BUKU HARIANKU (2020)

1 komentar
Saya selalu mengapresiasi film anak dalam negeri. Generasi muda kita membutuhkannya. Termasuk Buku Harianku, walau plot maupun deretan lagunya kental nuansa recycle. Musikal dalam kisah tentang anak kota menyambangi desa dan/atau berlibur ke rumah kakek, sudah jadi pola berulang sejak era Petualangan Sherina dua dekade lalu hingga kini. Bahkan sebagaimana di Petualangan Menangkap Petir (2018), tokoh kakek juga diperankan Slamet Rahardjo.

Kila (Kila Putri Alam) merindukan mendiang ayahnya, Arya (Dwi Sasono) yang gugur saat bertugas sebagai tentara. Walau amat menyayangi Kila, sang ibu, Riska (Widi Mulia), selalu sibuk bekerja. Pun rencana liburan ke Bali mesti diundur karena Riska mendapat tugas dadakan dari kantor. Kila pun terpaksa menghabiskan liburan sementara waktu di rumah Kakek Prapto (Slamet Rahardjo), yang terletak di Desa Goalpara, Sukabumi.

Figur kakek identik dengan rasa sayang luar biasa kepada cucu, tapi tidak dengan Kakek Prapto. Sebagai pensiunan tentara, ia begitu keras, bahkan menganggap bocah seperti Kila hanya merepotkan saja. Walau dibuat kesal, Kila juga menemukan sahabat baru di Goalpara. Namanya Rintik (Widuri Putri), puteri Keling (Ence Bagus) dan Neneng (Wina Marrino) yang bekerja untuk Kakek Prapto. Biarpun Rintik memiliki disabilitas (bisu), hubungan mereka sama sekali tidak terhalang.

Disabilitas memang tak seharusnya menghalangi pertemanan. Itu merupakan satu dari sekian banyak pesan bernilai yang dituturkan oleh naskah buatan Alim Sudio. Perihal belajar bahasa isyarat, anjuran makan sayur, ajakan mencintai alam, dan pastinya nilai kekeluargaan merupakan hal-hal penting yang dapat anda ajarkan saat membawa anak/adik/keponakan menonton Buku Harianku.

Setidaknya berkat pesan-pesan di atas, anda takkan pulang dengan tangan kosong, mengingat sebagai musikal, film ini kurang berhasil. Walau semakin membaik seiring durasi, tata suara pada menit-menit awal seperti tanpa melewati proses mixing, yang mana merupakan kelemahan fatal bagi sebuah musikal. Deretan lagunya catchy, pun mengandung lirik ringan mengenai kehidupan sehari-hari yang mudah dicerna penonton anak. Tapi akibat kemiripan di sana-sini, lagu-lagunya bagai “pengulangan” dari lagu-lagu populer yang sudah lebih dulu muncul.

Apalagi belum semua momen musikalnya mencapai standar tontonan layar lebar. Disutradarai oleh Angling Sagaran (From London to Bali, Tabu) dengan tim dari EKI (Eksotika Karmawibangga Indonesia) sebagai pengarah tari, sekuen musikal Buku Harianku sering kekurangan tenaga, seolah tak melalui proses rehearsal (banyak musikal anak kita yang punya hasil jauh lebih baik), walau musikalnya melahirkan satu pemandangan hangat ketika Rintik dan Kila berdiri di panggung 17-an.

Terkait penceritaan, terdapat beberapa lubang. Pertama soal perubahan sikap karakter. Kakek Prapto semestinya dibawa melewati transformasi dari seorang kakek ketus menjadi lebih ramah, tapi gradasi itu tak nampak karena ambiguitas penokohan. Kadang ia galak, kadang melembut, sehingga saat titik balik sesungguhnya terjadi, dampaknya tidak terlalu besar. Sedangkan di kesempatan lain, Neneng sempat memarahi Kila yang dianggapnya membahayakan Rintik. Tapi keesokan harinya, semua kembali seperti semula, seolah tidak terjadi apa-apa. Permintaan maaf dari Neneng kepada Kila sebenarnya sudah cukup untuk menambal lubang itu.

Terdapat subplot lain mengenai Samsudi (Gary Iskak), seorang pebisnis yang berniat membangun resor dengan kedok memajukan pertanian Desa Goalpara. Konflik ini muncul hanya untuk memenuhi obligasi dalam aturan tak tertulis film anak, di mana keberadaan sosok penjahat merupakan kewajiban. Tapi selain nihil substansi dan takkan berdampak sedikit pun andai dihilangkan, pilihan konklusinya terkesan malas. Ini bukan simplifikasi guna memudahkan penonton anak, melainkan “simply lazy”.

Beruntung, Buku Harianku masih memiliki jajaran pemain yang tampil cukup solid. Di luar inkonsistensi penokohannya, Slamet Rahardjo tidak pernah gagal menambahkan hati. Begitu juga Ence Bagus, yang layak mendapat pengakuan lebih dari “sekadar” seorang komedian. Sementara Kila Putri Alam tidak terbebani kala melakoni peran utama dalam debut layar lebarnya. Santai, luwes, dan natural untuk ukuran aktris cilik, ia adalah figur yang pas untuk memimpin penonton anak mengarungi petualangan bernama Buku Harianku, yang sayangnya berjalan tidak terlalu mulus ini.

1 komentar :

Comment Page:
Vian mengatakan...

Kalau dipikir2 film anak qta hampir selalu punya kesamaan unsur ya: berlibur ke desa/hutan (Petualangan Sherina, Ambilkan Bulan, 5 Elang, Naura & Genk Juara) atau dikejar2 penjahat (Petualangan Sherina, Naura & Genk Juara, Ambilkan Bulan, Liburan Seruuu, Petualangan Lollypop, Jendral Kancil, dan yg akan tayang: Bus Om Bebek). Tapi banyak juga yg pengecualian sih. Appreciate sama semuanya.