THE LOVEBIRDS (2020)

1 komentar
The Lovebirds jelas dibuat atas kesadaran perihal diversity (baik perspektif humanis maupun bisnis). Kisahnya mengenai romansa antarras pria Pakistan-Amerika dengan wanita Afrika-Amerika. Di tengah cerita, keduanya sempat berbagi Lyft dengan pria kulit putih dan wanita Asia-Amerika, yang kebetulan juga sepasang kekasih. Pada titik itu diversity-nya terlalu on-the-nose, tapi mau bagaimana lagi? Fase ini diperlukan agar Hollywood bisa tiba di titik di mana film dengan tokoh multikultural jadi pemandangan biasa.

Masalahnya bukan tentang hubungan beda ras protagonisnya, namun untuk film berjudul “The Lovebirds”, kedua protagonis kita tidak tampak seperti...well, the lovebirds. Kumail Nanjiani dan Issa Rae memikat sebagai pasangan komedik, bukan romantis. Ketimbang kekasih yang hubungannya retak, mereka lebih seperti sahabat yang selalu bersama, atau malah tinggal di satu atap meski tanpa perasaan lebih. The Lovebirds memang dipenuhi hal-hal yang menuntut pemakluman penontonnya agar dapat dinikmati.

Jibran (Kumail Nanjiani) adalah pembuat dokumenter yang tak menghasilkan uang. Leilani (Issa Rae) terobsesi mengikuti The Amazing Race. Jibran menganggap Leilani berpikiran dangkal, Leilani merasa Jibran seorang yang gagal. Mereka baru saja sepakat mengakhiri hubungan di tengah jalan menuju pesta saat mobil yang dikendarai tiba-tiba menabrak pria penunggang sepeda. Pria tersebut bertingkah mencurigakan, buru-buru kabur tanpa bersedia dipanggilkan ambulans. Lalu datang pria lain (Paul Sparks), yang oleh Jibran dan Leilani dipanggil “Moustache”.

Moustache mengaku sebagai polisi, mengambil alih mobil mereka untuk mengejar si penunggang sepeda, kemudian melindasnya sampai mati. Di tengah kekacauan, datang dua pejalan kaki yang menuduh Jibran dan Leilani telah melakukan pembunuhan dan menelepon polisi. Keduanya panik, lalu melarikan diri, setelah meyakini bahwa sebagai minoritas, polisi takkan berbaik hati memberikan praduga tak bersalah.

Mengingat kerapnya aparat bertindak tidak adil terhadap minoritas, keputusan mereka bisa diterima. Bodoh, tapi dapat dimengerti. Sampai datang deretan keputusan-keputusan bodoh lain yang oleh Aaron Abrams dan Brendan Gall selaku penulis naskah, dipaksakan hadir demi menggulirkan alur. Salah satu kebodohan paling fatal adalah ketidakmampuan Jibran, sebagai pembuat dokumenter, menyadari satu hal yang bisa membuktikan ia dan sang (mantan) kekasih tidak bersalah. Satu hal yang akhirnya juga dipakai film ini sebagai jalan keluar.

Sejatinya The Lovebirds punya ide dasar yang cukup guna menyokong absurditas dalam film semacam ini, dengan melibatkan misteri pembunuhan, konspirasi, hingga rahasia "nakal" para penguasa, tapi eksplorasinya tidak cukup berani (atau kreatif?) untuk melangkah ke jalur yang lebih liar. Sempat tercipta suasana menegangkan kala protagonis kita menyusup ke sarang musuh dan nyaris ketahuan. Saya pun antusias menanti bagaimana filmnya bakal menyelesaikan itu. Antusiasme itu gagal terbayar, saat lagi-lagi rute tidak kreatif ditempuh, yang berujung pada unsur dipaksakan lain. Kali ini mengenai polisi yang terlalu bodoh mengambil sikap ketika menyadari ada mata-mata dalam tubuh mereka.

Humornya mayoritas berasal dari banter yang seringkali berkembang jadi adu argumen konyol, ditambah beberapa komedi situasi. Walau tak cukup kuat menjalin chemistry romantis, Nanjiani dan Rae tampil prima perihal memancing tawa. Keduanya tahu bagaimana harus bereaksi atas banyolan satu sama lain, berimprovisasi, dan menyelamatkan beberapa materi medioker lewat gaya histerikal masing-masing.

Komedinya cukup efektif, namun jauh dari kesan segar, pun sang sutradara, Michael Showalter (The Big Sick) kurang piawai mengolah adegan supaya bertenaga. Sama seperti keseluruhan filmnya, yang sebatas pengulangan lebih lemah dari tontonan-tontonan serupa yang telah ada sebelumnya. The Lovebirds diisi deretan keklisean. Bahkan dua tokoh utamanya menyanyikan lagu klise: Firework. Tapi berbeda dengan lagu Katy Perry tersebut, film ini tak punya gairah kuat yang mampu menyemarakkan hari penontonnya.


Available on NETFLIX

1 komentar :

Comment Page:
Agus Warteg mengatakan...

Terima kasih banyak atas sinopsis dan review film the loverbirds, senang melihat kumail nanjani beraksi.