GOLD (2018)

7 komentar
Saya menggemari sepak bola cukup lama (hampir 2 dekade) untuk tahu bahwa Gold mengeksplorasi ragam intriknya, khususnya yang terjadi di luar lapangan dengan baik. Tapi bukankah film ini mengangkat soal hoki lapangan? Benar, tapi kedua cabang olahraga tersebut menawarkan dinamika senada. Sama-sama dimainkan secara tim, dan—sebagaimana olahraga lain—memiliki federasi di tiap negara. Terpenting, keduanya sama-sama mampu menyatukang bangsa yang terpecah belah.  

Berbeda dibanding fillm olahraga kebanyakan, karya pertama sutradara Reema Kagti sejak Talaash: The Answer Lies Within enam tahun lalu ini dibuka oleh keberhasilan protagonisnya meraih gelar juara. Pada Olimpiade 1936 di Berlin, India merebut medali emas hoki lapangan untuk kali ketiga beruntun. Tapi baik bagi para atlet atau sang manajer, Tapan Das (Akshay Kumar), kemenangan itu terasa hambar, karena diraih di bawah nama British India. Saat itu India memang masih dijajah Inggris. Tapan pun bermimpi suatu hari, pasca kemerdekaan, tim nasional bakal menyabet emas Olimpiade dengan nama India, mengibarkan bendera India, menyanyikan lagu kebangsaan India ketimbang God Save the Queen.

Sampai Perang Dunia II meletus, dua penyelenggaraan Olimpiade pun dibatalkan, menghancurkan mimpi sekaligus kehidupan Tapan yang kini hanya pemabuk dengan setumpuk hutang. Maka tatkala Olimpiade 1948 di London resmi diumukan, ia menawarkan diri memimpin tim hoki lapangan India untuk meraih emas sekaligus mengalahkan para penjajah di negerinya sendiri. Balas dendam setelah penindasan 200 tahun pun dicanangkan. Dari sosok “hero”, Tapan sempat terjerumus menjadi “zero”, lalu berusaha meraih status “hero” kembali.

Kita tahu nantinya Tapan bakal dianggap pahlawan lagi, namun jalan menuju ke sana tidak sesederhana itu. Beberapa pemain, termasuk Samrat (Kunal Kapoor) sang legenda hoki India pula kapten timnas 8 tahun lalu, telah memutuskan pensiun. Tapan harus membentuk tim baru, yang tentu menyimpan setumpuk rintangan termasuk perihal finansial. Ketua federasi mendukung 100%, tapi Mr. Mehta (Atul Kale) selaku sekretaris justru berusaha sekuat tenaga menyingirkan Tapan dengan mengeksploitasi citra buruknya. Bukan rahasia kalau musuh terbesar atlet negara bukan lawan di turnamen melainkan para petinggi yang terlampau campur tangan entah demi kepentingan pribadi atau golongan. Bentuk campur tangan mereka bahkan sampai pada keputusan di ruang ganti. Gold memberi kita visualisasi akan skenario tersebut.

Masalah seputar pemain tak kalah runyam. Skuat sudah terkumpul hanya untuk terpecah, yang ironisnya akibat kemerdekaan, di mana sebagian besar anggota tim menjadi warga negara Pakistan. Belum lagi pertikaian dua pemain andalan, si kaya Raghubir Pratap Singh (Amit Sadh) dengan Himmat Singh (Sunny Kaushal), karena berebut posisi penyerang. Sedangkan pemain lain turut terbagi dalam kubu sesuai suku serta daerah masing-masing. Beranjak dari situ, naskah buatan Rajesh Devraj menjabarkan nilai sportivitas pertama, yakni soal kerja sama tim. Dan sebagai film olahraga yang baik, Gold menawarkan solusi atas masalah di atas lewat suatu metode latihan, yang efektif menjelaskan pesannya baik pada para atlet maupun penonton. Tentu kenyataannya takkan sesederhana itu. Sekali latihan mustahil menyelesaikan segalanya. Namun dalam realita film yang terbatas durasi, selama intisari berhasil disampaikan, itu sudah cukup.

