KUMIKO, THE TREASURE HUNTER (2014)

2 komentar

"THIS IS A TRUE STORY. The events depicted in this film took place in Minnesota in 1987. At the request of the survivors, the names have been changed. Out of respect for the dead, the rest has been told exactly as it occurred"

Kalimat tersebut menjadi pembuka dari Fargo (1996) karya Coen Brothers, mengarahkan penonton untuk percaya bahwa film tersebut memang didasari oleh kisah nyata. Tapi benarkah rentetan hal absud dalam Fargo memang nyata? Keanehan dalam suatu film khususnya hasil buah karya Coen memang menyempitkan lingkup penonton. Banyak yang merasa berat hati untuk menerima semua itu. Maka seperti yang dikatakan Joel Coen, penambahan kalimat pembuka itu bertujuan "mempermudah" penerimaan penonton akan segala bentuk hal yang sifatnya diluar nalar, mengarahkan mereka untuk percaya bahwa semua itu adalah stranger than fiction. Dampaknya besar, termasuk dalam terciptanya urban legend tentang kematian Takako Konishi pada tahun 2001.

Gadis asal Tokyo itu ditemukan tewas pada 15 November 2001 di Minnesota. Banyak pihak termasuk media berspekulasi bahwa Takako tewas dalam usahanya mencari uang yang dikubur oleh karakter Steve Buscemi dalam Fargo. Takako dikabarkan percaya bahwa film tersebut memang sepenuhnya berdasarkan kisah nyata. Sebuah kisah yang ternyata sama palsunya dengan Fargo itu sendiri. Takako sesungguhnya tewas bunuh diri karena merasa tertekan oleh pekerjaannya. Urban Legend itulah yang mendasari ide penciptaan naskah film ini oleh David dan Nathan Zellner. Sosok Takako digantikan oleh Kumiko (Rinko Kikuchi), perempuan 29 tahun yang hidup dalam kesendirian. Dia memilih tinggal sendirian meski sang ibu terus memaksanya untuk pulang. Tidak hanya itu, Kumiko juga terus dipaksa oleh ibunya untuk segera mencari calon suami. 
Kehidupannya di tempat kerja pun tidak lebih berwarna. Di tengah wanita-wanita muda yang ceria dan selalu membicarakan mode penampilan terbaru, Kumiko selalu diam menyendiri sebagai outsider. Dia pun membenci sang bos yang selalu memberikan tugas-tugas yang tidak Kumiko sukai seperti membawa baju ke laundry atau memberikan kado ulang tahun pernikahan. David Zellner selaku sutradara coba mempertunjukkan betapa terkucilnya kehidupan Kumiko. Kita tidak pernah sekalipun mendapati Kumiko terlibat dalam interaksi sosial yang ia nikmati dengan manusia lain. Satu-satunya hubungan menyenangkan dalam keseharian Kumiko adalah dengan Bunzo, kelinci peliharaannya. Dalam kondisi terasing seperti itu, seseorang tidak akan bisa mempertahankan "kewarasannya", apalagi jika telah terjadi dalam waktu lama seperti yang dialami Kumiko. Anda bisa melihat berbagai eksperimen yang bermain-main dengan "kondisi isolasi" dan mendapati tidak butuh waktu lama bagi subyek untuk mulai merasakan kecemasan bahkan halusinasi.

Satu-satunya yang bisa menjaga seseorang dari kehilangan kewarasan dalam kondisi terkucil adalah jika ia disibukkan oleh suatu rangkaian aktivitas yang disukai. Dengan begitu fokusnya tetap terjaga dan pikirannya tersibukkan. Kumiko sejatinya memiliki pengalih itu, yakni obsesinya terhadap harta karun dalam film Fargo. Kumiko percaya bahwa film itu adalah kenyataan, dan uang yang dikuburkan memang benar ada disana. Zellner menggunakan hal itu untuk menyajikan ironi, disaat satu-satunya tujuan hidup sang karakter utama justru sebuah hal yang akan membawa kehidupannya semakin jauh menuju kesendirian, keputusasaan dan kehampaan. Salah satu kelebihan terbesar Kumiko, the Treasure Hunter adalah percampuran suasana hopeful dengan helpless disaat yang bersamaan. Dua hal bertolak belakang itu mampu disatukan oleh Zellner, hingga tercipta kepedihan dalam hati penonton saat mengikuti pencarian Kumiko akan harta karun yang tidak pernah ada. 
Dari situ terciptalah simpati. Kumiko begitu percaya akan keberadaan harta tersebut, bahkan mencurahkan segala daya upaya, mengabdikan hidupnya untuk menemukan itu. Dalam satu lagi penampilan yang mengeluarkan sisi terdalam seorang manusia, Rinko Kikuchi sebagai Kumiko mampu membuat saya meyakini hal tersebut. Meyakini bahwa dalam tatapan matanya tersimpan harapan serta kepercayaan yang teramat besar akan sejumlah harta yang tengah ia cari. Penonton akan peduli, karena kita tahu bahwa harapan yang begitu tinggi dari perempuan polos ini hanya akan menuntunnya menuju akhir yang tragis. 

Berbekal eksplorasi tema mendalam dan sinematografi garapan Sean Porter, film ini juga berhasil menyajikan suasana yang sempurna mewakili kehidupan Kumiko. Sunyi, dingin dan begitu terasing. Tidak hanya dalam lingkungan sosial tempat ia tinggal, Kumiko semakin terkucil saat pencariannya sampai ke Amerika. Dia sendirian di negeri yang asing tersebut, mendapati bahwa dirinya tidak siap menghadapi benturan budaya yang terbentang mulai dari perbedaan bahasa sampai cuaca yang ekstrim. Cultural barrier cukup banyak digali oleh Zellner, termasuk saat seorang polisi (diperankan sendiri oleh David Zellner) berusaha mencari penerjemah bahasa Jepang bagi Kumiko di sebuah restoran Cina. Eksplorasi akan tema tersebut membuat penonton lebih mudah merasakan rasa "tersesat" yang dialami karakternya. Begitu pula gambarnya yang terasa "dingin", bahkan sebelum filmnya bergerak ke Minnesota yang bersalju. Gambaran Kumiko dengan kerudung merahnya di hamparan salju putih mengesankan keindahan di tengah kepedihan, sama seperti ironi saat harapan dipenturkan dengan keputusasaan yang dieksplorasi film ini.

Verdict: Kemana fantasi dan impian indah akan membawa seseorang? David Zellner membawa dua sisi bertolak belakang secara berdampingan disini. Kumiko, the Treasure Hunter adalah kisah tragis yang bersembunyi dalam keindahan harapan yang sesungguhnya semu seperti opening dan ending-nya.

2 komentar :

Comment Page:
Ulul Azmi mengatakan...

Boleh request review film Unfriended (2015) ? ^^

Rasyidharry mengatakan...

Masuk waiting list kok, cuma belum dapet filmnya aja