WILD ANIMALS (1996)
Pada proses syuting Crocodile yang juga merupakan fil m perdananya, salah seorang kru bertaruh pada Kim Ki-duk bahwa ia tidak akan pernah bisa membuat film untuk kedua kalinya. Nyatanya tidak sampai setahun setelah debut, Kim berhasil merilis film ini yang pada awalnya berjudul Two Crocodiles. Ada beberapa fakta menarik tentang Wild Animals. Yang pertama ini adalah satu-satunya film Kim Ki-duk yang ber-setting di luar Korea, tepatnya di Prancis sebelum 15 tahun kemudian Kim kembali membuat film dengan setting di Eropa dalam Amen. Yang kedua adalah fakta bahwa film ini dibintangi oleh Denis Lavant (Holy Motors) yang juga bermain dalam film Les Amants du Pont-Neuf garapan Leos Carax yang notabene merupakan salah satu dari beberapa film yang ditonton Kim Ki-duk di Prancis dan membuka rasa ketertarikannya pada dunia perfilman. Dibintangi juga oleh aktor kesayangan Kim, Cho Jae-hyun, Wild Animals berkisah mengenai persahabatan yang terjalin antara dua orang Korea yang secara tidak sengaja bertemu di Paris. Cho Jae-hyun sendiri disini berperan sebagai karakter yang tidak jauh berbeda dengan yang ia mainkan di Crocodile. Cho berperan sebagai Cheong-hae, seorang pelukis jalanan di Prancis yang dianggap tidak memiliki bakat oleh sesama pelukis lainnya.
Dalam kesehariannya yang Cheong-hae lakukan adalah mencuri kanvas lalu menjual beberapa lukisannya di sepanjang jalanan Paris. Suatu hari di jalan ia dibuat kagum oleh Corrine (Sasha Rucavinaa) yang merupakan seorang street performer. Cheong-hae dan Corrine pun mulai saling tertarik satu sama lain setelah melalui sebuah pertemuan pertama yang berkesan bagi keduanya. Disis lain, mantan anggota militer Korea, Hong-san (Jang Dong-jik) tengah melakukan perjalanan menuju Paris dengan menggunakan kereta. Dalam perjalanannya, Hong-san sempat mendapat bantuan dari Laura (Jang Ryun) yang merupakan kekasih dari seorang gangster bernama Emil (Denis Lavant). Melalui sebuah kebetulan. Hong-san bertemu dengan Cheong-hae. Pada awalnya mereka berdua bagaikan dua orang bermusuhan yang saling membenci satu sama lain. Namun karena merasa saling membutuhkan, mereka pun mulai bekerja sama melakukan berbagai macam pekerjaan mulai dari mengadakan pertunjukkan martial arts di jalan hingga pada akhirnya bergabung dengan organisasi kriminal. Sama seperti Crocodile, ini juga merupakan kisah dari orang-orang yang terasingkan dan terpinggirkan dalam kehidupannya.
Dibadingkan dengan Crocodile, Wild Animals jelas mempunyai penggarapan teknis yang jauh lebih baik entah itu kualitas gambar maupun tata suaranya yang tidak lagi dipenuhi noise dan perpindahan kasar antara track suara dengan scoring-nya. Meskipun memiliki setting di Paris, tetap saja atmosfer yang dibangun tidak jauh beda dengan Crocodile yang terasa "kotor" dan penuh amarah. Kemiripan sosok Cheong-hae milik Cho Jae-hyun dengan karakter Crocodile yang juga ia perankan memang menguatkan atmosfer penuh kemarahan dalam film ini. Berbeda dengan karakter-karakter utama di film-film Kim Ki-duk berikutnya, dua karakter utama yang ia munculkan dalam Crocodile dan Wild Animals adalah chatterbox yang seringkali melontarkan umpatan demi umpatan penuh amarah dari mulutnya. Hal tersebut membuat saya tidak terlalu mudah bersimpati pada karakternya, namun disisi lain pembawaan dari Cho Jae-hyn yang memikat membuat filmnya mengalir dengan begitu dinamis. Tentu saja DNA dari film-film Kim Ki-duk seperti adegan seks yang cukup vulgar serta adegan kekerasan brutal (membunuh orang dengan menusuknya menggunakan ikan yang beku) masih akan kita temui dalam film ini. Keindahan visualnya mungkin tidak terlalu menonjol tapi tata artistiknya cukup menarik khsusnya bagaimana karakter Corrine yang tubuhnya dibalut body paint putih, membuat adegan dirinya dengan Cheong-hae menjadi sebuah adegan romansa yang begitu unik.
