TOBA DREAMS (2015)

1 komentar
Seberapa banyak film yang bisa membuat penonton menangis? Banyak. Bahkan romansa murahan ala Nicholas Sparks itu tearjerker efektif. Tapi seberapa banyak film yang bisa membuat air mata penonton mengalir karena mampu mewakili perasaan mereka? Saya tidak sedang membicarakan diri saya sendiri, atau segelintir orang, tapi mayoritas penonton setidaknya dalam ruang tempat saya menonton. Jawabannya tidak banyak. Toba Dreams garapan Benni Setiawan merupakan salah satunya. Judulnya memang menggunakan nama "Toba". Setting serta karakter pun begitu kental unsur adat Sumatera Utara. Namun cerita yang dibawa film ini tidak pernah terbatasi oleh apapun alias universal. Karakternya mewakili tiap generasi. Bagi generasi muda atau seorang anak, ada sosok Ronggur (Vino G. Bastian) yang punya mimpi untuk bisa sukses di Jakarta dan menikahi seorang wanita yang berbeda keyakinan dengannya, Andini (Marsha Timothy).

Ronggur itu keras kepala dan tidak ragu untuk memberontak pada orang tuanya demi bisa menjalani hidup seperti yang ia impikan lewat jalannya sendiri. Dia pun begitu kesal saat sang ayah (Mathias Muchus) berusaha mengatur dirinya untuk menjadi seperti yang diinginkan ayahnya. Kesan rebel yang dilatar belakangi hasrat kuat untuk bisa meraih mimpi demi memberi bukti pada orang tua. Aspek itulah yang membuat karakter Ronggur begitu dekat dengan penonton muda, atau lebih tepatnya mereka yang mulai beranjak dari masa remaja menuju dewasa (termasuk saya). Kita pernah ada di posisi itu. Saya pernah ada di posisi itu. Sedangkan bagi penonton yang lebih tua atau yang memiliki anak seusia Ronggur, karakter Sersan Tebe pastinya terasa mewakili. Seorang ayah yang keras, ingin sang anak mengikuti jejaknya, hingga tak jarang terkesan begitu egois. Tapi dibalik itu, alasan utamanya karena menginginkan masa depan yang terbaik bagi Ronggur.
Hubungan yang terjalin antara Ronggur dan ayahnya terasa familiar bagi saya. Semua itu ada pada hidup saya, hidup kebanyakan penonton. Perdebatan dan pertengkaran memang selalu terjadi, bahkan perang dingin. Tapi diluar adegan konklusi yang menyatakan secara verbal, jauh sebelum itu Benni Setiawan sudah berhasil menyiratkan bahwa keduanya saling menyayangi, hanya saja tertutupi oleh hal lain. Hal lain yang bisa berupa ego maupun harga diri. Sejatinya konflik macam ini sudah begitu sering dihadirkan dalam film. Hanya saja "penyakit" yang kerap terjadi adalah sosok anak sering hadir sebagai protagonis yang menderita tak berdaya tanpa ada penggalian latar belakang lain demi menguatkan simpati penonton. Sedangkan karater ayah sering digambarkan menjadi antagonis yang selalu marah dan memaksa tanpa ada sedikitpun tersirat rasa sayang pada anaknya. Sebelum pada akhirnya pada konklusi secara ajaib kedua belah pihak menunjukkan cintanya. Toba Dreams tidak seperti itu.

Masing-masing karakter punya alasan serta motivasi kuat dalam diri mereka. Membuat penonton akhirnya bisa memahami, bisa ikut merasakan tanpa harus berpihak. Keduanya punya momen kelam masing-masing disaat mereka terjatuh dan dibutakan. Tapi fokus utama tentu ada pada Ronggur. Biar bagaimanapun penonton harus bisa bersimpati padanya, dan itu berhasil. Durasi yang cukup lama (144 menit) digunakan oleh Benni Setiawan dengan begitu efektif untuk menuturkan babak-babak kehidupan karakternya. Setiap babak pun dihadirkan dengan kualitas yang berimbang. Alhasil kita benar-benar mengenal Ronggur sedari ia masih seorang anak kampung penuh impian dan pemberontakan, kemudian berjuang di Jakarta, mencapai keberhasilan meski itu membawanya dalam "lubang hitam", sampai akhirnya terjatuh lagi. Kisah jatuh bangun perjuangan memang klise, bisa pula membosankan. Tapi akan begitu kuat dan emosional jika tiap fase digarap maksimal. Ronggur pun bukan hanya karakter dua dimensi di layar. Dia adalah kita, atau setidaknya terasa seperti seorang kerabat dekat yang kita kenal baik.
Untuk menciptakan itu bukan hanya penggarapan Benni Setiawan maupun naskah yang ia tulis bersama TB Silalahi (penulis novel Toba Dreams) saja yang harus kuat, tapi juga akting tiap pemain. Disitulah Vino G. Bastian berperan besar. Tanpa mengesampingkan faktor lain, ada dua hal paling penting untuk menghidupkan karakter Ronggur: transformasi dan motivasi karena rasa sakit terpendam. Ronggur bertransofrmasi dari pria kampung yang berambisi mengejar mimpi menjadi seorang pria mapan berwibawa yang punya segalanya. Vino pun bertransformasi dengan mulus. Sedangkan faktor kedua pun ia lakoni dengan baik. Beban dan sakit begitu nyata ia pancarkan. Sebagai tandem hadirlah Mathias Muchus. Matanya memancarkan ketegasan yang keras. Tapi jauh di balik itu ada kesedihan. Kesedihan yang beberapa kali hanya tersirat namun cukup menghadirkan haru. Apalagi saat semuanya dia hadirkan secara nyata.

Teriakan dan tangisan dalam pertengkaran begitu mendominasi Toba Dreams. Sedikit berlebihan, tapi tidak sampai pada taraf yang mengganggu. Untuk ledakan emosi sebanyak itu, apa yang ditunjukkan oleh film ini memang substansial. Sesuai dengan karakter maupun situasi yang ada. Tema yang diusung ada di seputaran hubungan anak dan orang tua, ambisi, sampai percikan konflik mengenai agama. Ketiganya hadir maksimal tanpa terasa tumpang tindih. Seperti yang telah saya singgung, hubungan anak dan orang tua terasa kuat, begitu juga tema ambisi yang menghadirkan jatuh bangun perjuangan. Sedangkan tema agama menghadirkan salah satu adegan paling indah dalam perfilman Indonesia, yakni saat dilakukan doa sebelum makan malam di rumah Sersan Tebe. Indah bukan karena sinematografinya, karena Benni Setiawan mengemas adegan ini dengan sederhana. Indah karena esensi kebersamaan seperti itulah yang selama ini begitu saya dambakan. Saat itulah air mata semakin tak tertahankan.

Verdict: Lampu bioskop menyala tapi air mata saya dan banyak penonton lain masih mengalir. Itu bukan tangisan hasil "manipulasi" adegan menyedihkan, tapi karena kita tahu rasanya mengecewakan orang tua, jatuh saat menggapai mimpi, dan mencintai serta dicintai orang-orang terkasih. Toba Dreams memang senyata, sekuat dan seindah itu.

1 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

bro, add juga donk blog ane.
baru bikin kemarin. review nya masih dikit.
masih banyak belajar bro.

iza-anwar.blogspot.com