PERSONAL SHOPPER (2016)
Rasyidharry
Mei 28, 2017
Bagus
,
Drama
,
France Film
,
Kristen Stewart
,
Nora von Waldstätten
,
Olivier Assayas
,
REVIEW
,
Thriller
,
Ty Olwin
4 komentar
Judul dari kolaborasi kedua antara sutradara Olivier Assayas dengan Kristen Stewart setelah Clouds of Sils Maria yang membawa sang aktris menjadi orang Amerika pertama yang memenangkan Cesar Awards ini merujuk pada profesi tokoh utamanya, Maureen Cartwright (Kristen Stewart). Sepanjang film, kita mendapati Maureen mengendarai motor berkeliling Paris, mengambil gaun dan aksesoris mahal untuk ia berikan pada bosnya, Kyra (Nora von Waldstätten), seorang selebritis. Sementara Kyra mendatangi pemotretan maupun acara bertabur bintang satu ke lainnya, Maureen hanya bisa diam, memendam berhasrat karena tak diperkenankan mencoba gaun-gaun mahal tersebut.
Tapi "kekangan" yang Maureen alami bukan itu saja, dan poin berikutnya menggiring Personal Shopper menuju alam lain penuh keanehan misterius. Pada adegan pembuka, Maureen bermalam di rumah kosong milik Lewis, saudara kembarnya yang meninggal akibat serangan jantung (Maureen pun memiliki kondisi serupa). Sebagaimana saudaranya pula, Maureen punya kemampuan berkomunikasi dengan hal gaib. Di rumah itu, Maureen menunggu arwah Lewis mengirimkan sebuah tanda, sesuatu yang dahulu sempat ia janjikan saat masih hidup. Proses menantikan pesan spiritual itu menahan Maureen di Paris meski ia membenci pekerjaannya bersama Kyra, dan sang kekasih, Gary (Ty Olwin) tengah berada di Oman.
Personal Shopper adalah hibrida studi karakter yang mencari makna kehidupan di tengah kekangan dari sosok hidup dan mati, Hitchcockian thriller, hingga horor supranatural yang jauh lebih mengerikan dibanding suguhan horor arus utama. Menyelami dunia spiritualisme penuh ketidakpastian memberi Assayas kebebasan menuangkan segala keanehan tak terduga, menciptakan misteri yang mempermainkan asumsi penonton. Atensi kita bakal direnggut dan ketegangan tersulut, sebab kita takkan pernah tahu apa yang disiapkan Assayas di balik dinding-dinding gelap rumah Lewis atau di ujung percakapan pesan singkat antara Maureen dengan stalker misterius yang bahkan tidak ia ketahui masih hidup atau sudah mati.
Guna mewujudkan ketakutan yang dialami Maureen (juga penonton), Assayas enggan memakai formula klise horor. Musik dan bunyi-bunyian lain diminimalisir, false alarm pun ditiadakan, di mana hal yang kita lihat maupun dengar sungguh-sungguh terjadi juga sama dengan yang dilihat dan didengar sang protagonis (kecuali satu momen creepy ketika jauh di belakang Maureen samar-samar nampak sesosok pria). Kamera bergerak perlahan, seolah Assayas sedang mencekik penonton menggunakan penantian ditemani ketidaktahuan serta ambiguitas. Terkait ambiguitas dan kesubtilan, hantu dalam film ini pun tak muncul dalam tampilan segamblang horor mainstream, namun efektif memancing kengerian, terlebih Assayas cerdik memilih timing sewaktu penonton tidak berekspektasi bakal dijejali teror.
Kepiawaian Assayas mengolah tensi tergambar dalam pertukaran chat Maureen dan sang stalker yang membuktikan bahwa pembicaraan melalui pesan telepon genggam pun dapat berujung cinematic thriller kelas satu. Menegangkan sekaligus memunculkan penasaran, momen tersebut turut menyiratkan sensualitas. Merasa terganggu di awal, Maureen pelan-pelan membuka diri, menceritakan rahasianya pada si sosok misterius, bahkan kemudian seolah tersulut hasratnya, lalu sadar tidak sadar menikmati "obrolan" kental voyeuristic manner. Pun dalam diri Maureen seperti timbul fetishism terhadap barang-barang milik Kyra yang kelak mendorongnya bermasturbasi di atas kasur sang bos sembari mengenakan baju miliknya.
Kristen Stewart memantapkan posisinya selaku salah satu aktris Hollywood paling "berbahaya" saat ini lewat satu lagi performa magnetik, mengandalkan karisma dari kecanggungan kala berinteraksi ditambah pilihan detail-detail gestur menarik sehingga aktivitas sederhana macam mengambil kopi sekalipun menyenangkan disaksikan. Penekanan sinema Eropa termasuk Prancis akan realisme cerita membentuk para aktornya memperagakan penampilan serupa, dan Stewart pun demikian. Tanpa ledakan emosi, performanya pasca Twilight Saga mencerminkan bentuk modifikasi artistik dari gerak laku realita. Membumi namun indah kala diamati lebih lanjut.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
4 komentar :
Comment Page:Bang ditunggu review berlin syndrome nya teresa palmer..
Certain Woman please
setuju.. no false alarm, (hampir) terasa nyata om :)
Udah berusaha nebak, sampe akhirnya salah. Meaningful horror movie. Salah satu penampilan terbaiknya Stewart. Film horor favorit 2016 saya kedua, setelah The Witch.
Posting Komentar