AMOUR (2012)

Tidak ada komentar
Film ini memang berjudul Amour yang artinya cinta dan menampilkan sepasang suami istri lanjut usia, tapi karya terbaru Michael Haneke ini bukanlah sebuah romansa mengharu biru yang penuh gelora cinta. Ini bukan sebuah kisah cinta sejati yang akan membuat penontonnya terharu dan banjir air mata melihat bagaimana sepasang suami istri itu saling berbagi cinta. Film yang berhasil memenangkan Palme d'Or di ajan Cannes Film Festival tahun lalu ini adalah tontonan yang begitu kelam dan menyesakkan. Amour sendiri adalah salah satu film yang mendapat nominasi Best Picture di ajang Oscar tahun ini. Michael Haneke sendiri mendapat nominasi Best Director dan Best Original Screenplay. Sedangkan aktris Emmanuelle Riva menjadi aktris tertua yang mendapat nominasi Best Actress dengan usia 85 tahun. Daripada menampilkan kisah cinta yang indah, Haneke lebih memilih memaparkan kisah tentang bagaimana sebuah rasa cinta yang perlahan mulai memudar. Sepasang suami istri lanjut usia yang menjadi sentral cerita adalah Georges (Jean-Louis Trintignant) dan Anne (Emmanuelle Riva). Pada saat muda dan sehat dulu keduanya adalah pengajar musik, dan diawal film kita melihat mereka baru menonton konser dari salah seorang murid Anne dulu.

Disuatu pagi saat keduanya sedang sarapan secara tiba-tiba Anne terdiam, membisu dan tidak bergerak. Georges melakukan berbagai macam hal namun Anne tidak meresponnya. Hal itu memang berlangsung hanya selama beberapa menit, tapi ternyata saat itu Anne mengalami serangan stroke untuk kedua kalinya. Perlahan kondisi Anne makin memburuk, setelah operasi yang ia jalani gagal. Kini Anne sudah kesulitan untuk bergerak dan harus duduk di kursi roda. Menghadapi hal tersebut tentu saja Georges dengan sabar terus merawat Anne meskipun tentu saja hal itu tidak mudah baginya yang juga sudah lanjut usia. Kesabaran Georges juga terus diuji oleh sikap Anne yang memang keras kepala dan makin terasa seperti anak-anak. Dia tidak mau dibawa ke rumah sakit, tapi tidak pernah menurut pada sang suami yang setia merawatnya. Begitu sulit untuk membujuk Anne makan dan minum, apalagi disaat dia mulai merasa membebani sang suami. Georges sendiri meskipun begitu sabar merawat Anne bukannya sama sekali tidak kerepotan. Jelas ia kerepotan menghadapi kondisi dan sikap sang istri. Dari adegan pembuka kita tahu bahwa Anne sudah meninggal, jadi Amour akan mengajak kita mengamati hari-hari terakhirnya.

