THE MAZE RUNNER (2014)
Ditengah begitu melimpahnya adaptasi film dari novel young adult (YA) cukup aneh juga mendapati fakta bahwa hanya franchise The Hunger Games yang benar-benar sukses dari sisi finansial dan kualitas. Banyak diantara adaptasi tersebut yang pada akhirnya gagal menjadi franchise karena film pertamanya yang flop atau dicaci kritikus. Maka saat novel The Maze Runner karya James Dashner yang kini telah mencapai 5 buku (tiga seri awal dan dua prekuel) coba diadaptasi oleh sutradara Wes Ball saya tidak terlalu antusias, tanpa tahu bahwa seri novel itu punya konsep cerita menarik dan tone yang jauh lebih gelap dari mayoritas novel YA lainnya. Film ini bercerita tentang Thomas (Dylan O'Brien), seorang remaja yang tanpa tahu apa-apa terbangun di sebuah tempat misterius bernama "The Glade". Disana ia "disambut" oleh remaja lain yang semuanya laki-laki. Dengan bantuan Alby (Aml Ameen) sang pemimpin, Thomas perlahan mulai mempelajari tempat seperti apa "The Glade" itu. Tempat itu adalah sebuah padang rumput dan hutan yang dikelilingi oleh tembok tinggi. Disana mereka semua harus bertahan hidup dengan barang-barang seadanya, dimana tiap sebulan sekali akan ada anak baru yang datang bersamaan dengan suplai makanan. Tiap anak baru selalu datang dengan ingatan yang hilang dan baru bisa mengingat nama mereka beberapa hari kemudian.
"The Glade" hanya memiliki satu pintu yang itupun tidak terdapat jalan keluar, karena di seberang pintu dan tembok hanya ada sebuah labirin yang hanya terbuka di pagi hari dan tertutup di malam hari. Setiap hari labirin tersebut selalu berubah-ubah sehingga nyaris mustahil untuk bisa menemukan jalan keluar dari sana. Untuk itulah dibuat sekelompok orang yang disebut "Runner". Mereka adalah anak-anak terkuat dan pelari tercepat diantara kelompok tersebut dan tiap hari bertugas keluar-masuk labirin guna memetakan jalan keluar dari sana. Bahaya dalam labirin itu tidak hanya dari bentuknya yang selalu berubah tapi juga dari sosok monster misterius yang disebut "Griever". Monster itu berkeliaran pada malam hari, sehingga akan sangat berbahaya jika ada orang yang gagal keluar dari labirin dan harus menghabiskan malam disana. Konon tidak ada orang yang berhasil bertahan hidup setelah bertemu dengan "Griever". Pada sebuah kesempatan, Thomas nekat untuk memasuki labirin tersebut dan tanpa ia sadari hal itu akan membawa bahaya besar bagi semua orang tapi disisi lain juga memberikan petunjuka tentang jalan keluar dari sana.
Salah satu pembeda utama dari The Maze Runner dengan kebanyakan YA lainnya memang terletak pada tone yang lebih gelap. Jika The Hunger Games terasa kelam dan lebih dewasa karena sentuhan konflik politik dan pertarungan antara remaja yang harus saling bunuh, film ini lebih terasa kelam karena banyaknya kematian, pembunuhan, pengorbanan, hingga tragedi lainnya. Mungkin tidak akan spesial jika kita membandingkan film ini dengan film-film action-thriller atau sci-fi bertema distopian pada umumnya, tapi jelas untuk ukurang YA, film ini terasa lebih kelam dan membuatnya jauh lebih menarik. Cerita yang ditawarkan juga menarik dengan berbagai macam sentuhan misteri yang secara rutin muncul sepanjang film. Pertanyaan demi pertanyaan seolah tidak berhenti dihadirkan The Maze Runner, membuat saya terus terikat pada kisahnya, bahkan tidak sabar menunggu sekuelnya. Tempat apa "The Glide"? Kenapa anak-anak itu ada disana? Apa alasan dari menempatkan mereka disana? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang berputar di kepala saya sepanjang film.
Film ini pun bisa dibilang mengikuti pola dari The Hunger Games, berkaitan dengan kenyataan bahwa ada sesuatu yang jauh lebih besar dari apa yang hadir sebagai konsep dasarnya. Ada konspirasi dan misteri yang jauh lebih besar dari sekedar remaja-remaja bertahan hidup di sebuah padang rumput yang dikelilingi labirin raksasa. Mungkin cerita dan karakter tidak sedalam The Hunger Games, tapi keseruan yang ditawarkan jelas sama, apalagi dari apa yang terlihat dari ending, franchise ini memang baru memperlihatkan dasarnya, dan belum menampilkan plot secara menyeluruh, menyimpan berbagai aspek cerita lain untuk dituturkan oleh sekuelnya. Untuk mendukung aspek misterinya film ini juga memiliki tempo yang cepat sehingga intensitasnya selalu terjaga dengan baik. Wes Ball pun berhasil mengemas tempo yang cepat itu dengan baik, tidak membuatnya menjadi terasa buru-buru dan tumpang tindih. Semuanya hadir satu per satu, rapih tapi tetap berjalan dengan cepat menampilkan adegan aksi seru dan misteri yang muncul silih berganti. Pesan yang coba dihadirkan oleh film ini pun sampai dengan baik, yaitu tentang bagaimana seseorang yang ada di tengah penderitaan secara tidak sadar menikmati penderitaan itu karena takut mengambil resiko yang harus dilalui untuk bisa menghentikan penderitaan tersebut.
The Maze Runner terasa seperti gabungan The Hunger Games dan serial televisi Lost, karena di dalamnya terdapat gabungan antara "permainan" mematikan antara remaja yang terjadi di alam liar dengan kisah tentag sekelompok orang yang tersesat di suatu tempat yang ternyata punya banyak misteri serta rahasia jauh lebih besar dari yang selama ini mereka tahu. Karakter-karakternya yang berasal dari berbagai macam ras terasa menarik, khususnya Minho (Lee Ki Hong) sang pemimpin runners yang saya harapkan bakal mendapat lebih banyak porsi untuk beraksi dan mendapat lebih banyak pendalaman karakter pada sekuelnya. The Maze Runner jelas terasa begitu menyegarkan ditengah serbuan YA yang membosankan dan berkualitas buruk. Tidak sabar menunggu sekuelnya tahun depan yang berjudul Scotch Trials.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar