THE NEW WORLD (2005)

7 komentar
Bagi Terrence Malick, The New World adalah filmnya yang keempat sepanjang 32 tahun karirnya sebagai sutradara saat itu. Malick memang tidak hanya dikenal sebagai sutradara yang gemar menghabiskan banyak waktu di ruang editing (konon film yang dibuatnya bisa sampai mengalami perubahan plot pada sesi editing) tapi juga sebagai sutradara yang hanya menghasilkan sedikit film dalam rentang waktu karirnya yang lama tersebut. Saya sendiri sebelum ini baru sekali menyaksikan film Terrence Malick yakni The Tree of Life yang langsung saya nobatkan sebagai film terbaik di tahun 2011. Dalam The New World yang dibintangi oleh Colin Farrell, Christian Bale, Christopher Plummer serta Q'orianka Kilcher, Malick mengangkat kisah tentang penemuan Jamestown oleh para pelaut Inggris. Jika anda kurang familiar dengan kisah itu, maka anda pasti akan familiar dengan kisah Pocahontas. Ya, ini adalah kisah Pocahontas seorang puteri kepala suku Powhatan yang mungkin lebih dikenal lewat versi Disney yang penuh dengan nuansa magis dan ajaib tersebut. Tapi tentu saja dalam versi Malick tidak ada hewan bicarra ataupun sebuah pohon suci yang juga bisa bicara pada Pocahontas. Ini adalah kisah asmara yang terjadi antara Pocahontas dan Kapten John Smith disaat pihak suku Powhatan dan pelaut Inggris tengah tejebak dalam konflik.

Pada tahun 1607 awak kapal Inggris termasuk John Smith (Colin Farrell) tiba di Jamestown, Virginia dalam sebuah ekspedisi untuk mencari koloni baru bagi kerajaan Inggris. Disanalah mereka bertemu dengan suku Powhatan yang merupakan penduduk asli setempat. Awalnya tidak ada masalah diantara kedua belah pihak, sampai suatu hari saat tengah menyusuri hutan John Smith tertangkap oleh suku tersebut dan hendak dieksekusi mati. Beruntung ada Pocahontas (Q'orianka Kilcher) yang menolong John Smith dari hukuman mati. John Smith kemudian malah hidup membaur dengan suku Powhatan dan diperlakukan layaknya keluarga. Dari situlah benih cinta antara John Smith dan Pocahontas mulai bersemi. Namun tentu saja cinta ini terlarang karena Pocahontas tidak boleh mencintai pria lain yang bukan berasal dari sukunya. Bahkan tanpa pengetahuan sang ayah, Pocahontas membantu para awak kapal Inggris yang tengah kelaparan di musim dingin. Sampai akhirnya sang ayah/kepala suku mengetahui perbuatan Pocahontas dan menyadari bahwa para awak tersebut tidak punya niat untuk pergi dan memang berniat terus menetap disana. Akhirnya terjadilah pertempuran tragis antara kedua belah pihak, dimana John Smith serta Pocahontas berusaha sekuat tenaga tetap mempertahankan cinta terlarang mereka.


Film ini dirilis dalam tiga versi. Yang pertama adalah versi yang ditayangkan secara terbatas pada tahun 2005 untuk memenuhi persyaratan bersaing di ajang Oscar dengan durasi 150 menit. Versi kedua adalah yang ditayangkan secara luas pada awal 2006 dengan durasi lebih pendek, yakni 135 menit. Sedangkan yang ketiga sekaligus yang saya tonton adalah extended version yang dirilis dalam bentuk DVD pada 2008 dengan durasi mencapai 172 menit. Tapi ini bukan hanya sebuah film biasa dengan durasi mendekati 3 jam, ini adalah film Terrence Malick dengan durasi mendekati 3 jam. Tentu saja seperti yang ia pertunjukkan dalam The Tree of Life, The New World masih dirangkum dengan gaya yang kurang lebih sama, hanya saja lebih realis tanpa ada adegan penuh metafora layaknya momen penciptaan alam semesta yang luar biasa itu. The New World memang bukannya tanpa dialog, tapi begitu minim dialog yang muncul dalam interaksi antar karakternya, melainkan lebih banyak menggunakan voice over dengan baris kalimat yang begitu puitis dan bersayap, hanya saja maknanya termasuk gampang dicerna hingga mudah memahaminya. 
Tentu saja karya seorang Terrence Malick selalu punya deretan gambar-gambar indah yang membuat ceritanya seolah ber-setting di dunia lain ataupun alam mimpi yang penuh dengan mimpi indah. Sosok sinematografer Emmanuel Lubezki memang sesuai dengan visi seorang Terrence Malick yang hobi menangkap gambar indah sebanyak mungkin sebelum nantinya akan dia edit sepuasnya di ruang editing. Dalam The New World hal apapun bisa terlihat begitu indah, mulai dari rerumputan, langit, sungai, bahkan sebuah peperangan tragis pun bisa disajikan dengan cantik disini. Saya juga begitu suka bagaimana kamera menangkap sosok Pocahontas yang tengah berlarian dan menari-nari dengan indahnya. Q'orianka Kilcher mungkin bukan seorang gadis yang berparas cantik bagi saya, tapi bagaimana sosoknya sebagai Pocahontas ditangkap di layar menjadi seperti tidak hanya wanita tapi bahkan makhluk paling cantik yang ada. Dengan begitu kita bisa merasakan bagaimana rasa cinta dan kekaguman mendalam yang dirasakan oleh John Smith terhadap Pocahontas. Sebuah sinematografi indah yang pada akhirnya mendapat nominasi Oscar namun (sangat disayangkan) kalah oleh Memoirs of Geisha.

