AIB: #CYBERBULLY (2018)
Rasyidharry
Agustus 04, 2018
Ade Ayu
,
Amar Mukhi
,
Harris Illano
,
horror
,
Indonesian Film
,
Kurang
,
REVIEW
,
Yuniza Icha
1 komentar
Masalah Aib:
#Cyberbully bukan pemakaian konsep found
footage berbasis Skype serupa Unfriended
(2014). Konsep sama tidak berarti menjiplak selama elemen-elemen di dalamnya
berbeda. Searching yang bakal rilis
bulan ini pun mengusung gaya setipe. Masalah timbul bagi Aib: #Cyberbully ketika terdapat kesamaan di berbagai detail dengan
film garapan Levan Gabriadze tersebut. #JanganDianggapRemeh, demikian bunyi hashtag perihal perundungan di internet
yang coba film ini populerkan. Tapi sepertinya, Amar Mukhi selaku sutradara,
penulis naskah, sekaligus produser, menganggap remeh plagiarisme.
Pertama, mari bicarakan premisnya. Tujuh orang sahabat
dihubungi via Skype oleh teman mereka, Caca (Ade Ayu), yang beberapa tahun
lalu, semasa SMA, meninggal bunuh diri setelah tertekan akibat berita
pemerkosaan terhadapnya disebarkan di situs sekolah. Pelakunya salah satu dari
mereka bertujuh. Arwah Caca pun melibatkan mereka dalam permainan maut untuk
mengungkap aib diri sendiri, teman, dan keluarga. Menolak berarti mati.
Permainan itulah yang mendorong mereka “saling tusuk” satu sama lain. Unfriended, punya kisah serupa. Bedanya,
karakternya memainkan “Never Have I Ever”,
yang intinya juga soal membuka rahasia.
Sekarang karakternya. Ada sepasang kekasih, Sarah (Yuniza
Icha) dan Antoni (Harris Illano) yang mengawali obrolan. Apabila pasangan di Unfrieded berniat melepas keperjakaan di
malam prom, Sarah dan Antoni hendak
melakukan cybersex, yang berjalan
terlalu lama (lebih dari 5 menit), sampai saya merasa sedang menyaksikan
rekaman tindak mesum remaja di Camfrog yang bocor. Pun di kedua film sama-sama
ada karakter bertubuh tambun yang jago mengoperasikan komputer. Kemiripannya
terus bertambah, tapi jika saya lanjutkan, ulasan ini akan menjadi checklist.
Menariknya, di luar kemiripan (baca: plagiarisme) itu, pasca
kecanggungan tanpa henti “rekaman Camfrog” tersebut, Aib: #Cyberbully ternyata merupakan tontonan intens. Benar bahwa tersimpan
kelemahan aspek teknis, semisal judul rekaman bunuh diri Caca yang berbunyi “Girl Committed Suicide in Hostel in Bihar”,
yang video aslinya akan mudah anda
temukan di Google. Kelalaian yang semestinya tak terjadi mengingat ukuran judul
itu cukup besar mengisi layar. Selain itu, pertukaran dialog, pertengkaran,
yang membawa kita menuju terungkapnya satu per satu aib yang mayoritas datang
dari video yang mereka bagikan di Facebook, dituturkan secara dinamis.
Aib yang dibagikan tidak beranjak dari seputaran melacurkan
diri, perselingkuhan, seks antar teman, hingga LGBT. Hal-hal itu memang paling
mudah dijadikan kambing hitam, yang membantu kebuntuan ide penulis naskahnya.
Untunglah proses menuju terbongkarnya tiap aib cukup seru, pun mampu menjaga
atensi. Bahkan secara mengejutkan, film ini tidak preachy terkait penuturan pesan sosialnya. Tidak ada petuah
berulang soal larangan cyberbully.
Tanpa banyak berceramah, filmnya langsung menghadirkan konsekuensi atas
tindakan tersebut.
Pun Amar Mukhi cukup baik mengeksplorasi kesemuan
persahabatan remaja melalui kisahnya. Mereka bertujuh mendeklarasikan “Sahabat
selamanya!”, tapi tak butuh waktu lama untuk saling serang, saling menyalahkan,
saling membuka rahasia kelam. Seiring permainan berjalan, semakin kentara bahwa
karakternya melakukan itu bukan demi bertahan hidup dalam permainan maut Caca,
melainkan didorong amarah serta hasrat balas dendam. Sayang, naskahnya lemah
soal penulisan dialog. Pertengkaran pun berkutat tidak jauh-jauh dari kata-kata
seperti “anjing”, “bangsat”, dan umpatan klise lain. Hal ini diperparah oleh
akting monoton jajaran cast, yang
sekedar berteriak di volume tertinggi. Memasuki pertengahan, telinga saya
semakin lelah mendengar histeria itu.
Kalau Unfriended mengandung
adegan memorable saat salah satu
tokoh tewas karena blender, maka Aib:
#Cyberbully punya...well, saya
tidak tahu apa yang terjadi. Dicekoki tuts keyboard? Tertusuk tuts keyboard?
Sudut pengambilan gambarnya tak membantu. Sebagai cara menjangkau penonton
lebih luas, film ini bukan saja mengandalkan pembantaian, juga formula jump scare sebagaimana biasa, yang
sayangnya, gagal tampil mengerikan akibat riasan pula metode kemunculan hantu
yang begitu ala kadarnya.
Ditambah lagi, jika Aib:
#Cyberbully memang ingin meniru Unfriended,
ada satu poin penting yang dilupakan, yakni tidak munculnya sosok hantu, bahkan
lewat foto profil Skype sekalipun. Hal itu menghasilkan tensi dari ketakutan
atas teror tak terlihat, sekaligus misteri seputar kebenaran teror itu—sebatas prank orang usil atau aksi hantu—yang diungkap
secara bertahap. Walau harus diakui, di samping berbagai kekurangannya, Aib:
#Cyberbully masih cukup menghibur. Namun saya tidak bisa memberikan nilai
positif terhadap film yang terang-terangan meniru karya lain, tidak peduli
seberapa bagus hasilnya. Sebab urusan orisinalitas #JanganDianggapRemeh.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
1 komentar :
Comment Page:Dari trailer nya saja udh gak tertarik apalagi ceritanya mirip film barat itu mangkin gak semangat ditambah banyak film bagus yg lain lagi tayang jadi tambah deh.
Posting Komentar