REVIEW - MORTAL KOMBAT

7 komentar

Kalau di tengah minimnya penjabaran film ini anda tahu apa itu Earthrealm, Netherrealm, dan Outworld, besar kemungkinan reboot untuk adaptasi layar lebar Mortal Kombat ini bakal memuaskan. Artinya anda termasuk penggemar, yang mana, mendengar istilah-istilah seperti test your might hingga (tentunya) fatality saja sudah memberikan kesenangan tersendiri. Sedangkan penonton umum mungkin mengeluhkannya sebagai fan service yang dipaksakan. 

Bukan berarti tanpa kekecewaan. Berbeda dengan citranya di mata publik awam, Mortal Kombat tidak sebatas turnamen berdarah tempat para petarung mencincang tubuh lawan (atau sesekali mengubahnya jadi bayi). Tersimpan mitologi kompleks luar biasa panjang melibatkan berbagai alam, dewa-dewa, bahkan perjalanan waktu. Debut penyutradaraan Simon McQuoid ini luput membahasnya. Bahkan alasan digelarnya turnamen Mortal Kombat pun takkan ditemukan.

Mengambil pondasi alur dari gimnya ditambah beberapa elemen milik animasi Scorpion's Revenge (film Mortal Kombat terbaik sejauh ini), Mortal Kombat dibuka saat Bi-Han alias Sub-Zero (Joe Taslim) dari klan Lin Kuei membantai Hanzo Hasashi (Hiroyuki Sanada) dari klan Shirai Ryu beserta keluarganya. Seperti kita tahu Hanzo nantinya kembali sebagai Scorpion guna menuntut balas. 

Tapi sebelum itu kita lebih dulu diajak berkenalan dengan para jagoan Earthrealm dari masa kini. Salah satunya Cole Young (Lewis Tan), mantan petarung MMA yang telah habis masa jayanya. Memilih Cole sebagai protagonis sebenarnya patut dipertanyakan. Pertama ia adalah karakter baru, dan kedua, bahkan setelah mampu membangkitkan kemampuan spesialnya, Cole masih jadi karakter tanpa daya tarik, dengan kostum serta kekuatan membosankan, apalagi saat disandingkan bersama jajaran figur ikonik Mortal Kombat.

Berkat informasi dari dua mantan pasukan militer khusus, Jax (Mehcad Brooks) dan Sonya Blade (Jessica McNamee), Cole mengetahui kalau tato naga di dadanya bukan tanda lahir biasa, melainkan tanda bahwa ia merupakan salah satu petarung yang terpilih mewakili Earthrealm dalam turnamen Mortal Kombat. Selain ketiganya, ada Liu Kang (Ludi Lin) dan Kung Lao (Max Huang), yang di bawah bimbingan Raiden (Tadanobu Asano) sang dewa petir, mesti bertarung melawan pasukan Outworld yang dipimpin Shang Tsung (Chin Han).

Berikutnya, naskah buatan Dave Callaham (The Expendables, Zombieland: Double Tap, Wonder Woman 1984) dan Greg Russo menyuguhkan alur setengah matang dengan pergerakan melompat-lompat, yang diperburuk oleh penyuntingan kasar. Penonton yang tak mengetahui sedikitpun perihal gimnya akan sering dibuat kebingungan. Kenapa peristiwa A terjadi? Bagaimana bisa karakter B muncul lagi? 

Muncul kesan, di fase pengonsepan terjadi kebimbangan, apakah ingin menjalin cerita sarat mitologi atau sepenuhnya menanggalkan itu, dan fokus pada baku hantam saja. Di satu sisi, kisahnya kerap terlalu lama mengalihkan filmnya dari pertarungan, namun di sisi lain, seperti sudah disebutkan, kekayaan dunia Mortal Kombat gagal dieksplorasi. 

