GOLD (2018)
Rasyidharry
Agustus 19, 2018
Akshay Kumar
,
Amit Sadh
,
Atul Kale
,
Bagus
,
Drama
,
History
,
Kunal Kapoor
,
Rajesh Devraj
,
Reema Kagti
,
REVIEW
,
Sports
,
Sunny Kaushal
7 komentar
Saya menggemari sepak bola cukup
lama (hampir 2 dekade) untuk tahu bahwa Gold
mengeksplorasi ragam intriknya, khususnya yang terjadi di luar lapangan dengan
baik. Tapi bukankah film ini mengangkat soal hoki lapangan? Benar, tapi kedua
cabang olahraga tersebut menawarkan dinamika senada. Sama-sama dimainkan secara
tim, dan—sebagaimana olahraga lain—memiliki federasi di tiap negara.
Terpenting, keduanya sama-sama mampu menyatukang bangsa yang terpecah belah.
Berbeda dibanding fillm olahraga
kebanyakan, karya pertama sutradara Reema Kagti sejak Talaash: The Answer Lies Within enam tahun lalu ini dibuka oleh
keberhasilan protagonisnya meraih gelar juara. Pada Olimpiade 1936 di Berlin, India
merebut medali emas hoki lapangan untuk kali ketiga beruntun. Tapi baik bagi
para atlet atau sang manajer, Tapan Das (Akshay Kumar), kemenangan itu terasa
hambar, karena diraih di bawah nama British India. Saat itu India memang masih
dijajah Inggris. Tapan pun bermimpi suatu hari, pasca kemerdekaan, tim nasional
bakal menyabet emas Olimpiade dengan nama India, mengibarkan bendera India,
menyanyikan lagu kebangsaan India ketimbang God
Save the Queen.
Sampai Perang Dunia II meletus, dua
penyelenggaraan Olimpiade pun dibatalkan, menghancurkan mimpi sekaligus
kehidupan Tapan yang kini hanya pemabuk dengan setumpuk hutang. Maka tatkala
Olimpiade 1948 di London resmi diumukan, ia menawarkan diri memimpin tim hoki
lapangan India untuk meraih emas sekaligus mengalahkan para penjajah di
negerinya sendiri. Balas dendam setelah penindasan 200 tahun pun dicanangkan.
Dari sosok “hero”, Tapan sempat
terjerumus menjadi “zero”, lalu
berusaha meraih status “hero”
kembali.
Kita tahu nantinya Tapan bakal
dianggap pahlawan lagi, namun jalan menuju ke sana tidak sesederhana itu.
Beberapa pemain, termasuk Samrat (Kunal Kapoor) sang legenda hoki India pula kapten
timnas 8 tahun lalu, telah memutuskan pensiun. Tapan harus membentuk tim
baru, yang tentu menyimpan setumpuk rintangan termasuk perihal finansial. Ketua
federasi mendukung 100%, tapi Mr. Mehta (Atul Kale) selaku sekretaris justru
berusaha sekuat tenaga menyingirkan Tapan dengan mengeksploitasi citra
buruknya. Bukan rahasia kalau musuh terbesar atlet negara bukan lawan di
turnamen melainkan para petinggi yang terlampau campur tangan entah demi kepentingan
pribadi atau golongan. Bentuk campur tangan mereka bahkan sampai pada keputusan
di ruang ganti. Gold memberi kita
visualisasi akan skenario tersebut.
Masalah seputar pemain tak kalah
runyam. Skuat sudah terkumpul hanya untuk terpecah, yang ironisnya akibat
kemerdekaan, di mana sebagian besar anggota tim menjadi warga negara Pakistan.
Belum lagi pertikaian dua pemain andalan, si kaya Raghubir Pratap Singh (Amit
Sadh) dengan Himmat Singh (Sunny Kaushal), karena berebut posisi penyerang. Sedangkan
pemain lain turut terbagi dalam kubu sesuai suku serta daerah masing-masing.
