THE CASE OF HANA & ALICE (2015)

5 komentar
"The Case of Hana & Alice" is definitely a weird case. Bukan karena ceritanya, melainkan pilihan Shunji Iwai untuk mengemasnya sebagai medium animasi. Film ini sendiri merupakan prekuel dari Hana and Alice, sebuah live-action yang rilis tahun 2004. Kenapa Iwai merasa perlu mengemasnya sebagai animasi? Tentu bukan sekedar sebagai gaya-gayaan belaka. Dengan cara ini dia tidak kehilangan jiwa kedua tokoh utamanya, karena Anne Suzuki dan Yu Aoi bisa kembali memerankan karakter Hana dan Alice meski hanya lewat suara. Bayangkan betapa dipaksakannya jika kedua aktris yang masing-masing telah menginjak usia 28 dan 30 tahun itu harus memerankan remaja SMP. Menggunakan aktris baru pun berpotensi menghilangkan nyawa karakter, dan lagi akan kurang relevan jika paras mereka berubah mengingat prekuel ini hanya ber-setting kurang lebih satu tahun dari pendahulunya.

Alice (Yu Aoi) adalah remaja 14 tahun yang baru pindah bersama sang ibu setelah kedua orang tuanya bercerai. Alice adalah gadis penuh semangat yang akan dengan mudah membuat penonton jatuh cinta. Dia adalah tipikal orang yang tidak segan menjadikan tiap langkahnya di jalan layaknya tarian. Alice bukan pula gadis yang lemah, dimana dalam salah satu adegan ia tidak segan memukul salah satu siswa yang mem-bully-nya. Bagaimana voice acting Yu Aoi yang mampu menjadikan Alice sebagai sosok penuh semangat sekaligus lucu pun makin memudahkan penonton menyukai sosoknya. Tapi dengan semua karakteristik tersebut, kehidupan di lingkungan baru tetap tidak mudah bagi Alice. Teman-teman di sekolah bersikap ketus bahkan menjauhi dirinya. Keanehan itu ditengarai ada kaitannya dengan berita meninggalnya seorang siswa bernama Judas yang konon diracuni oleh keempat istrinya. 

Kasus misterius nan aneh itu pula yang nantinya akan mempertemukan Alice denngan Hana (Anne Suzuki). Berlawanan dengan Alice, Hana adalah gadis pendiam nan misterius yang sudah setahun lebih mengurung diri di dalam kamar dan tidak pernah masuk sekolah. Hana sendiri tinggal bersebelahan dengan Alice dan dalam beberapa kesempatan terlihat mengamati Alice secara diam-diam dari kamarnya. Dari sinilah persahabatan keduanya akan dimulai. Persahabatan aneh mengingat sosok mereka yang sekilas berseberangan. Semakin aneh disaat hubungan itu dipersatukan oleh sebuah kasus aneh yang tidak terdengar masuk akal sedikitpun. Bagaimana mungkin siswa SMP kelas 9 mempunyai empat istri? Betulkah arwahnya masih terus bergentayangan di kelas? 
Dengan berbagai misteri tersebut nyatanya Shunji Iwai sama sekali tidak berniat mengemas The Case of Hanna & Alice sebagai sajian misteri, kriminal ataupun drama investigasi ala kisah detektif. Memang Hana dan Alice pada akhirnya berusaha menyelidiki kebenaran dibalik "kematian" Judas, tapi bukan itu poin utamanya. If a murder mystery story is what you want, than you'll be disappointed. If you disappointed because of that, than you're missing the point of this movie. Tapi misteri itu juga bukan sekedar pemanis latar tanpa esensi. Kita harus menilik kembali seperti apakah pertemanan antara Hana dan Alice. Sekali lagi karena kepribadian masing-masing, hubungan itu nampak tidak wajar. Jadi diperlukan situasi tak wajar pula untuk menyatukan keduanya. Iwai menyajikan itu dengan penuh kehangatan sekaligus kejenakaan yang membuat saya terikat baik oleh karakter maupun ceritanya. Tentu saya penasaran dengan kebenaran kasusnya, but in the end it doesn't matter at all