Kembali mengenai perebutan posisi Raghubir-Himmat, datang nilai sportivitas berikutnya, mengenai kesabaran serta kesediaan mengesampingkan ego. Hal begini jamak terjadi. Salah satu pemain dicadangkan atau dimainkan di posisi yang tak diinginkan, sehingga ia memutuskan menyerah, menyulut masalah, atau pergi dari tim. Saat akhirnya Raghubir dan Himmat sanggup menyiasati persoalan itu untuk bersatu demi bangsa, emosi saya pun ikut bergejolak.

Gold membawa penonton menuju roller coaster emosi. Penyutradaraan Reema Kagti terhadap momen pertandingan memang tidak spesial. Kadang pilihan sudut kamera kurang mengakomodasi para pemain pamer kemampuan atau aksi saling oper cantik selaku bukti bahwa tim mulai padu. Tetapi ketegangan  tetap setia mencengkeram, sebab perjuangan protagonisnya mudah menggaet simpati. Saya ingin tim nasional India membawa pulang medali emas. Jadi jangan heran kalau tiap mereka mencetak gol atau memenangkan pertandingan, air mata haru turut mengalir.

Anda tidak sendiri. Akshay Kumar hadir untuk menangis, meluapkan amarah, dan berteriak menggugah semangat juang bersama penonton. Setelah Pad Man di awal tahun (dan deretan performa memukau tahun-tahun sebelumnya), sekali lagi Akshay menampilkan raut wajah yang terasa begitu jujur berekspresi, alhasil penonton dibuat merasakan emosi serupa. Pun dia suntikkan aliran energi dalam beberapa sekuen musikal. Deretan lagunya diproduksi oleh Zee Music Company, sehingga anda bisa berekspektasi mendengar nomor-nomor yang begitu bersahabat di telinga.

Momen pamungkasnya memilih pendekatan kontemplatif ketimbang euforia total. Melihat proses yang Tapan lalui, pilihan tersebut dapat dimengerti walau membuat konklusinya urung mencapai puncak potensi emosi. Tapi jika—seperti saya—anda menyaksikan Gold bersama warga atau keturunan India, ketika lagu kebangsaan terdengar di penghujung film dan mereka mulai berdiri (budaya yang mestinya bisa kita contoh), “hutang emosi” film ini rasanya langsung terbayar lunas. Konflik ras serta agama boleh memecah masyarakat, bahkan lebih buruk, menghancurkan bangsa. Tapi Gold memastikan, bahwa olahraga, atau dalam konteks ini hoki, siap merekatkan semuanya.

7 komentar :

Comment Page:
dramaaddict mengatakan...

Mas rasyid ga review the darkest minds? Lagi nunggu review mas nih hehe penasaran

Unknown mengatakan...

Roller coaater emosi nya kayak Dangal gak ni min, kalu sama pasti saya juga suka. 😊

Rasyidharry mengatakan...

@drama Udah nyerah sama film-film YA. Apalagi review-nya remuk gitu.

@Aliando Karena sama-sama sports movie, nggak jauh beda caranya bangun emosi.

agoesinema mengatakan...

Akshay kumar akhir2 ini filmnya jaminan kualitas apalagi film2 berlatar sejarah.

Airlift, Rustom, Toilet, Padman dan terakhir ini.. jd pengen nonton

Imam rahmad raharja mengatakan...

Iya.. .Aksay film2nya belakangan ini keren2...semakin tua semakin menjadi

Rasyidharry mengatakan...

Yes, makin keren Bang Akshay ini. Akhir tahun nanti juga main di sci-fi "2.0", film India termahal sepanjang masa.

syaef mengatakan...

jangan lupakan akhsay kumar di film Baby dan Special 26, mangstappp