WONDER WOMAN (2017)
Rasyidharry
Mei 31, 2017
Action
,
Allan Heinberg
,
Chris Pine
,
Connie Nielsen
,
Fantasy
,
Gal Gadot
,
Lumayan
,
Patty Jenkins
,
REVIEW
48 komentar
Setelah penantian panjang dan mencuri perhatian lewat kemunculannya di Batman v Superman: Dawn of Justice, Wonder Woman akhirnya datang untuk menyelamatkan keberlangsungan DC Extended Universe (DCEU) serta film bertemakan pahlawan super wanita yang terdiri atas judul-judul gagal total macam Elektra dan Catwoman. Menyebut karya sutradara Patty Jenkins (Monster) ini sebagai installment terbaik DCEU maupun film superhero wanita terbaik sejatinya tak banyak berarti mengingat standar rendah yang dipasang keduanya sejauh ini, namun begitulah adanya. Wonder Woman is a very entertaining (if not good) movie and you should watch it.
Dibuka oleh adegan masa kini selaku satu-satunya penghubung dengan keseluruhan DCEU, Diana Prince (Gal Gadot) mengingat kembali masa lalunya, sejak ia dibesarkan sebagai Puteri di Themyscira, pulau di mana hanya ada perempuan. Sejak kecil Diana terobsesi berlatih bela diri setelah mendengar banyak cerita sang ibu, Hippolyta (Connie Nielsen) tentang peperangan para dewa. Diana akhirnya tumbuh menjadi ksatria Amazon perkasa, sampai kedatangan Kapten angkatan udara Amerika Serikat, Steve Trevor (Chris Pine), membawanya ke dunia manusia di mana Perang Dunia I tengah pecah guna memenuhi takdirnya yang selama ini tidak Diana ketahui.
Merupakan pahlawan super wanita paling dikenal, perilisan Wonder Woman dianggap penting selaku simbol perjuangan dan kekuatan wanita. Walau awal penciptaannya merupakan ekspresi hasrat William Moulton Marston akan bondage, Wonder Woman kini berkembang menjadi ikon feminisme. Naskah Allan Heinberg mengolah unsur tersebut, menyentil sistem patriarki (that "secretary is a slavery" joke), menegaskan bahwa Diana tak gentar di hadapan para pria (menghardik para Jenderal yang menurutnya pengecut) dan menolak diatur keputusannya oleh mereka (pernyataan "What I do is not up to you" bagi Steve). Walau demikian, usungan pesannya tidak eksklusif, bersifat umum sehingga bisa mewakili semua golongan yang memperjuangkan haknya.
Film ini terasa universal karena secara keseluruhan cenderung menggali tumbuh kembang seseorang. Heinberg jeli bermetafora, memposisikan perjalanan Diana menjadi coming-of-age kala individu yang tumbuh bersama ajaran nilai-nilai moral, memandang dunia lewat spektrum hitam-putih, sampai akhirnya terbentur realita pahit. Heinberg memastikan penonton memahami transformasi Diana menuju Wonder Woman yang kita kenal bersama setelah menemui kompleksitas dunia sekaligus berbagai kehilangan. Sayangnya Jenkins kurang berhasil menjalin emosi. Terdapat dua peristiwa penting pembentuk kepribadian Diana yang semestinya emosional tetapi berlalu begitu saja.
Lain halnya soal paparan aksi. Jenkins efektif memanfaatkan slow motion demi menekankan betapa Wonder Woman adalah sosok badass. Puncaknya terletak di no man's land sequence tatkala Diana terjun ke medan perang, kali pertama memperlihatkan keperkasaan pada dunia. It's such an exciting and uplifting moment, when a woman steps into a brutal battlefield where no man can conquers it. Begitu kuat momen satu ini, sehingga tak pernah mampu ditandingi aksi-aksi berikutnya, termasuk klimaks generik pun terasa menggampangkan kebangkitan Diana. Kemunculan Ares justru lebih melemahkan ketimbang membantu. Selain karakterisasi one-dimensional, sebagai seorang Dewa Perang yang sempat merepotkan Zeus, Ares jelas terlampau lemah dan mudah dikalahkan.
