MOBIL BEKAS DAN KISAH-KISAH DALAM PUTARAN (2017)
Rasyidharry
Desember 08, 2017
Bagus
,
Cornelio Sunny
,
Dea Ananda
,
Drama
,
Giras Basuwondo
,
Ibnu Widodo
,
Indonesian Film
,
Ismail Basbeth
,
Karina Salim
,
Leilani Hermiasih
,
Natasha Gott
,
REVIEW
,
Satria Kurnianto
,
Sekar Sari
,
Verdi Solaiman
10 komentar
Serupa ragam isu-isu di dalamnya, Mobil Bekas akan mengejutkan penonton kemudian memancing perbincangan, tukar opini sengit yang mungkin takkan mencapai titik temu sekalipun sang sutradara/penulis naskah Ismail Basbeth telah melangkah ke karya berikutnya di masa depan. Diproduksi melalui crowdfunding dari puluhan nama yang memperoleh kredit co-producers, film ini merupakan kumpulan fragmen berbentuk kisah-kisah simbolik yang merangkum permasalahan Indonesia sejak dulu hingga kini, tepatnya keresahan Basbeth terhadapnya. Jika mobil jeep bekas merupakan negara, maka para penumpang menjadi rakyatnya.
Akuntan (Cornelio Sunny) yang bercinta dengan mobilnya, trio band wanita (Dea Ananda, Shalfia Fala Pratika, Leilani Hermiasih) yang membicarakan konsep ketuhanan dan alien sepanjang perjalanan, sepasang suami istri beda usia (Karina Salim, Yan Widjaya) yang berbulan madu di kebun binatang, pelacur yang ingin lari dari kehidupannya (Natasha Gott), pertemuan wanita (Sekar Sari) dengan sesosok hantu gentayangan (Verdi Solaiman), hingga protes dua petani (Giras Basuwondo, Ibnu 'Gundul' Widodo) pada pemerintah selaku perantara tiap kisah yang terus berputar sementara si mobil bekas menjadi saksi.
Mengingatkan kepada film pendeknya, Shelter (2011), Basbeth membiarkan gambar olahan D.o.P. Satria Kurnianto bicara. Dilakukannya pengamatan situasi di tengah kesunyian plus take panjang satu sudut kamera yang menangkap tindak-tanduk manusia dalam gerak mekanis kendaraan. Semakin lama diamati, kehampaan adegan menjadi penuh. Penuh kesedihan, amarah, kebimbangan, sesekali keceriaan. Tidak lupa, Basbeth menyelipkan "hook" alias momen menghentak penggaet atensi penonton di masing-masing keping cerita, entah beraroma sensual, brutal, atau kejutan seperti penampakan dadakan nan mengerikan Verdi Solaiman.
Kamera boleh minim gerak, namun tiada monotonitas. Di antara dominasi gambar statis ada pilihan sudut-sudut menarik hasil kreasi Satria Kurnianto, khususnya kala merekam bentangan alam dan malam kelam minim cahaya buatan, yang makin menghipnotis saat pilihan aspek rasio lebar 2.35 : 1 seolah enggan melewatkan satupun pemandangan. Basbeth memang sutradara penuh gaya. Beberapa mendukung maksud (tata suara segmen suami istri beda usia menguatkan kesan alienasi), beberapa sebatas pemanis kurang substansial, tapi setidaknya mempercantik estetika.
Mobil Bekas jelas dimaksudkan sebagai tontonan multitafsir selaku bentuk kesediaan Basbeth menghargai heterogenitas masalah yang penonton alami selaku warga negara Indonesia. Ini tepat, mengingat satu isu, misalnya sosial-politik saja mampu dimaknai berbeda, melahirkan perspektif tak sama. Dari sini terjadi transfer, di mana curahan personal pembuat film menjadi personal pula bagi penonton. Ikatan seksual sang akuntan dengan mobil bisa nampak sebagai ungkapan kerinduan bagi satu pihak, bisa juga sindiran atas materialisme di mata pihak lain. Dendam kesumat si wanita yang bertemu hantu gentayangan pun dapat berkembang ke arah paparan tragedi bernada rasialisme.
Pada pemutarannya di Busan International Film Festival Oktober lalu, sosok legendaris Pierre Rissient menyebut Mobil Bekas dan Kisah-Kisah dalam Putaran sebagai "pure cinema". Saya sependapat, setidaknya dalam lingkup di mana sinema menjadi cerminan suatu negeri yang mewakili ragam ruang personal baik milik pembuat juga penontonnya. Walau keberagaman itu turut berarti gaya bertutur filmnya yang jauh dari kata "ringan" sulit menjangkau publik luas.
Note: Diputar dalam rangkaian Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2017
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
10 komentar :
Comment Page:Menarik ni mas, ditambah ada verdi solaiman dan frau, semoga tayang secara luas. Tapi apa memungkinkan?
Terimakasih banyak review-review film jaff-nya mas. Paling suka baca movfreak pas lagi bahas film-film gini. Padahal saya di malang deket untuk ke jogja, tapi karena masih banyak tugas kuliah masih belum bisa ke jogja buat nonton.
@Panca Sepertinya nggak. Gaya bercerita & beberapa kontennya nggak mendukung penayangan di bioskop komersil
@Deny Sama-sama. Semoga tahun depan sempat! :D
Saya sih ngarepnya Kineforum yg di TIM itu ngelakuin hal serupa kayak di Jogja. Selain tontonan komersil, pasti juga butuh asupan alternatif kayak gini ini
Beberapa ruang alternatif Jakarta aktif kok. Di Radiant Cinema, tanggal 9 & 10 ada Optatissimus, Toilet Blues, Bulan Di Atas Kuburan. Di Kineforum dari 7-20 Desember ada event "Bongkar Brankas". Kinosaurus malah lebih rutin lagi :)
Makasih bang infonya \m/. Jujur saya baru tahu Radiant itu deket rmh saya wkwkwk. Kalo kineforum emang kadang2 mampir. Kinosaurus patut dicoba, mumpung masih di daerah selatan hehe
Ismail basbeth, sang sutradara yang selalu bisa buat film ala ala festival high class. Menurut saya, haha lebay.
Hebatnya Basbeth, mau film "puisi" macam Another Trip to the Moon & Mobil Bekas atau naratif kayak Mencari Hilal & Talak 3, dia bisa
ia, saya jadi ngarep ismail basbeth bikin film crime musikal kya baby drivernya edgar wright.
Haha nggarap musikal konvensional yang bener aja masih susah di sini
Posting Komentar