Wild Animals merupakan satu-satunya film Kim Ki-duk yang memiliki unsur bromance di dalamnya. Sayangnya hubungan antara Cheong-hae dan Hong-san tidaklah terlalu mendalam tergali, bahkan terkadang konflik yang hadir diantara keduanya terasa dipakasakan. Namun diluar hal tersebut, saya mampu menangkap bagaimana keduanya benar-benar saling menyayangi satu sama lain dan bisa memrikan sedikit simpati pada keduanya. Padahal sesungguhnya dasar hubungan serta karakterisasi mereka berdua sudah cukup menggambarkan apa yang sebenarnya hal yang coba diangkat oleh Kim Ki-duk melalui film ini. Wild Animals adalah kisah mengenai dua orang yang hidup terasing dan terpaksa berjuang layaknya hewan liar. Hewan liar hidup dengan hukum alam dimana yang kuat memangsa yang lemah dan hal tersebut membuat mereka khususnya sosok Cheong-hae bersedia melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Semua karakter yang ada dalam film ini pada akhirnya terpaksa menjadi hewan buas yang siap memangsa siapapun yang mengganggu mereka dan melakukan apapun untuk mencapai tujuan mereka. Tentu saja sekali lagi mereka yang lebih lemah akan menjadi pihak yang kalah.
Disamping itu, Wild Animals seolah menjadi cerminan dari kehidupan Kim Ki-duk sendiri. Sama seperti Cheong-hae, Ki-duk juga pernah menjadi pelukis jalanan di Prancis dan ia juga tidak termasuk pelukis yang berhasil disana. Sedangkan Hong-san seolah merupakan cerminan dari diri Kim Ki-duk yang baru pertama kali tiba di Prancis setelah keluar dari kesatuan militer. Fakta bahwa Cheong-hae jatuh cinta pada seorang artis jalanan seolah memberikan sebuah metafora tentang bagaimana Kim Ki-duk menemukan cintanya kepada film itu sendiri ditengah kondisi hidupnya yang terasing di Prancis. Secara keseluruhan Wild Animals adalah peningkatan yang signifikan dibandingkan debut filmnya, meskpun jelas belum menyamai tingkatan yang dicapai oleh film-film Kim Ki-duk yang rilis setelah film ini. Sebagai salah satu film Kim Ki-duk yang paling straight forward tanpa terlalu banyak ambiguitas, Wild Animals berakhir menjadi sebuah kisah drama kriminal berpadu bromance yang cukup unik dan menyenangkan untuk disaksikan. Tidak ada atmosfer yang terlalu depresi juga disini. Jika ada satu hal yang terasa paling mengecewakan adalah kemampuan akting Denis Lavant yang agak terbuang percuma disini karena karakternya yang begitu terbatas. Setelah menonton film ini saya pun menarik teori saya mengenai tiga fase dalam karir Kim Ki-duk dan menggantinya menjadi empat fase. Fase pertama hanya terdiri dari Crocodile dan Wild Animals yang seolah menjadi sebuah fase pencarian jati diri Kim Ki-duk dalam mengolah kisah cinta absurd berbalut kekerasan dan konten seksual yang kental.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar