dibuat sebagai bentuk propaganda dari pemerintahan orde baru dan
berusaha mengkultuskan Soeharto dan semakin mensahkan PKI sebagai pihak yang
begitu jahat. Namun diluar itu sesungguhnya ini adalah pencapaian teknis yang
memuaskan serta mempunyai naskah yang begitu baik dari Arifin C. Noer. Filmnya
mencakup banyak genre, mulai dari horror, thriller politik, drama, criminal,
bahkan ada selipan action juga. Ya, tidak ada salahnya untuk mengesampingkan
sejenak faktor propagandanya dan menengok kembali film yang sempat setia
menemani rakyat Indonesia setiap malam hari tanggal 30 September ini.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
8 komentar :
Comment Page:Sampai sekarang masih belum memiliki keberanian nonton film ini -___-
keren loh :D
salah satu yg keren adalah film ini bisa dapet cast2 yg mirip secara fisik dengan tokoh aslinya (kecuali utk Soekarno)
Tapi sebenernya kalo diperhatiin lagi ada kemiripan Umar Kayam sama Soekarno (dikit tapi)
haha, memang belum ada keberanian untuk nonton film-film horor indo jadul. padahal dulu berani -__-
tokoh aidit, kolo. sarwo edhie.. sangat beda penampakannya
sy msh SD wkt film ini diputar di TVRI tiap tahun, tp sy dan teman2 wkt itu tdk merasakn gangguan adegan2 sadis itu kok, justru adegan2 itu jd pembicaraan yg seru di sekolah...
wah ternyata sempet juga ngreview film ini hehe. saya juga bikin reviewnya, Bang. http://gugunekalaya.blogspot.co.id/2017/09/review-film-pengkhiatan-g30spki-arifin.html
Posting Komentar