The New World bukan hanya menghadirkan sebuah kecantikan tanpa arti, karena keindahan visualnya justru turut berperan besar dalam membangun suasana yang dibangun oleh ceritanya. Pada dasarnya film ini memang tentang sebuah dunia baru, namun dunia baru tersebut dapat mempunyai berbagai macam makna yang semuanya saling berkaitan dan turut terbantu oleh keindahan visualnya. Awak kapal Inggris yang tiba di Virginia memang menemukan sebuah dunia baru yang belum pernah mereka jamah. Sebuah dunia yang semuanya diisi oleh alam dan orang-orangnya hidup bersandingan dengan alam tanpa campur tangan hal selain itu selayaknya manusia modern. John Smith turut menemukan dunia baru yang ia rasakan seperti mimpi saat harus hidup bersama dengan suku Powhatan. Ini adalah sebuah kisah persinggungan manusia modern dengan mother nature yang sebenarnya begitu dekat namun terasa asing bagi mereka. Sedangkan bagi Pocahontas yang selama ini asing terhadap orang selain sukunya, pertemuan dengan awak kapal Inggris jelas membuatnya serasa hidup di dunia yang baru, apalagi setelah John Smith masuk dalam kehidupannya, Pocahontas benar-benar hidup dalam dunia yang terasa sama sekali baru. Dia merasakan cinta, konflik batin yang tidak pernah ia alami sebelumnya, bahkan akhirnya ia benar-benar hidup di dunia baru saat dibawa pindah ke Inggris.

Saya nyaris menobatkan The New World sebagai film yang sempurna dalam dua jam pertamanya, disaat gambar indah secara bergantian saling mengisi dengan plot yang mengalir lambat namun tidak pernah terasa membosankan ataupun lama. Alurnya benar-benar mengalir dengan begitu sempurna dan penuh keindahan. Sampai akhirnya paruh akhir yang sedikit mengubah rasa dan fokus filmnya muncul. Momen saat Pocahontas tinggal bersama orang-orang Inggris dan pada akhirnya bertemu dengan John Rolfe (Christian Bale) menjadi terasa kurang menarik lagi. Saat saya sudah tenggelam dalam kisah antara Pocahontas dan John Smith dengan sosok Pocahontas yang begitu indah sebagai puteri suku Powhatan, kisah antara Pocahontas dan John Rolfe yang menampilkan sosok sang puteri mulai menjadi sosok manusia modern seperi layaknya orang Inggris lain menjadi kurang menarik dan kehilangan sedikit keindahannya. Untungnya film ini kembali menemukan sentuhannya di saat mencapai konklusi. Bagian akhirnya terasa begitu indah dan menyentuh saat akhirnya Pocahontas kembali menemukan dunia baru dan akhirnya menemukan sekaligus bersatu dengan sang mother nature. Secara keseluruhan The New World nyaris sempurna dengan segala keindahan dan sisi puitisnya yang bagaikan mengarungi alam mimpi yang diisi oleh kisah cinta dan pencarian akan sebuah dunia baru.


7 komentar :

Comment Page:
Akbar Saputra mengatakan...

Waaah, selalu seru ngomongin director yg satu ini. Karya-karyanya bisa jadi dianggap bagus banget, tapi bisa juga dianggap jelek banget sama penonton yg lain. Jadi inget omongannya Christopher Plummer ttg Malick setelah kerja bareng di film ini, "He needs a writer desperately". Haha. "Kebiasaan" aneh Malick yang suka ngabisin banyak proses editing sampai berubah drastis dari cerita semula--bahkan kadang sampai ngurangin peran pemeran utama banyak banget, kayak si Adrien Brody di "The Thin Red Line"--kadang berimbas pada kurang populernya sutradara ini di mata aktor-aktor kelas kakap. Tapi emang sih, kayaknya udah ga ada sutradara modern yg bisa mainin visual begitu abstrak tapi tetap indah dan punya makna mendalam selain Malick (walaupun gw baru nonton "Tree of Life" doang -_-). Dan sutradara kayak gini emang kayaknya sulit untuk jadi the Academy's darling. Tahun ini katanya dia mau ngeluarin tiga film sekaligus, ya? Can't wait! >.<

Rasyidharry mengatakan...

Haha emang unik dia, shooting sering tanpa naskah, ngambil gambar sebanyak-banyaknya terus main edit sampai banyak aktor yang perannya ilang.
Taun ini sih kayaknya dia bakal rilis "Knighs of Cups" sama satu film lagi yang masih gak punya judul (awalnya punya judul Lawless). Katanya juga dia lagi nyiapin sebuah dokumenter yang suasana sama temanya mirip "Tree of Life". Tapi berhubung Malick sering lama di ruang editing nggak tahu deh tiga film itu rilis kapan :D

Unknown mengatakan...

Nice post ;)

Unknown mengatakan...

kayaknya wajibnonton film ini setelah menonton film the revenant .

Rasyidharry mengatakan...

Sinematografi serupa, ceritanya yang sedikit lebih "berat"

la bella vista mengatakan...

Terakhirnya dia menyatu lagi dengan alam,disitu gw baper,dia meninggal ninggalin anaknya thomas. Dikasih liat anaknya lagi jalan sendirian. Ternyata John Rolfe juga meninggal.

Unknown mengatakan...

Terakhir film nya dia bersatu gk dengan Smith