Layaknya film-film Eropa lain yang mengedepankan sisi realisme dan alur yang mengalun lambat, film Austria yang satu ini juga melakukan pendekatan yang sama. Amour berutur dengan lambat dan sunyi. Banyak gambar-gambar statis menghiasi 121 menit film ini. Tidak ada scoring music makin membuat film ini terasa sunyi. Tidak ada juga dramatisasi dan melodrama yang berlebihan, semuanya dibuat senatural mungkin hingga penonton bisa menangkap emosi dan perasaan filmnya juga secara alami, dan apa adanya lewat cerita dan akting para pemainnya. Tentu butuh kesabaran yang lebih untuk bisa menikmati dan pada akhirnya mendalami film-film seperti ini. Bagi penonton yang belum terbiasa akan mendapati Amour begitu melelahkan bahkan membosankan. Tapi percayalah dengan kesabaran lebih film-film ini akan menjadi sebuah perjalanan penuh emosi mendalam yang ditampilkan dengan apa adanya. Tapi jika pun anda sudah cukup terbiasa dengan film yang berjalan lambat seperti ini, masih ada "rintangan" satu lagi, yakni suasana kelam yang ditampilkan oleh Haneke.
Amour memang berkisah tentang bagaimana cinta itu, setidaknya cinta yang terjalin antara Georges dan Anne. Georges tidak munafik dan dia sendiri merasa kerepotan dalam mengurus sang istri. Tapi atas nama cinta, Georges tetap setia mendampingi dan merawat sang istri. Banyak kata-kata pedas dan tindakan dari Anne yang mungkin menyakitkan bagi Georges, tapi ia hanya diam. Yang Georges lakukan hanya melakukan yang ia bisa untuk merawat sosok yang begitu ia cintai tersebut. Mudah bagi kita untuk bersimpati pada sosok Georges yang begitu setia dan penuh kasih sayang merawat sang istri sesulit apapun kondisinya. Sosok Anne yang keras kepala juga bukanlah sosok yang akan membuat kita membencinya, tapi juga turut menghadirkan simpati akibat kondisi kesehatannya yang terus menurun. Menyaksikan kisah keduanya adalah sebuah perjalanan yang cukup menyesakkan, dan sampai pada akhirnya kita akan sampai pada sebuah momen yang begitu mengejutkan, tragis, dan mungkin terasa kejam. Pada momen itulah kita akan bertanya tentang bentuk sesungguhnya dari cinta sejati. 

Jean-Louis Trintignant dan Emmanuelle Riva bermain begitu luar biasa disini. Sebagai Georges, Trintignant begitu baik dalam mempresentasikan sosok yang tengah dilanda dilema luar biasa dalam hidupnya. Emmanuelle Riva juga tampil begitu baik. Transformasinya dari wanita tua yang masih sehat menjadi makin lama makin lemah dan pada akhirnya lumpuh begitu meyakinkan. Tidak hanya fisik saja, karena dari segi mental pun seiring dengan makin menurunnya kondisi fisik, kondisi mental Anne perlahan juga terus berubah. Dia makin tidak stabil, makin kekanak-kanakan dan sering meracau. Dengan aktingnya disini, kemungkinan Emmanuelle Riva memenangkan Best Actress cukup besar. Riva memang dilupakan di Golden Globe dan tidak masuk nominasi SAG Awards. Tapi mengingat usianya yang sudah tidak muda masih ada kemungkinan Oscar memberikan kemenangan tahun ini padanya, toh akting yang ia tampilkan sama bagusnya dengan Jessica Chastain dan Jennifer Lawrence yang menjadi kandidat kuat. Sepanjang sejarah hanya Kate Winslet (The Reader) yang berhasil menang Oscar walaupun tidak dinominasikan di SAG, tapi saat itu Kate Winslet sebenarnya mendapat nominasi SAG namun lewat film yang berbeda, yakni Revolutionary Road.

Apa yang harus kita lakukan jika orang yang begitu kita cintai tengah menderita? Itulah yang menjadi dasar pertanyaan film ini. Selebihnya kita akan bertanya tentang apa sebenarnya cinta sejati itu. Amour mungkin akan menampar keras ekspektasi anda tentang tontonan mengenai cinta sejati. Konteks cinta sejatinya juga mungkin akan memancing kontroversi dan berbeda dari apa yang anda pikirkan. Namun rasa-rasanya setelah menonton Amour saya sadar bahwa cinta sejati sekalipun adalah hal yang tidak bisa diukur. Setiap orang punya cara masing-masing untuk mengekspresikan cinta sejati mereka, apalagi dalam kondisi tertentu yang cukup berat sekaligus pada masa tua seperti apa yang dihadapi oleh Georges dan Anne. Benarkah cinta sejati tidak akan berubah? Benarkah cinta sejati selalu bisa memberikan yang terbaik bagi pasangannya? Benarkah cinta sejati ada? Pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya cukup sinis namun patut dicari jawabannya.


Tidak ada komentar :

Comment Page: