JACKIE (2016)

8 komentar
Pada 14 Februari 1962, Jacqueline "Jackie" Kennedy lewat acara "A Tour of the White House with Mrs. John F. Kennedy" mengajak pemirsa televisi berkeliling Gedung Putih supaya publik tahu seperti apa rupa tiap sudut kediaman Presiden Amerika Serikat tersebut. Kini giliran Pablo Larrain membawa kita memasuki ruang personal Jackie, menyingkap isi hati Ibu Negara termuda ketiga ini pasca pembunuhan terhadap John F. Kennedy. Ketimbang merangkum seluruh perjalanan hidup sang titular character, "Jackie" mengetengahkan bagaimana ia menghadapi duka atas kematian sang suami yang oleh filmnya dikemas jujur, apa adanya, menghormati tanpa pernah mengultuskan. 

Keabsahan cerita film ini mungkin bisa diperdebatkan, namun layaknya catatan sejarah mana pun, tiada kebenaran hakiki melainkan satu versi yang disepakati bersama. Di awal film, Jackie (Natalie Portman) menegaskan pada seorang jurnalis (Billy Crudup) yang hendak melakukan wawancara bahwa kisah yang akan si jurnalis dengar dan tulis adalah versinya. Kalimat itu seolah digunakan Noah Oppenheim selaku penulis naskah guna menegaskan perspektifnya kepada penonton. This is a story about Jackie Kennedy from Jackie Kennedy herself. Beberapa bagian naskah sendiri dibangun berdasarkan wawancara Theodore H. White dari majalah Life dengan Jackie. 
Pendekatan konvensional akan memposisikan kisah ini sebagai setup dengan puncak berupa pembunuhan John F. Kennedy. Oppenheim memilih jalan lain. Peristiwa tersebut tetap ditampilkan, tapi sekilas saja. Bukan untuk tujuan akhir melainkan pemicu gejolak yang mesti ditemui protagonis. Alurnya bergerak acak memperlihatkan Jackie sebelum kematian John (pengambilan gambar tur Gedung Putih) sampai setelah, ketika status First Lady memaksanya berurusan dengan tetek bengek urusan seremonial, kenegaraan, serta intensi beragam dari bermacam pihak alih-alih bebas membenamkan diri dalam kesedihan. Semua menghampiri Jackie begitu cepat, dengan jangka waktu teramat singkat. Poin ini jadi titik penting naskahnya, menjelaskan mengapa dia sangat terpuruk. 

Keterpurukan Jackie menghasilkan observasi kompleks seputar pilu akibat kehilangan orang tercinta. Umumnya, ketika seseorang meninggal, kerabat yang ditinggalkan bakal bermulut manis, mendeskripsikan sosok almarhum bak manusia sempurna. Jackie awalnya mengembangkan kesan serupa termasuk kala kukuh memaksakan prosesi pemakaman besar-besaran demi menghormati jasa John sebagai Presiden. Tapi seiring waktu berjalan, semakin sering Jackie mengungkapkan perasaan baik verbal maupun respon dalam keheningan, timbul ambiguitas. Apakah Jackie melakukan semua bagi mendiang sang suami, atau untuk dirinya sendiri yang mencintai glamoritas? "Jackie" tidak ragu memancing pertanyaan tersebut, membungkusnya jadi studi terang-terangan tanpa perlu terkesan menyerang objek penceritaannya. She's lovable but not a saint. She loves her late husband but doesn't think that he was perfect. 
Jacqueline Kennedy bukan saja Ibu Negara. Berkat figur feminin, paras cantik dan busana modis, ia juga merupakan fashion icon, membuat para pria tersenyum jatuh hati pula diidolakan wanita. Termasuk melalui program "A Tour of the White House with Mrs. John F. Kennedy", figur politik tak lagi membosankan karenanya. Sehingga menarik ketika wanita yang dikenal mempesona dan menghembuskan nyawa ke Gedung Putih ini ditampilkan dalam fase sedemikian berbeda, diselimuti amarah, kesedihan, putus asa, hilang arah. Walau untuk penonton di luar Amerika yang kurang familiar dan tidak merasa "memiliki" Jackie, penggambaran itu takkan seberapa menusuk.

Mewakili kesan glamor dan kegemaran Jackie kepada seni, filmnya menonjolkan estetika tiap sisi departemen artistik. Desain produksi buatan Jean Rabasse piawai mereplikasi interior mewah Gedung Putih termasuk detail ornamen yang apabila anda bandingkan dengan footage "A Tour of the White House with Mrs. John F. Kennedy" nampak persis. Scoring orkestra gubahan Mica Levi (mendapat nominasi Oscar) mengiringi nyaris di tiap situasi, berfungsi mendramatisasi, megah, sanggup menyiratkan ironi suatu tragedi. Sedangkan desain kostum dari Madeline Fontaine (also an Oscar nominee) sukses mereka ulang busana-busana Jackie Kennedy yang khas berhiaskan warna-warni memikat mata.
Pengadeganan Pablo Larrain kerap mengandalkan close-up agar mendekatkan penonton pada ekspresi Jackie, memaksimalkan observasi. "Jackie" lebih banyak disusun oleh presentasi momen-momen personal saat sang tokoh utama membenamkan diri dalam beragam rasa daripada suguhan narasi linier konvensional di mana keheningan sering mendominasi ketimbang paparan aksi. Bahkan kalau mau, Larrain bisa saja menjadikan film ini tontonan kontemplatif "Malick-esque". Larrain memamerkan kapasitasnya bertutur mengandalkan gambar tanpa perlu deskripsi verbal gamblang atas sebuah situasi. Pergerakan alur acak pun dapat ia tangani, tersusun rapi, walau keputusan berfokus pada curahan emosi Jackie makin lama terasa repetitif. 

Disokong jajaran nama besar yang bermain baik sesuai porsi masing-masing seperti Peter Sarsgaard, Greta Gerwig, sampai John Hurt dalam salah satu peran terakhirnya sebelum meninggal awal tahun ini, "Jackie" tetaplah panggungnya Natalie Portman. Sang aktris mampu "menghidupkan kembali" Jacqueline Kennedy. Coba saksikan footage lawas yang menampilkan Jackie, maka anda bakal melihat ketepatan Portman berekspresi dan bergerak, bahkan hingga gestur kecil semisal gerakan kepala. Cara bicaranya pada adegan tur Gedung Putih mungkin terdengar bagai imitasi belaka, namun tak sampai jatuh ke ranah parodi. Seringnya kamera menyoroti wajahnya dari dekat Portman manfaatkan sebagai sarana berbicara memakai mimik wajah kuat, membuat penonton mudah menangkap betapa kalut dan rumitnya isi hati Jackie. Karena duka dan kematian bukan hal sederhana, terlebih jika anda wanita nomor satu negara adidaya.  

8 komentar :

Comment Page:
hilpans mengatakan...

Kekny natalie bakalan dpet oscar lagi nih...jadi inget film biografi the queen ..oscar utk hellen miren

Unknown mengatakan...

Bang. Utk selanjutnya review Elle dong.

Rasyidharry mengatakan...

Oh nggak. Best Actress udah pasti didapat Emma Stone. Urutan peluangnya:
Emma Stone - Isabelle Huppert - Natalie Portman - Meryl Streep - Ruth Negga

Rasyidharry mengatakan...

Elle udah pernah di-review......di kolom komentar :D
Next The Salesman deh, baru prediksi Oscar.

Unknown mengatakan...

Hell or High Water udah prnh diripiuw blm bang?

Rasyidharry mengatakan...

Beberapa film Oscar (Elle, Nocturnal Animals, Hell or High Water, A Man Called Ove) udah ditonton lama tapi nggak sempat review :)

Zulfikar Knight mengatakan...

Teknik kamera di film ini mirip film-film jadoel ya? Warnanya agak-agak gimana gitu serta aspect ratio nya.

Rasyidharry mengatakan...

Pengaruh coloring. Kalau aspect ratio beberapa 1.33 : 1, beberapa 1.66 : 1