ANNIHILATION (2018)
Rasyidharry
Maret 18, 2018
Alex Garland
,
Gina Rodriguez
,
Jennifer Jason Leigh
,
Natalie Portman
,
Oscar Isaac
,
REVIEW
,
Sangat Bagus
,
Science-Fiction
,
Tessa Thompson
,
Tuva Novotny
24 komentar
Saya sudah menjumpai begitu banyak film bagus. Lebih dari Annihilation. Tapi baru kali ini timbul
urgensi untuk menonton ulang tepat setelah film berakhir. Alasannya sederhana. Karya
penyutradaraan kedua Alex Garland (Ex
Machina) ini terasa segar juga unik. Membuka jalan melakukan terobosan
tanpa batas adalah kekuatan utama genre fiksi ilmiah (yang kerap dilupakan para
pembuatnya), dan Garland memanfaatkannya guna menciptakan cerita, visual, serta
dunia baru nan misterius yang belum pernah saya temui. Walau beberapa penonton
bakal membencinya, karena seperti hidup, Annihilation
enggan menawarkan kepastian.
Lena (Natalie Portman), ahli biologi sekaligus mantan
prajurit, mungkin tidak membenci hidup, tapi jelas kurang antusias
menjalaninya. Setahun berlalu setelah sang suami, Kane (Oscar Isaac) yang juga
seorang tentara, hilang kala bertugas. Sehingga betapa mengejutkan ketika Kane
tiba-tiba pulang meski ada yang berbeda dari dirinya. Kane hanya diam, menjawab
singkat pertanyaan Lena, kemudian kejang sambil muntah darah. Di tengah
perjalanan menuju rumah sakit, polisi menyergap ambulans yang ditumpanginya,
membawa Lena dan Kane ke fasilitas rahasia bernama “Area X”. Semua terjadi
hanya dalam 11 menit durasi. Untuk film yang diberi label “slow paced”, Annihilation
bergerak cepat dari satu titik ke titik berikutnya.
Ketiadaan momen bombastis adalah alasan filmnya disebut
lambat. Pun tidak butuh waktu lama bagi kita (dan Lena) melihat “the shimmer”, area di balik gelombang
elektromagnet warna-warni bak pelangi yang cakupannya meluas secara berkala. Semua
tim yang dikirim ke sana hilang. Adegan pembukanya, di mana Lomax (Benedict
Wong) menginterogasi Lena memperlihatkan jika ia memutuskan masuk dan jadi
satu-satunya yang keluar hidup-hidup. Di film lain, itu bakal mengurangi
intensitas. Namun Annihilation bukan
film lain. Tersimpan setumpuk misteri yang menarik ditelusuri selain “apakah
protagonisnya selamat?”.
Garland menjadikan “the
shimmer” wahana bermain dengan kemungkinan tanpa batas. Selain Lena selaku
ahli biologi, ada Anya (Gina Rodriguez) si paramedis, Josie (Tessa Thompson) si
fisikawan, Cass (Tuva Novotny) si geologis, dan psikolog sekaligus pemimpin
ekspedisi, Dr. Ventress (Jennifer Jason Leigh). Tapi “the shimmer” memporak-porandakan pemahaman saintific mereka.
Seluruh organisme di sana adalah anomali dengan perubahan susunan DNA.
Karakternya terpana, pun saya, ketika ditemani scoring elektronik garapan Ben Salisbury dan Geoff Barrow serta
lagu Helplessly Hoping yang sama-sama
menghipnotis, mendapati desain produksi menawan seperti bunga beraneka warna
hingga tumbuhan berbentuk manusia (atau sebaliknya?). Dibantu tim artistiknya,
Garland menunjukkan definisi dari “visioner”.
Pertanyaannya, “apakah tokoh-tokohnya juga ingin mengubah
struktur diri mereka?”. Bukan cuma bicara di tataran fisik, pula psikis.
Keempat wanita ini memendam luka sembari merusak diri sendiri. Self-destruct. Itu poin utama alur sekaligus
kunci memecahkan misteri Annihilation
yang bakal mencapai puncak absurditas pada klimaks. Seperti diungkap Dr.
Ventress. self-destruct berbeda
dengan bunuh diri, alias bukan akhir. Mayoritas dari kita melakukannya. Suatu
proses natural yang nantinya berujung berubahan, menciptakan sesuatu yang baru.
This is what the whole story of “Annihilation”,
especially its weird climax is all about.
Sudah menontonnya dua kali, saya berkesempatan memperhatikan
beragam detail termasuk akting Natalie Portman. Serupa dialog-dialog dalam
naskah buatan Garland yang mengadaptasi novel berjudul sama milik Jeff
VanderMeer, Portman handal memainkan kesubtilan, menyampaikan informasi terkait
isi hati karakternya secara tersirat melalui perubahan kecil di raut wajah. Annihilation pun sama subtilnya, karena
lagi-lagi sama seperti hidup, segalanya tak selalu terpapar gamblang. Perlu melalui
proses pemahaman panjang serta beragam, yang menurut film ini, salah satunya
adalah dance battle menghadapi alien peniru
wujud dan gerakan kita.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
24 komentar :
Comment Page:Ini beneran gak ada dibioskop mas?? Syg banget.. sound dan visualnya dpt banget kalo bisa nonton di bioskop apalg imax
Akhirnya di review juga, thanks Mas. Sangat disayangkan film sebagus ini tak ditayangkan di layar bioskop. Paramount kurang pede buat di tayangkan di bioskop secara luas dan hanya di dua negara saja. Padahal sensasi menonton di layar bioskop akan begitu dapet feel-nya.
@chan sayang emang, trailer sempet diputer di cinemaxx padahal. Tapi tepat sih, kalau masuk bioskop kemungkinan flop. Rugi pasti.
@Ungki Nggak pedenya wajar kok. Di Cinemascore dapet C, artinya penonton umum nggak doyan. Dari perspektif finansial keputusan jitu.
shit movie. trust me. banyak banget plot holenya. gue suka banget ex machina tapi annihilation is a crap movie. gue bukan tipe yang suka film bombastis, tapi ini film emang bikin ngantuk karena gue udh liat trlalu byk plot holes dari awal dan banyak hal2 non sense lainnya (i love weird movie tho but this is just nonsense) apalagi pas ada cewek yang bilang kalo video yg mereka liat itu ga nyata, itu cuman tipuan cahaya, cuman bisa ngakak. wkwk. gue suka film yg alurnya lambat malah karena ngebangun suspense (ex: arrival, sicario,-oh i love denis' movies). and this movie reminds me of arrival actually (aliens and stuff) dan selama gue nnton annihilation berharap prntanyaan2 di otak gw bakal kjawab seenggaknya di akhir film kyak arrival. but nope, it don't.
so, if u don't get this movie, like i do, dont blame yourself, it's the movie. ini film gaada pinter2nya (like it tried to be).
it's just my opinion tho, i do appreciate other's opinions. watch it yourself.
Could you explain which one (or two or three) is the plot hole. Karena bagian Anya bilang itu tipuan cahaya totally make sense. Itu denial. Like I said, the shimmer itu tempat di mana konstruksi scientific diporak-porandakan. Pas ada yang berlawanan sama pemahaman itu (especially if it's a scary one), masuk akal kalau tercipta self defense mechanism yang bentuknya denial, khususnya buat para ahli macam tokoh-tokohnya. For me, all the questions in my head got answered by this movie, entah ya kalau ada pertanyaan lain yang nggak kepikiran.
Film yang meninggalkan banyak ruang untuk diperdebatkan. Penilaian setiap orang pasti berbeda dan saya termasuk yang menyukai film ini.
Scene beruang yang teriak "help me" bikin merinding.
Kurang dapet si maksud dari ending nya, jadi Lena yg diakhir itu Lena yang baru kah ato gimana, sama brarti the schimmer nya berhasil dong preses ngebuat baru lewat diri Kane? Tolong jelasin dong mas ending ato point nya
@Lucass (SPOILER)
Bukan, itu masih Lena yang asli, kalau Kane, iya, itu "kembarannya". Poin dari ending-nya sama kayak keseluruhan filmnya: self-destruct & rekonstruksi diri. Makanya si alien akhirnya bakar semua shimmer, karena dia akhirnya meniru Lena, yang seperti manusia kebanyakan, punya tendensi self-destruct.
Lho bukannya Lena sudah terkontaminasi darahnya, jd yg sdh masuk the shimmer, perlahan sdh bukan lagi dirinya
Bukan darahnya terkontaminasi, tapijadi sel dasar pembentuk "kembarannya". Lena yang keluar masih Lena yang sama, tapi DNA tubuhnya (seperti semua yang masuk shimmer) sudah termodifikasi. Kelihatan dari matanya di shot terakhir.
Brarti point utama yang pengen disampein Garland adalah manusia mrupakan sel kanker yg perlahan mrusak bumi (krena itu background smua krakter utamanya bermasalah) cuman disampein nya dengan metafora unik bgt (sperti Mother yg mengusung tema yg sama juga) berkaca dari ini spertinya tema mnusia menjadi penyakit bagi dunia bisa menelurkan berbagai macam film unik tergantung kejeniusan saudara itu sendiri ya ga bang
Saya mungkin masuk kategori penonton yang membenci film ini.
Hehehe....
Dalam artian kurang suka dengan endingnya yang gitu doang.
Ga klimaks.
Padahal awal ceritanya menarik dan bikin penasaran.
Sangat bagus sekali film ini ga tayang di bioskop karena pasti flop.
garland mungkin terinspirasi manga manga dari junji ito ya...weird,absurd,out of this world terutama scene beruang sama mercusuar,love it ❤
@Lucass Bisa juga gitu, kalau saya sih daripada "manusia penyakit bagi dunia", lebih cocok ngelihatnya sebagai self-destruct yang sifatnya natural. Nggak jelek. Parts of our natural process as human being.
@Jackman Makanya, kalau jadi programer bioskop pun, sesuka apa sama film ini, bakal mikir puluhan kali buat nayangin.
@Satria Bener juga, beberapa gambarnya ngingetin ke creepy imageries bikinan Ito.
Kira-kira film ini dapet ya nominasi Oscar untuk SFX tahun depan?
Wah terlalu cepet buat prediksi. Kayaknya sih susah, belum Infinity War, Star Wars, dan blockbuster lain soalnya.
Setelah nonton ada beberapa scene yg belum saya mengerti
1. Apakah motif alien dalam buat copy an Lena dan terlibat dalam dance fight di scene akhir tujuannya apa ya? Apakah Lena spesial sehingga alien berniat meniru nya?
2. Maksud si alien membuat schimer buat apa? Apakah tujuannya terraforming?
3. Korelasi judul annihilation dengan isi cerita masih samar?, Tidak ada pemusnahan tapi membangun kembali
4. Alasan si alien memilih bumi juga apakah sebuah ketidaksengajaan?
1.Itu simbol aja buat usaha Lena yang struggle dan harus menghadapi sisi lain dirinya yang lebih gelap.
2.To recreate, kayak dijelaskan di endingnya.
3.Ya itu pemusnahan. Memusnahkan yang lama untuk membangun yang baru. Berkorelasi juga sama subteks tentang "self destruction".
4.Nggak dijelaskan dan memang nggak perlu. Karena "Annihilation" ini bukan film "invasi alien", jadi nggak bisa dipandang pakai sturktur itu. Jangan dilihat sebagai "manusia vs alien", tapi tentang manusia itu sendiri.
Ada satu pertanyaan gue bang di film ini yg ganjel. Kalo gue komparasi ke Arrival yaa, film ini kan sama2 menemukann entitas baru gitu yaa. Bedanya kalo di Annihilation ada semacam entitas yg pada akhirnya membuat dimensi baru gitu (The Shimmer), kalo di Arrival yaa jelas kita tahu bentuknya kayak sarang. Nah bedanya, kenapa di Annihilation ini kok yg berperan besar dalam penemuan tersebut malah scientist? Beda sama di Arrival yg diwakili oleh militer, meskipun kita tahu tkoh utamanya juga diikutsertakan linguis dan akhli matematika. Tapi tetep, orang yg menemukan pertama kali adalah militer. Nah, sepanjang filmnya di sini gue enggak lihat ada orang berseragam militer, kecuali si Kane itu. Tapi misalnya mau nyimpulin kalo militer di sini ikut serta juga, porsinya yaa terlalu sedikit. Apa ada unsur kesengajaan kali yaa di sana? Semisal tuh kayak pengin menyuarakan kalo scientist (and also woman) juga bisa bergerak secara independen wkwkwk. Sayang sih yaa, Waralaba Star Wars nggak lirik Garland buat seri selanjutnya? wkwkwk
Nah itu udah kejawab. Ada militer, tapi bukan pasukan resmi. Termasuk si Oscar Isaac itu kan militer. Intinya sih ilmuwan cewek bisa "ngalahin" militer cowok. Brain over brawl.
Oh, nggak akan bisa Garland di Star Wars yang kasih kontrol ketat ke sutradaranya. Harus bisa kooperatif cenderung nurut kalau mau kerja di situ.
Kenapa militer ga pake pesawat aja lgsg ke pantai. Kalo ternyata aliennya bs terbakar kenapa ga lgsg tembak aja pake rudal.
Mulai nonton males mikir trus beres nonton jadi nyari-nyari inti filmnya apa
Habis baca review org ttg film ini, ada yg bilang tanpa sadar diri kita melakukan self destruction para ilmuwan itu hidupnya udh rusak Lena jg selingkuh. Untungnya si Lena scientist bisa lgsg ngerti arti Shimmer ini yg seperti kanker ( perusak ) hidup. Para militer pd gbsa tau arti dari Shimmer itu.
Wajar film ini ga di tayangin di indo ,Bahkan paramount sendiri sudah memprediksi film ini bakalan sulit di mengerti orang awam,bahkan anda saja yg sudah merasa pintar ,masih sulit mencerna scene demi scene,and that’s why you never ever get this movie..
Posting Komentar