SLENDER MAN (2018)
Rasyidharry
Agustus 11, 2018
Annalise Basso
,
David Birke
,
horror
,
Jaz Sinclair
,
Joey King
,
Julia Goldani Telles
,
REVIEW
,
Sangat Jelek
,
Sylvain White
9 komentar
Slender Man yang bermula dari creepypasta mampu memancing rasa ngeri
memanfaatkan ketakutan manusia akan hal misterius, yang dikuatkan oleh desain
tanpa wajah miliknya. Dibantu beberapa foto buram hasil editan, imajinasi kita
melayang-layang, dan mitos baru pun tercipta. Permainannya, Slender: The Eight Pages, juga viral.
Bukan sepenuhnya karena menyeramkan, melainkan sebagaimana video game lain,
kita selaku pemain, benci kalah. Ditambah nuansa atmosferik serta kesendirian
(kita satu-satunya tokoh), semakin total adrenalin dipacu.
Sementara dalam filmnya, Slender
Man adalah makhluk CGI yang bukan saja tak seram, bahkan konyol. Kesan
kesendirian pun lenyap, digantikan kebisingan dari kecerewetan para tokoh utama
yang sulit disukai. Hallie (Julia Goldani Telles), Wren (Joey King), Chloe (Jaz
Sinclair), dan Katie (Annalise Basso) merupakan empat serangkai yang pada suatu
malam, terpancing membuka situs soal ritual memanggil Slender Man dengan cara
menonton video terkutuk. Seminggu berselang, dampak mengerikan terjadi, mulai dari
penampakan aneh, hingga akhirnya memuncak ketika Katie menghilang.
Tersisa tiga gadis remaja, dan
Hallie jelas karakter utama film ini. Dia satu-satunya yang sempat penonton
singgahi lingkup personalnya, mengenal anggota keluarganya. Sekilas pun mudah
ditebak bahwa dialah pengisi peran “Final
Girl” yang keberadaannya bagai aturan tak tertulis di film horor. Tapi,
Hallie justru paling skeptis perihal dunia mistis dibanding ketiga rekannya.
Tidak peduli berapa banyak keanehan ia alami, temannya menghilang dan jadi gila
tanpa alasan, Hallie bersikukuh enggah terlibat, menutup mata, berharap dapat
menjalani hidup secara normal. Karakter skeptis dalam horor selalu menjadi
sosok paling menyebalkan, begitu pula Hallie. Di sini kegagalan filmnya
berasal. Tokoh utamanya mudah dibenci, menciptakan jurang besar dengan
kepedulian penonton.
Pasca menonton video pemanggilan
Slender Man, mereka berempat kerap bermimpi dan melihat keanehan. Konon, hal
tersebut merupakan tanda-tanda hilangnya kewarasan akibat kutukan si hantu muka
rata. Di tangan Sylvain White (I’ll
Always Know What You Did Last Summer, The Losers) sekuen yang mewakili
kegilaan tokohnya dikemas lewat surreal
imageries yang mengisi mayoritas bagian trailer-nya
sehingga terlihat menarik. Sekuen sureal yang terlihat bak mimpi buruk yang
cantik, merupakan elemen paling menarik film ini, yang jika seluruhnya
digabung, total takkan mencapai 2 menit lamanya. White jelas berbakat
menciptakan video klip bagi musisi gothic, tapi tidak dengan film horor.
White menganggap, semakin temaram
cahaya, semakin mengerikan suatu adegan. Alhasil, mayoritas teror terjadi di
tengah kegelapan. Begitu gelap, sulit mendeskripsikan peristiwa di atas layar.
Terkadang, entah ide brilian dari mana, White memakai shaky cam tatkala suasana gelap gulita. Jump scare-nya berkutat pada Slender Man yang diam berdiri bagai
pria mabuk di ujung gang. Terdapat satu jump
scare yang luar biasa mengagetkan. Bukan karena eksekusinya baik—bisa disebut
konyol malah—namun, campur tangan sensor yang memotong momen sensual sebelum
itu, justru menambah kesan tiba-tiba pada jump
scare-nya.
Bicara potong-memotong, Slender Man mestinya dipotong
sekitar 60-70 menit, jadikan film pendek, yang mana lebih cocok, baik dari sisi
teror maupun cerita. Alurnya menjabarkan misteri soal latar belakang legenda Slender Man yang jadi bahan
penyelidikan karakternya untuk mencari jalan keluar dari maut. Tapi
penyelidikan itu gagal menghadirkan jawaban memuaskan, pula gagal menyusun
satu kesatuan mitologi. Begitu usai, pengetahuan kita tentang
Slender Man takkan bertambah signifikan dibanding saat film baru dimulai. Sementara konklusinya bagai
ekspresi kemalasan David Birke menutup naskah secara layak, memilih berkata “Fuck it, I’m done!” lalu menyerah. Saya
berharap ia melakukannya lebih cepat supaya filmnya selesai lebih awal,
alhasil saya tak perlu lama tersiksa. Karena Slender Man merupakan salah satu pengalaman menonton paling
menyiksa tahun ini.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
9 komentar :
Comment Page:Next horror selain the nun, apalagi ya bang yang recommended buat ditonton?
Dari trailer nya udah gak menarik ya...
@Varado Beberapa yang paling ditunggu sih The Predator, Suspiria, Halloween
@Aliando teaser pertamanya malah bagus, tapi ternyata semua yang bagus udah nongol di sana, 80an menit sisanya ampas.
sumpah nyesel nonton ni film pas midnight . .ampas banget endingnya
Weww... Satu lagi potensi terbuang
Wowww 1 bintang!!!hahahaa...kok ane malah jadi penasaran liat ya wkakaakaka
@Badminton Don't throw your money away. Agustus masih banyak film bagus :D
Yang jumpscare tiba-tiba itu yang kissing scene Hallie-Tom bukan, Mas ? Kok saya liatnya kayak yang gak di-cut ya.
@Pramudya Yes, karena kalau bukan sensor, berarti editing aslinya ngaco luar biasa itu
Posting Komentar