LOCKE (2013)
Film-film yang mengambil mayoritas setting hanya pada satu tempat sempit memang selalu menarik, unik dan penuh kreativitas. Tidak semua film seperti ini bagus memang karena banyak juga yang dimulai dengan meyakinkan sebelum mengendor di akhir karena kehabisan ide. Tapi tetap saja single location movie selalu menarik apalagi menanti seperti apa ceritanya berkembang dan tentunya akting pemainnya yang harus benar-benar maksimal. Tom Hardy menyusul jejak Ryan Reynolds dan James Franco dengan tampil sendirian dalam film yang berlokasi di satu tempat. Jika Reynolds harus terkurung di peti dan Franco terjebak di himpitan batu besar, maka disini Tom Hardy hanya berada di dalam mobil BMW miliknya, melintasi jalan raya selama kurang lebih dua jam. Dalam film yang disutradarai dan ditulis naskahnya oleh Steven Knight (Hummingbird) ini, Tom Hardy berperan sebagai Ivan Locke, seorang mandor konstruksi bangunan yang di suatu malam melakukan perjalanan sendirian dari Birmingham menuju London. Hanya itu saja sinopsis yang bisa saya tuliskan, karena salah satu keasyikan terbesar menonton Locke adalah mengikuti perkembangan alur dan konfliknya dari awal sampai akhir bahkan hingga detail yang terkecil sekalipun.
Yang jelas, sepanjang perjalanan yang ia tempuh Ivan Locke harus terlibat banyak pembicaraan lewat telepon dengan beberapa orang yang masing-masing dari mereka memegang peranan penting dalam berbagai konflik yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh Ivan Locke. Secara keseluruhan film ini memang hanya memperlihatkan karakter Locke menyetir dan terlibat berbagai pembicaraan lewat telepon. Bahkan jika dibandingkan dengan Buried maupun 127 Hours, Locke terasa jauh lebih sederhana dan lebih minim gejolak. Buried setidaknya memberikan rasa terancam, ketegangan akibat berpacu dengan waktu sampai beberapa misteri, sedangkan Locke meski berlokasi di dalam mobil tidak ada ketegangan apapun yang melibatkan mobil dan pengendaranya. Jangankan kejar-kejaran mobil, "nyaris kecelakaan" yang bisa menimbulkan efek kejut pun tidak ada. Tapi daya tarik utama Locke yang juga membuatnya bakal terasa "berat" memang adalah eksplorasi karakter Ivan Locke dimana seiring dengan berjalannya durasi kita akan semakin memahami bahkan bersimpati pada sosok pria yang satu ini. Locke adalah kisah tentang seorang pria biasa yang ingin memperbaiki dirinya dan berusaha untuk tidak menjadi seperti sosok yang begitu ia benci.
Berbagai konflik yang hadir begitu sederhana bahkan mungkin pernah kita semua alami di kehidupan sehari-hari. Sosok Ivan Locke sendiri adalah pria biasa yang melakukan kesalahan tapi ingin menebus semua itu. Beberapa dialog yang hadir sanggup membuat saya memahami segala keputusan yang ia ambil, ikut merasakan kegundahan dan keresahan yang ia rasakan, hingga akhirnya bersimpati padanya. Dengan segala kesederhanaan dan rasa minimalis yang ada, Steven Kngiht nyatanya tetap bisa menjadikan film ini sebagai sebuah tontonan yang dinamis, terasa emosional bahkan juga menegangkan. Konfliknya dibangun begitu rapih secara bertahap, dari yang tadinya kita merasa semuanya bisa diatasi sampai lama kelamaan menjadi semakin kacau. Tensi semakin meningkat disaat semua masalah terasa semakin kacau dan membuat Ivan Locke semakin frustrasi. Disaat dering telepon semakin sering berbunyi dengan jeda waktu yang sebentar disitulah ketegangan film ini semakin memuncak. Locke memperlihatkan bahwa sebuah perjalanan yang hanya berlangsung tidak sampai dua jam bisa merubah segalanya, dan bagaimana satu permasalahan, satu kesalahan bisa berpengaruh pada banyak hal dan menghancurkan semuanya.
Meski tidak memiliki camera work yang luar biasa seperti Buried, Locke tetap punya aspek sinematografi dan editing yang menarik sehingga setting BMW-nya tidak pernah terasa monoton. Hal ini memang beresiko, karena artinya film ini begitu mengandalkan kualitas penulisan naskah yang punya konflik minimalis, eksplorasi karakter, dan tentu saja akting Tom Hardy. Tidak hanya bagi penonton yang "awam", bagi mereka yang menyukai film-film seperti inipun Locke bisa saja membosankan jika ada aspek yang gagal dieksekusi secara maksimal. Tapi untungnya Steven Knight sanggup mengemas semuanya dengan baik. Ceritanya terbangun dengan sempurna, eksplorasi karakternya berhasil dan cukup dalam, Tom Hardy pun sanggup menghadirkan salah satu akting terbaik sepanjang karirnya. Bicara soal yang terbaik, mudah saja menyebut aktingnya di Bronson sebagai yang nomor satu, tapi sebagai Ivan Locke sesungguhnya Hardy tidak kalah hebat, karena dengan karakter yang "biasa" dalam artian tidak eksentrik seperti Charles Bronson, ia tetap sanggup membawa beban film ini sendirian. Hanya lewat gestur serta ekspresi kecil, sampai sesekali letupan yang hadir lewat umpatan "fuck!" sudah sanggup membuat saya ikut merasakan rasa dilema dan frustrasi yang ia rasakan.
"Nagih" adalah kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang saya rasakan saat mengikuti alur film ini. Saya terus menerus dibuat penasaran menantikan siapa yang menelepon Locke disaat sekali lagi telepon dalam mobilnya berbunyi. Siapa lagi yang menelepon? Perkembangan apa yang terjadi? Akan ada gangguan serta masalah apalagi? Seperti itu secara terus menerus sepanjang kurang lebih 84 menit durasinya. Tidak pernah ada rasa bosan karena rangkaian dialog yang hadir antara Locke dengan lawan bicaranya selalu terasa dinamis. Disaat seorang pria berusaha memperbaiki kesalahan yang ia lakukan dengan tulus, ia justru terancam kehilangan semuanya. Terasa ironis bukan? Saat filmnya berakhir walaupun ada secercah harapan tidak bisa dipungkiri kehampaan serta kesepian lah yang paling terasa, entah itu dalam diri Locke maupun saya sebagai penonton.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar