EDGE OF TOMORROW (2014)

2 komentar
Biasanya adaptasi Hollywood terhadap materi yang berasal dari luar Amerika seperti komik dan novel dari Jepang atau Korea tidak pernah memuaskan. Kekecewaan tersebut seringkali karena terjadinya perubahan signifikan dalam film yang justru mengurangi kekuatan utama dari sumber cerita tersebut. Karena itulah saat saya mendengar Hollywood akan mengadaptasi All You Need is Kill, sebuah light novel (novel Jepang yang mengambil target pasar para remaja) karya Hiroshi Sakurazaka saya tidak begitu tertarik. Meskipun punya dasar cerita yang cukup menarik yakni tentang seorang prajurit yang terbunuh di medan perang hanya untuk hidup kembali secara terus menerus dan mengulangi peperangan yang sama serta kehadiran berbagai nama besar mulai dari Tom Cruise, Emily Blunt, Bill Paxton dan Brendan Gleeson, Edge of Tomorrow tidak pernah membuat saya antusias untuk menantikannya. Film ini juga disutradarai oleh Doug Liman (The Bourne Identity, Mr & Mrs. Smith, Jumper) dan mempunyai Christopher McQuarrie (The Usual Suspects, The Wolverine) sebagai salah satu penulis naskahnya. Sedari pembukanya kita sudah langsung diajak melihat kondisi masa depan dimana Bumi tengah berada dalam ancaman kehancuran akibat kedatangan ras alien bernama Mimic yang berhasil menghancurkan banyak tempat dan membunuh banyak manusia.

Namun disaat harapan seolah sudah menghilang bagi umat manusia, pasukan militer Bumi pada akhirnya berhasil meraih satu kemenangan dalam sebuah pertempuran setelah rangkaian kekalahan yang dialami. Kemenangan itu berhail diraih berkat penggunaan baju mesin tempur yang membuat para tentara bisa memiliki kekuatan luar biasa lengkap dengan persenjataan berat. Kehadiran Rita Vrataski (Emily Blunt) yang sanggup membunuh ratusan mimics dalam satu kali pertempuran juga menjadikannya simbol peperangan dan memberikan harapan baru bagi umat manusia. Disisi lain, ada Mayor William Cage (Tom Cruise) yang selama ini bertugas untuk mempromosikan peperangan tersebut guna menarik dukungan masyarakat. Tapi diluar dugaan, pada sebuah pertempuran vital ia "dipaksa" oleh Jenderal Brigham (Brendan Gleeson) untuk terjun langsung ke baris depan peperangan. Cage yang belum pernah mendapat latihan dasar militer apalagi terjun ke medan perang tentu saja tidak bisa berbuat banyak melawan para alien tersebut meski telah memakai baju perang yang canggih. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya ia terbunuh meski sempat menghabisi salah satu alien. Yang mengejutkan, Cage terbangun kembali pada waktu beberapa jam sebelum peperangan terjadi. Hal itu kemudian terjadi secara berulang-ulang dan bagi Cage itu menjadi latihan yang terus membuatnya lebih baik dalam medan perang. Dengan bantuan Rita, Cage kini berusaha mencari cara untuk meraih kemenangan dalam peperangan tersebut.
Sebenarnya Edge of Tomorrow dimulai dengan tidak terlalu meyakinkan. Narasi dengan gaya realistis yang membuka film ini terkesan numpang lewat saja. Narasi pembuka macam ini seharusnya bisa menghadirkan kesan realistis dan membuat penonton ikut merasakan bagaimana mengerikan atau kacaunya situasi saat itu (salah satu contoh yang berhasil adalah pembukaan Pacific Rim), tapi film ini gagal menghadirkan kesan tersebut. Alurnya masih belum begitu menarik setelah filmnya berjalan beberapa saat meskipun harus diakui melihat Tom Cruise yang tidak berperan sebagai tough guy (pada awal hingga pertengahan film) cukup menyenangkan dan menyegarkan. Saya yang tidak terlalu tahu banyak tentang film ini sebelum menontonnya pun cukup terkejut melihat bagaimana sosok William Cage lebih tepat disebut sebagai pengecut pada saat filmnya dimulai, dan Cruise sanggup memerankan semua itu dengan baik dan mengingatkan saya bahwa dia adalah aktor bagus yang tidak hanya ahli memainkan adegan aksi. Tapi semuanya jadi terasa semakin menarik saat Cage menemui ajalnya untuk pertama kali. Bisa dibilang saat itu Edge of Tomorrow sudah selesai dengan segala basa-basinya dan sudah mulai tancap gas. 
Momen setelah itu semakin terasa menarik saat Cage semakin banyak menemui ajalnya. Salah satu daya tarik utamanya adalah bagaimana Doug Liman sanggup mengemas segala repetisi tersebut dengan begitu menarik dan tidak hanya mengulangi apa yang sudah terjadi. Setiap kematian yang dialami Cage pun terasa "menyenangkan" untuk dilihat berkat berbagai macam cara berbeda yang digunakan. Saya selalu dibuat penasaran untuk menunggu akan seperti apa kematian Cage yang berikutnya. Belum lagi ditambah dengan sentuhan komedi yang sering muncul dan diluar dugaan sangat efektif memancing tawa penonton. Komedinya berjalan baik berkat timing sesuai dari Doug Liman serta pembawaan yang pas dari Tom Cruise. Ya, disini Cruise tidak hanya harus menjadi sosok pengecut di awal film tapi juga seringkali terkesan bodoh dengan segala kelakuannya apalagi saat dia masih belum terlatih dan harus dipaksa menghadapi segala jenis kematian. Komedinya berjalan tanpa dipaksakan, karakter Cage bisa terlihat lucu bahkan bodoh juga tanpa harus dibuat-buat, timing komedinya pun tidak hanya sesuai tapi juga seringkali mengejutkan. Semuanya semakin terasa menarik setelah karakter Rita mulai banyak terlibat. Tidak hanya berkat kehebatan Emily Blunt memerankan sosok wanita perkasa, tapi juga interaksi yang ia bangun dengan Tom Cruise selalu menyenangkan.

Rita yang keras dan Cage yang awalnya bodoh nyatanya sanggup menciptakan interaksi yang menyenangkan untuk dilihat. Berkat chemistry kuat antara Cruise dan Blunt, saya pun bisa merasakan sebuah hubungan yang simpatik diantara keduanya dan menciptakan sebuah kisah romansa yang mengalir secara perlahan dan natural. Terkadang kisah cinta dalam film aksi seperti ini muncul dengan dipaksakan, dan tanpa berhasil membuat ikatan yang kuat pada penonton untuk bisa bersimpatik pada keduanya. Tapi Edge of Tomorrow berhasil melakukan itu dan membuat saya menyukai hubungan Cage dan Rita. Saya pun diajak untuk bersimpati dan bisa memahami bagaimana sulitnya bagi Cage untuk melihat Rita terus menerus mati di hadapannya dan rasa iba itu perlahan berubah menjadi cinta yang tidak pernah sekalipun diungkapkan sepanjang film kecuali lewat sebuah ciuman sekilas di klimaksnya. Lalu jika bicara tentang adegan peperangannya memang diluar dugaan tidak terlalu banyak yang hadir, tapi berkat eksekusi yang baik dan efek CGI yang terlihat begitu menyatu saya pun merasa kuantitas yang tidak terlalu banyak itu berhasil ditutupi oleh kualitasnya. Yang disayangkan adalah para J-Squad yang kemunculannya di bagian ini tersia-siakan. Ending-nya mungkin terasa sedikit dipaksakan untuk mendapatkan akhir yang lebih bahagia, tapi setelah filmnya membuat saya menyukai Cage dan Rita saya tidak bisa tidak menyukainya, apalagi melihat senyuman Cruise di akhir. Overall ini adalah sebuah tontonan yang diluar dugaan amat menyenangkan dan salah satu blockbuster terbaik tahun ini.

2 komentar :

Comment Page:
Abay Abal Akbar mengatakan...

Semacam Source Code ya, tapi lebih aduhai.

Rasyidharry mengatakan...

Haha cocok tuh kata aduhai
Ya berasa campuran Source Code + Starship Troopers ini