MENUNGGU PAGI (2018)
Rasyidharry
Oktober 10, 2018
Arya Saloka
,
Aurelie Moeremans
,
Bagus
,
Bio One
,
Drama
,
Indonesian Film
,
Mario Lawalata
,
Raka Hutchision
,
REVIEW
,
Robie Taswin
,
Teddy Soeriaatmadja
,
Yayu AW Unru
13 komentar
Musik elektronik, narkoba,
kehidupan malam, alkohol, sampai pijat plus-plus. Menunggu Pagi punya semuanya. Berikan materinya pada sineas lain, besar
kemungkinan filmnya bakal berakhir sebagai perayaan klise soal hedonisme,
pemberontakan, atau apa pun yang meneriakkan “We’re young and free!”. Tapi di tangan sutradara sekaligus penulis
naskah Teddy Soeriaatmadja (Banyu Biru,
Ruma Maida, Lovely Man), Menunggu
Pagi (secara mengejutkan) jadi perjalanan melintasi dunia malam dan hiruk
pikuk gelaran Djakarta Warehouse Project (DWP) yang terasa damai.
Karakter utamanya adalah Bayu (Arya
Saloka) yang mengelola toko vinyl bersama dua sahabatnya, Kevin (Raka
Hutchision) dan Adi (Bio One). Bayu menyukai musik dance, juga menikmati berkumpul bersama teman-temannya. Tapi dari
perkataannya, ia tak menyukai tempat ramai. Itulah alasannya menolak ajakan
Kevin datang ke DWP. Apalagi di waktu bersamaan, hati Bayu tengah terganjal
akibat masalah dengan mantan kekasihnya (Putri Marino) yang masih dia cintai.
Merujuk pernyataan Kevin, Bayu
merupakan “teman yang seru”, walau terkadang, dia enggan berkumpul dan memilih
menghabiskan waktu sendirian. Bisa dipahami. Beberapa orang memang bisa menjadi
sosok tergila, namun di kesempatan lain Cuma ingin diam menyendiri. Bayu
demikian. Layaknya antitesis terhadap stereotip bagi para pemuda yang menikmati
kehidupan malam sambil menari mengikuti alunan musik dance. Menunggu Pagi
adalah kisah mengenai individu semacam itu. Bahwa dalam keliaran malam kota
besar, tinggal pula manusia-manusia lembut yang merindukan cinta tulus ketimbang
sekedar alat pemuas nafsu.
Kemudian hadir Sarah (Aurelie
Moeremans), mantan Kevin yang jengah oleh sikap kekasihnya, Martin (Mario
Lawalata). Martin berprofesi sebagai DJ, tapi juga seorang pengedar yang
terlibat permasalahan dengan seorang bos kriminal (Yayu Unru) akibat melarikan
narkoba miliknya. Sebagai kekasih, Martin begitu posesif, pernah menghajar pria
hanya karena dia mengirim SMS kepada Sarah, padahal dirinya sendiri terlibat hubungan
gelap. Sewaktu Sarah menangkap basah perselingkuhan Martin tepat di hari jadi
mereka, ia pun merasa cukup.
Sewaktu Sarah mengunjungi toko
vinyl untuk mengambil tiket DWP pemberian Kevin, pertemuan dengan Bayu pun
terjadi. Tidak butuh waktu lama bagi keduanya menjalin ikatan lewat
mendengarkan musik berdua dalam situasi yang mengingatkan saya pada adegan “music booth” milik Before Sunrise (1995), yang kebetulan juga mengisahkan perjalanan dua
sejoli menunggu datangnya pagi.
Sebelum pertemuan tersebut, Bayu
sempat menanyakan alasan Kevin mengakhiri hubungannya dengan Sarah. Kevin tidak
memberi jawaban gamblang, melainkan bicara soal 2 jenis wanita: mereka yang
dari luar nampak liar tapi buruk di ranjang, dan mereka yang terlihat polos
tapi liar dalam urusan seks. Mengingat Kevin digambarkan sebagai pemuda yang
haus akan seks, kita tahu Sarah termasuk kategori mana menurut Kevin. Itu
membuat ketertarikan Sarah dan Bayu masuk akal. Mereka merindukan sentuhan rasa
di tengah lingkaran manusia yang memuja sentuhan fisik. Sarah mengajak Bayu
datang ke DWP bersamanya. Bayu setuju, sebab sebelumnya ia memberi persyaratan
pada Kevin, bahwa ia bersedia hadir andai mendapat pengalaman baru. Ini adalah
pengalaman baru. Tepatnya cinta baru. Tapi Bayu bakal mendapatkan lebih.
Teddy menjadikan kehidupan malam
selaku panggung di mana hal-hal gila dapat terjadi. Tidak ada satu konflik
besar berkelanjutan ketika Teddy membawa penonton dalam perjalanan satu malam
yang melibatkan perkelahian di kelab, kejar-kejaran mobil, teler akibat
pengaruh halusinogen yang di satu titik menciptakan momen terlucu sepanjang
film, dan lain-lain, meski akhirnya, hal tergila yang karakternya alami adalah
menemukan cinta. They found love in a hopeless
place and situation.
Hubungan Bayu-Sarah meski memiliki
pondasi kuat, sayangnya minim waktu sekaligus kesempatan guna dikembangkan
secara meyakinkan. Beruntung jajaran pemain sanggup meniupkan nyawa. Mayoritas
dari mereka belum tampil dalam kapasitas luar biasa, namun cocok memerankan
tokoh masing-masing. Aurelie seperti biasa merupakan api dalam film yang ia
lakoni, sedangkan Arya Saloka ibarat angin lembut yang membuat nyala api itu
semakin besar. Mario tepat sebagai pria putus asa yang meledak-ledak, begitu
pula Bio One yang harus memasang ekspresi teler nyaris sepanjang durasi. Tapi
penampil terbaik adalah Yayu Unru. Cukup lewat 2 adegan, sang aktor senior
mampu menebar ngeri sebagai bandar narkoba intimidatif.
Sekali lagi Teddy memamerkan
penyutradaraan solid, dengan alur yang mengalir mulus, ditambah kapasitas
menangani adegan-adegan dengan tingkat kesulitan tinggi, seperti kejar-kejaran
mobil dan konser. Bukan kebut-kebutan pemacu adrenalin, tapi mengingat Menunggu Pagi bukan suguhan aksi,
menghindari kesan canggung saja sudah sebuah prestasi. Puncak pencapaian teknisnya
tatkala DWP berlangsung. Teddy, dibantu penyuntingan cermat Eric Kurniawan
Primasetio, mixing suara menawan,
serta pengambilan gambar cerdik dari Robie Taswin (Filosofi Kopi, Bukaan 8), berhasil mereka ulang kemeriahan festival
itu. Kombinasi rekaman asli dari pihak DWP dengan buatan tim film ini (yang
menampilkan para aktor) bersatu padu. Wajar apabila anda sempat mengira
seluruhnya diambil langsung di lokasi.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
13 komentar :
Comment Page:Waaah kalau teddy yg nyutradarain emang udah gk dirahuin lagi. BTW mas rasyid gk pingin review A Mother's Love nya Joko Anwar.
Saran aja buat mas rasyid ato yang mau nnton first man, kalo bisa noontonnya di imax krena pngalaman pas di luar angkasa nya mirip gravity apalagi shoot "silence" 20 menit akhir pas di bulan bikin nahan napas srasa ikut jalan disana
bang review dong Folklore A Mother's Love nya Joko Anwar
Min, review film Unfriended Dark Web min....
wajar bagus kalo yg pegang dia wkwkwk
Mas Rasyid kemaren gue abis nonton salah satu vlogger di youtube karena ngereview mother's love nya Joko Anwar dan dia berani mengatakan bahwa ini jauh lebih baik daripada PS. Kepengen banget ni untuk mas rasyid review mother's love.
Tumben bang reviewnya..... Spoiler smua???? ;)
Buat yang tanya A Mother's Love, sorry to say, nggak akan di-review. Alasan waktu & tenaga yang nggak memungkinkan. Tapi nggak, personally merasa A Mother's Love ini di bawah Pengabdi Setan (walau bukan perbandingan yang adil, karena yang satu feature, satunya short). It's a fine horror, tapi trik menakut-nakutinya udah kita lihat semua di film-film Joko sebelum ini. Skripnya solid, akting Marissa Anita & Muzakki Ramdhan luar biasa.
@Budi Spoiler mana ya? Mayoritas yang saya tulis sudah diungkap sama trailer atau sinopsis resmi filmnya
cine cribe hahaha
Ooh Aria toh. Dia mah rajin dan lebih strong jadi rajin upload review biar bukan film bioskop sekalipun haha
Aku barusan nonton, filmnya keren dan elegan, tapi miris bgt. Yg nonton cuma 3 orang di bioskop tadi. Sayang bgt nih film kurang promosi. Pdahal materinya udah keren bgt.
Apa hubungan film ini dengan Peterpan/NOAH?
@RESA: baru gue mau komen, apa hubungan film ini dengan ini https://www.youtube.com/watch?v=jBu8cXb9s48
hehe
Posting Komentar