Beranjak dari situ, naskah buatan Rajesh Devraj menjabarkan nilai sportivitas
pertama, yakni soal kerja sama tim. Dan sebagai film olahraga yang baik, Gold menawarkan solusi atas masalah di
atas lewat suatu metode latihan, yang efektif menjelaskan pesannya baik pada
para atlet maupun penonton. Tentu kenyataannya takkan sesederhana itu. Sekali latihan
mustahil menyelesaikan segalanya. Namun dalam realita film yang terbatas
durasi, selama intisari berhasil disampaikan, itu sudah cukup.
Kembali mengenai perebutan posisi
Raghubir-Himmat, datang nilai sportivitas berikutnya, mengenai kesabaran serta
kesediaan mengesampingkan ego. Hal begini jamak terjadi. Salah satu pemain
dicadangkan atau dimainkan di posisi yang tak diinginkan, sehingga ia
memutuskan menyerah, menyulut masalah, atau pergi dari tim. Saat akhirnya
Raghubir dan Himmat sanggup menyiasati persoalan itu untuk bersatu demi bangsa,
emosi saya pun ikut bergejolak.
Gold membawa penonton menuju roller coaster emosi. Penyutradaraan Reema
Kagti terhadap momen pertandingan memang tidak spesial. Kadang pilihan sudut
kamera kurang mengakomodasi para pemain pamer kemampuan atau aksi saling oper cantik
selaku bukti bahwa tim mulai padu. Tetapi ketegangan tetap setia mencengkeram, sebab perjuangan
protagonisnya mudah menggaet simpati. Saya ingin tim nasional India membawa
pulang medali emas. Jadi jangan heran kalau tiap mereka mencetak gol atau
memenangkan pertandingan, air mata haru turut mengalir.
Anda tidak sendiri. Akshay Kumar
hadir untuk menangis, meluapkan amarah, dan berteriak menggugah semangat juang
bersama penonton. Setelah Pad Man di
awal tahun (dan deretan performa memukau tahun-tahun sebelumnya), sekali lagi
Akshay menampilkan raut wajah yang terasa begitu jujur berekspresi, alhasil
penonton dibuat merasakan emosi serupa. Pun dia suntikkan aliran energi dalam
beberapa sekuen musikal. Deretan lagunya diproduksi oleh Zee Music Company,
sehingga anda bisa berekspektasi mendengar nomor-nomor yang begitu bersahabat
di telinga.
Momen pamungkasnya memilih
pendekatan kontemplatif ketimbang euforia total. Melihat proses yang Tapan
lalui, pilihan tersebut dapat dimengerti walau membuat konklusinya urung
mencapai puncak potensi emosi. Tapi jika—seperti saya—anda menyaksikan Gold bersama warga atau keturunan India,
ketika lagu kebangsaan terdengar di penghujung film dan mereka mulai berdiri
(budaya yang mestinya bisa kita contoh), “hutang emosi” film ini rasanya
langsung terbayar lunas. Konflik ras serta agama boleh memecah masyarakat, bahkan
lebih buruk, menghancurkan bangsa. Tapi Gold
memastikan, bahwa olahraga, atau dalam konteks ini hoki, siap merekatkan
semuanya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
7 komentar :
Comment Page:Mas rasyid ga review the darkest minds? Lagi nunggu review mas nih hehe penasaran
Roller coaater emosi nya kayak Dangal gak ni min, kalu sama pasti saya juga suka. 😊
@drama Udah nyerah sama film-film YA. Apalagi review-nya remuk gitu.
@Aliando Karena sama-sama sports movie, nggak jauh beda caranya bangun emosi.
Akshay kumar akhir2 ini filmnya jaminan kualitas apalagi film2 berlatar sejarah.
Airlift, Rustom, Toilet, Padman dan terakhir ini.. jd pengen nonton
Iya.. .Aksay film2nya belakangan ini keren2...semakin tua semakin menjadi
Yes, makin keren Bang Akshay ini. Akhir tahun nanti juga main di sci-fi "2.0", film India termahal sepanjang masa.
jangan lupakan akhsay kumar di film Baby dan Special 26, mangstappp
Posting Komentar