Serupa gelaran klimaks film DCEU lain, penonton kembali disuguhi banjir CGI. Green screen mendominasi, dihiasi ledakan-ledakan dan kilatan cahaya. Masalahnya, kualitas CGI Wonder Woman tergolong lemah, kerap terasa kasar sampai terkesan clumsy. Kekurangan ini bukan berlaku pada puncak pertempuran saja, melainkan sepanjang film. Pemicunya jelas bujet "hanya" $149 juta yang notabene terkecil di antara kompatriotnya sesama film DCEU. Bandingkan dengan $300 juta bagi Dawn of Justice. Bahkan Suicide Squad saja punya modal $175 juta.
Membawa beban berat memerankan tokoh pahlawan super ikonik, Gal Gadot memiliki karisma tingkat tinggi, pula believable sebagai ksatria tanpa kenal takut yang menikmati pertempuran, penuh percaya diri, tersenyum menyeringai kala berhadapan dengan musuh dan medan perang yang akan membuat prajurit gagah berani sekalipun gentar. Meski harus diakui beberapa pengucapan kalimat, ekspresi, serta gestur sang aktris masih sering tampak dibuat-buat. Di sisi lain Chris Pine adalah charm magnet, membuat Steve yang dalam komik atau serial televisi 70an bagai damsel in distress versi laki-laki amat likeable, pun mulus melakoni serangkaian bagian komedik menggelitik.
Selipan humor hadir secukupnya, sangat membantu membawa 141 menit filmnya tidak kering melalui beragam kecanggungan Diana menghadapi lingkungan asing juga laki-laki. Wonder Woman memang berbeda dibandingkan rilisan DCEU sebelumnya. Tidak ragu mengundang tawa, namun lebih dari itu, ketika Superman sibuk berkontemplasi dan Batman gemar menghabisi penjahat, Wonder Woman beraksi mengedepankan cinta. Mengingatkan lagi hakikat superhero yang ada untuk melindungi, mengembalikan harapan bagi umat manusia di tengah setumpuk kemelut dan pertikaian. Wonder Woman mengusung harapan serupa, dan tentunya harapan bagi DC dan Warner Bros, bahwa proyek shared universe mereka masih punya kekuatan melaju kencang.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
48 komentar :
Comment Page:Andai lawan Ares kayak Supes duel ama Zod....
Zod lebih menarik karakternya, tapi eksekusi action-nya nggak lebih oke. Sampai tidur dulu nonton klimaks MoS haha
Gal gadot cantik terus sepanjang film.. dah gitu aja.
Ketika Gisele (Fast Five) yang jago berkendara motor berubah menjadi wanita tangguh.
Btw WW ada credit scene-nya gak ya bang buat menjembatani ke Justice League gitu ?
Setuju Ama CGInya yg masih nanggung,,,Kecewa Juga Ama Ares Yang Cuma 'Segitu Doang', Padahal Di Game & Komiknya Strong Banget. Steve Trevors jelas jadi salah Satu Karakter Paling menarik dan Gw Gak Pengen Liat (aah spoiler ending) dan Gal Gadot Tentunya yg mau ngapain aja tetap Cantik. :D
bang gimana caranya bedain CGI bagus sama yang kurang bang? selain emang kelihatan jelek gitu?
Waaaah aku kira kamu akan memberi bintang 4 untuk Gal Gadot iniii :3
Btw aku jarang nonton film superhero, apalagi yang jagoannya cuma satu kayak Wonder Woman ini, tapi ternyata ini asyik sekali siih. Sukaaa x))
Dan ya, Chris Pine nya charming sekaliii cocok lah menandingi cantiknya Gal Gadot yang gak pernah bosen ditatap xD
Akhirnya aku tahu gimana dia dapat nama Diana Prince, soalnya di kampung halamannya dia cuma dipanggil Diana.
Sayangnya gak dijelasin bagaimana dia dapat julukan Wonder Woman.
Kalo Batman kan dia jelas2 ngucapin "I'm Batman", lalu Superman gara2 lambang keluarga El yg mirip dengan huruf S.
Nggak ada. Justice League kan hampir 3 jam jadi semua jembatan tumplek di situ :D
Nggak spoiler kok, semua yang udah nonton BvS harusnya tahu nasib Steve :D
Semakin nggak kelihatan real ya semakin jelek. Walau kudu dilihat lagi konteks adegan & filmnya. CGI jelek buat monster (unsur fantasi) jelas lebih bisa diterima daripada CGI buat hal real kayak manusia dll. Di Wonder Woman, dua hal itu jelek semua
Hehe yes, kayak pernah kubilang dulu, kalau di bawah 4 bisa dibilang kecewa sebenernya.
Tuh kan, cuma cuma blogger kondang T.R. aja yang bilang Gal Gadot nggak cantik :D
Belum aja paling. Sebenarnya origin nama mayoritas superhero sama kok, pemberian media. Wonder Woman paling juga gitu nanti
Senangnya akhirnya ada movie superhero wanita yg punya nilai kritik TINGGI.
Sebelumnya ada Supergirl (1984), Catwoman dan Elektra yg rendah banget nilai kritiknya.
Overall menurutku lumayan kece sih, Dan saya tumben sependapat ama RT untuk masalah rating nya :) 9/10
Supergirl padahal lumayan fun kalau bisa terima nuansa campy-nya. Dan Helen Slater cakep banget :D
Akhirnya bisa tenang juga karena gak ada credit scene-nya. Beda bgt ya bang sma Marvel yg slalu ada credit scene-nya.
Jadi gak sabar nunggu bulan November.
November yang mana nih? Justice League atau Thor: Ragnarok haha
Rada susah ngejelasin gimana CGI jelek itu. Harus sering nonton film jadi mata bisa terlatih. Contohnya aku dulu nganggep adegan Matrix Reloaded pas Neo lawan puluhan kloningan Agen Smith, aku nganggep keren, tapi pas aku nonton lagi itu adegan tarungnya keliatan banget cuma karakter 3D yg kayak boneka tanah liat aja.
Kalo di Wonder Woman ini memang CGI kurang banget. Kelitan pas si Wonder Woman lompat-lompat atau waktu jatuh itu kurang berbobot.
Supergirl itu kurang fokus. Misi awalnya kan mencari baterai pesawatnya yg jatuh ke bumi. Eh kok malah sibuk di sekolah, bullying, trus rebutan cowok. Huh.......
Yap, pengalaman & waktu. Kalau ambil contoh Reloaded, jaman awal tayang ya keren, tapi selang berapa tahun jadi jelek. Unfortunately, CGI rarely aged well, kecuali buat hal "realis" macam setting perumahan di Zodiac atau dermaga Wolf of Wall Street
Ngak ngerti CGI asal ngak kayak CGI indosiar aja gue senang banget. Klimaksnya sebenarnya kalau dipikir memang kurang greget tapi oleh karena adegan fight sebelumnya udah banyak ditampilin di trailler sedangkan yg terakhir enggak jadi fine ajalah
Kebangetan kalau sampai ada blockbuster hollywood CGI kayak indosiar :D
Yap, soalnya adegan no man's land itu highlight sih, jadi banyak diumbar di trailer
Banyak yg kecewa dengan Ares yg berasa kurang. Tapi menurutku itu bisa dimengerti, karena sesungguhnya film ini bukan Wonder Woman vs Ares, tapi Wonder Woman meets the world.
Ada benernya. Masalahnya, Ares berperan besar ke perkembangan Diana dari polos ke mature macam di BvS. Apalagi ini Ares, Dewa Perang tersohor. Kalau Nazi mah nggak masalah kalau forgettable
Oiya saya lupa kan November MCU vs DCEU. Ya dua2nya bang. Saya mah bukan fanboy salah satu dari mereka. Hanya penikmat film aja, hehehe.
Ares gak gitu kuat mungkin karena sudah dihantam oleh Zeus sebelumnya. Bahkan di filmnya kan, Ares dikira sudah tiada. Dan itu bukan Nazi, masih Jerman (heran juga kenapa negara satu ini jadi antagonis di Perang Dunia).
