MORTAL ENGINES (2018)
Rasyidharry
Desember 07, 2018
Action
,
Christian Rivers
,
Cukup
,
Fran Walsh
,
Hera Hilmar
,
Hugo Weaving
,
Junkie XL
,
Peter Jackson
,
Philippa Boyens
,
REVIEW
,
Robert Sheehan
7 komentar
Jika tujuan anda datang menyaksikan
Mortal Engines adalah untuk melihat
perwujudan keunikan konsep dunia post-apocalyptic
kaya yang dijanjikan, anda akan pulang tanpa membawa apa pun. Tapi jika
eskapisme jadi satu-satunya yang dicari, maka adaptasi novel berjudul sama
karya Philip Reeve ini bakal mudah menyunggingkan senyum. Setelah berulangkali
mendampingi Peter Jackson, Christian Rivers rupanya sudah mewarisi insting sang
mentor perihal blockbuster filmmaking.
Filmnya bertempat pada masa pasca “Sixty Minute War” yang menghancurkan
peradaban, di mana kota-kota, dengan London sebagai pusat, berevolusi menjadi
lingkungan portabel, yang berpindah-pindah dan saling memangsa guna memenuhi
kebutuhan sumber daya. Tapi Mortal Engines
tidak tertarik menjabarkan detail etnografis. Sedari awal, menu utamanya adalah
aksi saling mangsa kota-kota beroda, ketika London di bawah komando Thaddeus
Valentine (Hugo Weaving) mengejar kota tambang kecil tempat protagonis kita,
Hester Shaw (Hera Hilmar) menetap.
Rivers sanggup membuat perburuan
tersebut tampak masif, bombastis, bak dua monster raksasa bertukar serangan.
Tapi pertanyaan-pertanyaan macam “Apakah wujud nomaden itu dipakai semua atau
hanya sebagian kota?” atau “Bagaimana kondisi kehidupan sosial-masyarakat di dalamnya?”,
urung dijawab. Penonton hanya tahu bahwa era kita disebut “Screen Age” karena ketergantungan manusianya pada teknologi layar
dengan Minions menjadi dewa. Semua itu sebatas sentuhan komedi, bukan usaha
eksplorasi.
Padahal, dalam cerita yang khusus
menciptakan konsep dunia baru yang memodifikasi realita, eksplorasi itu
bersifat vital. Sangat disayangkan, sebab desain produksinya telah memberi
dukungan maksimal lewat keberagaman desain kota sampai deretan bentuk pesawat
tempur yang mengambil inspirasi dari tampilan pesawat masa lalu. Intinya, Mortal Engines dihiasi elemen visual
menarik.
Pun Mortal Engines turut memperhatikan penokohan dua protagonis. Tom
(Robert Sheehan) adalah sejarawan muda naif yang belum terpapar dunia luar,
apalagi sejak terpaksa mengubur mimpi menjadi penerbang. Sedangkan Hester
adalah gadis yang terluka (fisik dan mental) setelah menyaksikan Thaddeus
menghabisi sang ibu tepat di depan matanya. Luka itu demikian menyakitkan,
membuat Hester ingin menghapus perasaannya.
Bisa ditebak, romansa dipaksakan
terjadi di antara Tom dan Hester, namun tak sampai mengurangi daya tarik mereka,
terlebih berkat kemampuan Hera Hilmar menyeimbangkan ketangguhan dengan
kerapuhan. Karakterisasi solid itu bukan berhenti di protagonisnya saja. Ya,
Thaddeus sang antagonis utama memang sosok megalomania standar yang bersembunyi
di balik topeng pemimpin sekaligus ayah penyayang, namun Shrike (Stephen Lang),
si mantan anggota batalion mayat hidup selaku antagonis sekunder diberi lebih
banyak dimensi serta hati. Motivasinya personal, dengan latar belakang tragis
yang turut disertakan.
Tapi bentuk terbaik film ini memang
tatkala fokusnya sebatas memberi hiburan. Rivers mampu menghadirkan pacing lincah, menggerakkan filmnya
secara cepat, dinamis, tanpa harus berantakan. Sedangkan naskah buatan Peter
Jackson bersama dua penulis langganannya, Fran Walsh dan Philippa Boyens, meski
lemah soal pembangungan dunia rupanya solid dalam hal mengikat atensi lewat
jalinan alur yang tak menyisakan kekosongan, di mana karakternya selalu punya
hal (penting) untuk dilakukan.
Sebagai sutradara, Rivers mungkin
belum berada di level setara Jackson perkara merangkai gelaran laga bombastis
berskala besar, tapi ia telah menguasai teknik membangun intensitas menjelang sekuen
aksi. Tambahkan musik epic buatan
Junkie XL (Deadpool, Batman v Superman:
Dawn of Justice), kita pun memperoleh spectacle menghibur, yang meski jauh dari sempurna, meninggalkan
beberapa potensi kisah menarik untuk digali lebih lanjut dalam sekuel.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
7 komentar :
Comment Page:Bnyk yg bilang mirip versi live action ghibli
Mas rasyid gak bikin prediksi FFI??
Gue berharap ada sekuel lho padahal, karena plotnya sejenis trilogi LOTR dan Hobbit, cuma ini ambil masa depan. Tapi eh tapi endingnya cari aman. Padahal kalo ngerujuk di novelnya itu Mortal Engines ada jilidnya deh kalo gak salah, gue sempet googling Mortal Engines itu buku pertama dari berapa buku gituu...
hehehhe film ini anime banget sih menurutku
@chan Nggak tertarik sama deretan nominasinya
@Reza Bener kok, buku kedua emang tentang petualangan Tom & Hester di tempat baru.
Tadinya sempet naikin ekspektasi pas ngeliat trailer sama ngeliat "fullteam" LOTR dibaliknya, untung baca review"dulu jadi diturunin deh tu hasilnya puas si ending dan ada grand finale nya ga nge gantung tapi tetep buka potensi sekuel kalo sukses di box office
Nggak review tusuk jalangkung bang? 😬😬😂
Fun lah pokoknya nih film. Pas bgt buat orang yg baru selesai ujian semester 😁. Chemistry between hester and Tom juga dapet. Sampe ada yg ngegantung diakhir cerita, kenapa cuma pelukan seehhh....??? Wkwkwkw
Posting Komentar