Semua yang terjadi dalam film ini menjurus kearah satu hal, yakni kebenaran yang tersimpan. Banyak situasi maupun karakter (termasuk Hana) yang disalah artikan. Kasus pembunuhan Judas, saat Alice mengira Hana terseret oleh truk yang menyebabkan kehebohan massal, atau pertemuan Alice dengan seorang pria tua yang dikhawatirkan oleh Hana sebagai penculik. Begitu hebat kekuatan sebuah kata. Tidak butuh banyak usaha untuk menyebarkan suatu kabar, menjadikan suatu hal buram menjadi fakta yang dipercaya khalayak umum. Begitulah cara Iwai memberikan cerminan akan cara masyarakat masa kini memandang sebuah kebenaran. Tanpa berusaha mencari tahu, begitu saja mereka percaya akan sesuatu. Maka investigasi Hana dan Alice bukanlah mengutamakan pada misteri, melainkan esensi dari pencarian kebenaran. Saya suka cara Iwai menturukan drama penuh makna itu secara subtle, efektif, namun tetap dipenuhi kesenangan.
Kekuatan lain dari film ini terletak pada visual animasinya yang mengingatkan akan Waking Life-nya Richard Linklater. Tapi Shunji Iwai tidak menerapkan gaya yang sepenuhnya serupa. Dia mengambil kesan realistik dari visual tersebut, namun menambahkan berbagai pemanis, sehingga di tengah kesan nyata tetap ada keindahan fantasi seperti kilauan cahaya merah/biru yang kerap kali muncul. Penggunaan animasi pada prekuel ini pun memberi jalan bagi Iwai untuk menangkap unsur kehidupan remaja SMP yang penuh warna. Karakternya ada pada usia dimana naik-turun kehidupan masih menjadi palet warna yang menyenangkan. Atmosfer itu pula yang akhirnya mampu saya rasakan dalam film ini. Lewat media animasi pula berbagai kelucuan situasi serta tingkah polah menarik dari Alice bisa dimaksimalkan. Karena dengan pemaparan live-action bisa saja semua itu terasa bodoh, berlebihan, ataupun mengganggu. Berkat itu saya berhasil dipuaskan karena tawa yang berulang kali hadir.

Salah satu permasalahan yang dimiliki film ini terletak pada supporting character. Bukan berarti mereka tidak menarik, karena jutru sebaliknya, sosok seperti Fuko yang childish atau Mu dengan segala keanehannya mampu mencuri perhatian. Sayangnya setelah pertemuan Alice dengan Hana, mereka berdua justru menghilang. Tapi meski disayangkan, saya bisa memaklumi karena kebutuhan filmnya memang mengharuskan fokus penuh terhadap hubungan dua karakter utamanya. Satu aspek lain yang cukup mengganggu adalah pemaparan Hana dari sosok misterius mendadak menjadi lebih cerah. Saya tahu hal itu merupakan intensi Iwai demi menghadirkan kesan bahwa "Hana tidak seperti yang kita kira", tapi untuk hal ini saya sedikit merasa dibohongi. Tapi beberapa poin tersebut merupakan kekurangan minor jika dibandingkan segala kepuasan yang saya dapatkan dari The Case of Hana & Alice. Bahkan jika belum menonton film pendahulunya pun, prekuel ini tidak akan membuat anda tersesat. Bahkan mungkin bakal timbul ketertarikan untuk menonton film tersebut.


5 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

Wah! Saya boleh minta film nya nggak mas? Kebetulan saya juga di Jogja dan fans nya Shunji Iwai, dari dulu belom kesampean nonton yang ini. Hehe.

Rasyidharry mengatakan...

Boleh kok boleh, tapi sebenernya di warnet ada kok nih film :)

Unknown mengatakan...

Wah ternyata di folder movie animasi , aku nyarinya di folder movie anime hahaha pantes daridulu ga ketemu-ketemu :')

Rasyidharry mengatakan...

Kalo di warnet animasi asia bisa ada di 3 tempat, anine, animasi, film asia :D

Anonim mengatakan...

Film favoritku