Itu standard CGI saya hehehe
Review the autopsy of jane doe dong kk
Ah yes, lupa ini PD I.
Wajar jadiin Jerman musuh, kan lawan sekutu :)
Udah ada dari lama kok, tapi short review
http://movfreak.blogspot.com/2016/12/popstar-never-stop-never-stopping-2016.html
Lebih enak gitu,, bisa enjoy film manapun :))
Ah lagi2 DC kurang respect dalam memperdayakan villainnya, mungkin akan lbh jauh mengejutkan kalo si trevor ternyata Ares, moment yang paling bagus cuma pas si prince diana ke "dunia manusia" selebihnya sdkit membosankan tapi gak lbh membosankan dibandingin BvS
Walah, kalau Steve Trevor itu Ares malah lebih nggak respect ke karakter ikonik dong namanya ::)
mau film jelek atau bagus , pesona gal gadot tetap membuat saya anteng menonton film ini.
bagian akhir aga membosankan karna pertarungan ares seolah antiklimaks dengan twist yang kurang baik dieksekusi, mungkin pengaruh dari durasi yg kelewat panjang . dilihat dr cerita sebenarnya klimaksnya ga perlu sepanjang ini, dan ares si dewa perang ini emang kaga ada keren2 nya, kurang ikonik.
*sempet tertidur di bagian pertarungan ares dan ww
Nah bener ini, mau di film paling busuk pun selama ada Gal jadi enjoyable
Wonderwoman ini setidaknya bisa mengangkat harkat dan derjat DC ..yang bgtu terpuruk d mata kritikus ...setuju
Semoga Justice league bisa memenuhi ekspetasi layaknya Avenger
Menarik sih menunggu kombinasi Snyder dan (sedikit) Whedon di Justice League
Setuju
Sempat optimis ada nama Whedon, tapi kemudian cek sutradaranya Avengers Ultron, dan ternyata itu Whedon. Berkurang rasa optimis. Soalnya Avengers Ultron berasa sangat hambar.
Tapi jangan lupa dia sutradara Avengers, dan AoU kualitasnya menurun pure karena campur tangan studio. Itu juga yang bikin Whedon stres, keluar dari Marvel dan sekarang pindah ke WB, garap JL dan Batgirl
Oh pantesan, kalo studio sudah campur tangan biasanya jadi kacau filmnya.
yg membuat film superhero diingat adalah selain karaktet utama, film nya juga butuh sosok lawan yg menarik
Saya kira saya saja yg bosen pas ww vs ares, serius kaya biasa aja. Saya tinggal mlengos sana sini. Lebih suka ww sebelum klimaksnya.
Tapi dibalik kekurangan pertarungan terakhirnya jadi begitu fun nya.
Adegan aksinnya cukup bikin menyenangkan juga.humornya cukup efektif membuat tawa jdan juga tersentuh lewat adegan emosionalnya..
yang ane harapin , ares bakal tetep muncul di sequel lainnya, karena kalo di komik di udah bebuyutan banget sama wonder woman
bantu kritik dan saran gan :
http://urbangeekid.blogspot.com/2017/06/review-film-wonder-woman-2017.html
Udah ada style yang bisa terus dipatenkan di tulisan itu. Tinggal soal tata tulis & lebih efektif pilih kata biar kalimatnya rapi. Yang penting konsisten nulis :)
Eh ternyata dia dipanggil Wonder Woman oleh penduduk desa yg diselamatkannya namun dalam bahasa Perancis. Setelah berhasil melumpuhkan tentera Jerman di No Man's Land Battle, salah satu penduduk desa mengucapkan, "vous êtes une femme formidable" yang artinya "You are wonder woman".
Oleh karena itu, lambang wonder woman yg baru ini bisa dilihat ada 2 huruf W dan 2 huruf F. 2 huruf W untuk Wonder Woman dan 2 huruf F untuk femme formidable (wonder woman dalam bahasa Perancis).
Posting Komentar