Perbedaan terbesar reboot ini dengan versi Paul W. S. Anderson adalah terkait tone. Nuansa cheesy ditanggalkan demi memfasilitasi kebrutalan. Pertanyaannya, perlukah pendekatan gritty, di saat gimnya sendiri begitu over-the-top pun tak jarang konyol? Pada film di mana karakternya mengeluarkan celetukan "flawless victory" pasca membelah tubuh musuh, rasanya keseriusan kurang pas diterapkan. Terjadilah inkonsistensi tone. Liu Kang lewat segala tata krama ala biarawan terlihat menggelikan di antara penuturan serius filmnya. Pun bisa jadi, jika dikemas cheesy, ada tempat bagi lagu tema legendaris Techno Syndrome untuk muncul alih-alih versi adaptasinya (meski sebenarnya sudah cukup membangkitkan nostalgia dan antusiasme). 

Selain Liu Kang dan Kung Lao yang nampak bak bocah kemarin sore ketimbang petarung harapan bumi (khususnya Kung Lao, selaku keturunan "The Great Kung Lao", jawara Mortal Kombat pertama dari Earthrealm), presentasi karakter lain cenderung memuaskan, baik soal desain maupun penokohan. Bahkan filmnya sempat menyelipkan nod cerdik tentang Noob Saibot. Mengenai karakterisasi, Kano (Josh Lawson) tampil paling menarik sebagai prajurit bayaran sadis yang enggan berhenti berseloroh.

Poin terbaik Mortal Kombat tentu saja aksinya, di mana McQuoid paham betul bahwa banjir darah saja belum cukup. Finishing move harus diperhatikan, dan ia menghadirkan berbagai fatality kreatif yang akan terasa familiar bagi pemain gimnya (terutama untuk Kung Lao, Scorpion, dan Sonya). McQuoid memakai fast cutting, yang dikombinasikan dengan tata suara serta koreografi memadai, sehingga bukannya kacau, mayoritas pertarungan terasa hard-hitting. 

Jika Kano mencuri fokus dalam hal penokohan, terkait baku hantam, bintangnya adalah Sub-Zero dan Scorpion. Didukung kemampuan martial arts Joe Taslim, penonton disuguhi beragam gerakan unik khas si ninja es. Scorpion? Tidak perlu repot-repot membahas tetek bengek koreogragfi. Fakta bahwa ia mengucapkan catchphrase "Get over here!" diiringi lagu tema, sudah menjadi highlight. 

Begitu film berakhir, ada kesan bahwa sejatinya ini sebatas prolog bagi cerita lanjutan yang lebih besar, dengan konflik lebih mengancam, juga kemunculan lebih banyak tokoh favorit para penggemar (salah satunya di-tease pada akhir film). Memuaskan, memancing ketertarikan terhadap sekuel, tetapi meninggalkan harapan adanya perbaikan di banyak sisi, khususnya pembangunan dunia.

7 komentar :

Comment Page:
Badminton Battlezone mengatakan...

Mantabb,dah pengen banget ntn film ini,untung ga jelek2 amat reviewnya.Btw ada adegan di cut karena terlalu sadis?dan ada after credit scene ngga Bang?

Bayu mengatakan...

Bagus bang filmnya,tp saya kecewa banyak adegan yg disensor...terutama pas fatality dari kung lao

Bayu mengatakan...

Bagus bang filmnya,tp saya kecewa banyak adegan yg disensor...terutama pas fatality dari kung lao

Syaeful Basri mengatakan...

sensornya ganggu sih...tapi gak masalah ntar juga akhir bulan bisa nonton versi fullnya kalo udah rilis di HBO

Anon mengatakan...

Next NOBODY hahahaa

Gary Lucass mengatakan...

besok niatan mau nonton mau nanya apakah sensornya sebanyak dan semengganggu itu banyak yg bilang di twitter soalnya, kalo iya mending nunggu di hbo max

Film inspirasi mengatakan...

Mantap nih kayaknya