CHRISYE (2017)
Rasyidharry
Desember 09, 2017
Alim Sudio
,
Andi Arsyil Rahman
,
Biography
,
Indonesian Film
,
Lumayan
,
Ray Sahetapy
,
REVIEW
,
Rizal Mantovani
,
Roby Tremonti
,
Velove Vexia
,
Vino G. Bastian
10 komentar
Menengok kehidupan sumber inspirasinya, Chrisye bisa terjatuh dalam jurang kesalahan mendasar film biografi, yakni ambisi. Perjuangan mengejar impian, warna-warni industri musik, romantika, hingga pergumulan batin terkait religiusitas, semua mengiringi perjalanan penyanyi legendaris bernama asli Chrismansyah Rahadi ini. Untungnya, berdasarkan ide serta supervisi istri Chrisye, Damayanti Noor, skenario buatan Alim Sudio cerdik memilah poin mana saja yang perlu ditampilkan, mengaitkannya, menghasilkan cerita utuh yang dihubungkan benang merah berupa "spiritualitas".
Dari sini, penonton belajar bahwa setiap langkah Chrisye (Vino G. Bastian) dituntun oleh keyakinan dari hati. Dia yakin musik merupakan jalan hidup meski harus menentang sang ayah (Ray Sahetapy), pula bahwa Damayanti (Velove Vexia) adalah wanita terbaik baginya walau dihadapkan perbedaan agama. Bahkan alasan ayahnya memberi restu bermusik didorong mimpi ditegur sosok berpakaian putih. Ditambah beberapa pergolakan batin tokoh pula pemilihan proses rekaman Ketika Tangan dan Kaki Berkata sebagai puncak, menandakan filmnya bertujuan memposisikan relasi manusia dan Tuhan selaku pondasi seorang Chrisye.
Biarpun tidak dalam bentuk konvensional, Chrisye layak disebut film religi, setidaknya kental tekstur spiritual. Film religi yang enggan berceramah, tidak perlu setumpuk istilah keagamaan, semata melukiskan kemelut ruang batin yang menjadikan musik alat komunikasi dengan Sang Pencipta. Itulah mengapa sisi personal Chrisye, termasuk hubungan dengan Damayanti lebih diutamakan, tanpa melupakan sisi karir musiknya. Melalui naskahnya, Alim Sudio mampu mengesankan betapa kehidupan pribadi dan karir Chrisye saling bertautan, tidak bisa dipisahkan, berkorelasi satu sama lain sehingga membentuk Chrisye secara utuh.
Keputusan tersebut tetap menimbulkan dampak negatif tatkala presentasi perjalanan karir Chrisye tersaji serba mendadak. Tiba-tiba ia telah dikenal publik, tiba-tiba pula namanya melejit, dipandang sebagai sosok legenda musik tanah air. Pun bagi orang yang awam akan kondisi industri musik Indonesia masa itu, kesulitan keuangan Chrisye meskipun albumnya cukup meroket di pasaran akan menimbulkan tanda tanya. Namun itu harga yang harus, juga layak dibayar demi menjaga fokus.
Dalam penggarapannya, Rizal Mantovani paham betul jika sudah dibekali cerita nyata sekaligus deretan lagu luar biasa. Penggemar Chrisye bakal mudah meneteskan air mata mendengar lantunan klasik sang idola, atau kala kulminasi kekuatan cinta protagonis sewaktu Chrisye meminta Damayanti menemaninya merekam lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata. Rizal enggan berlebihan mendramatisasi, membiarkan balutan rasa kisah aslinya bekerja. Kerap membuat video klip, Rizal pun piawai mereka ulang berbagai momen ikonik, sebutlah rekaman program Aneka Ria Safari dan pemotretan sampul album, keduanya untuk nomor Aku Cinta Dia.
Jajaran pemainnya memikat. Vino membayar lunas perbedaan warna suaranya dengan kebolehan mengolah emosi serta ketepatan memainkan gestur kaku Chrisye, yang uniknya (dibantu tata kostum dan rias), semakin mirip seiring pertambahan usia. Soal permainan emosi, Velove Vexia mencapai tingkat serupa khususnya pada momen keputusan Chrisye memeluk Islam. Performa itu sayangnya diganggu kelamahan tata rias, saat fase paruh baya Damayanti tak memiliki perbedaan dengan sosoknya di usia muda. Demikian pula rambut palsu menggelikan yang dikenakan Andi Arsyil Rahman sebagai Erwin Gutawa. Sementara Roby Tremonti memberi penampilan singkat berkesan nan otentik sebagai Jay Subiyakto.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
10 komentar :
Comment Page:Ada backsound musik yang megah kayak di film-film reliji kebanyakan nggak, Bro?
Suka banget.. Penggambaran sang legenda sebagai manusia. Tidak berlebihan. Cukup menyentuh..
Haha iya Guruh sama Erwin Gutawa.nya nggilani, Addie MS kegantengan...
Film religi harusnya seperti ini. Tidak menggurui dan 'menjilat', tapi menawarkan perenungan.
Yg begini malah lebih nancep dalam ingatan
@Anonim Scoring megah pasti ada, tapi sesuai sama ciri lagu-lagu Chrisye yang diaransemen Erwin Gutawa
@Dimas Guruh sih cocok, penonton aja yang masih doyan ketawa lihat Dwi. Erwin itu yang rambutnya kayak film parodi :D
Iya cocok sih cuma sejak nonton series Tetangga Masa Gitu kalo liat film ada Dwi Sasono bawaanya ngakak apapun perannya haha
habis nonton ini dan salah satu film drama indonesia yang direkomendasikan utk ditonton.
rindu dengan dengan lagu2 chrisye cukup tersalurkan dengan film ini.
penampilan erwin gutawa, jay dan addie ms saat muda cukup menghibur. gaya si jay memang mirip.
sebenarnya berharap ada adegan chrisye asli kayak di habibie ainun (adegan pak habibie dan ibu ainun di rumah sakit detik2 terakhir), minimal mengingat sosok legendaris chrisye. ya memang hanya rekaman suara yang muncul.
untung nonton film ini sebelum star wars muncul
Musik nya jempolan.. Its Chrisye.. sang legend.
btw saya baru tau Chrisye akhirnya meluk Islam. Mantabs
@Ilham bisa dipahami, filmnya ingin total menghidupkan Chrisye dalam akting Vino. Footage asli bisa mendistraksi meski cuma di akhir
@Kasamago dan filmnya menggambarkan itu tidak dengan murahan :)
Posting Komentar