JCW 2018 - SHOPLIFTERS (2018)
Rasyidharry
Desember 08, 2018
Drama
,
Hirokazu Koreeda
,
Japanese Movie
,
Kairi Jō
,
Kirin Kiki
,
Lily Franky
,
Mayu Matsuoka
,
Miyu Sasaki
,
REVIEW
,
Sakura Ando
,
Sangat Bagus
9 komentar
Melalui Shoplifters, sutradara/penulis naskah Hirokazu Kore-eda (Our Little Sister, After the Storm) mengobrak-abrik tatanan konsep keluarga
ideal yang dianut mayoritas masyarakat. Makna keluarga digugat lewat pertanyaan
“What makes a family?”. Apakah hubungan
darah merupakan keharusan? Apakah karena mengandungnya, seorang wanita otomatis
menjadi ibu terbaik bagi sang anak? Apakah sebuah keluarga yang memenuhi
kebutuhan dengan mengutil pantas disebut ideal?
Menurut Kore-eda, semua hanya soal
perspektif, dan Shoplifters mengajak kita
mengintip nilai kekeluargaan dari sudut pandang lain guna memancing perenungan.
Coba tengok jajaran karakternya. Osamu Shibata (Lily Franky) selalu mengajak
puteranya, Shota (Kairi Jō), mencuri makanan hingga alat mandi di supermarket.
Istrinya, Nobuyo (Sakura Ando), bekerja di tempat laundry dan kerap mengambil
benda di saku cucian. Hatsue (Kirin Kiki) si nenek yang rutin menerima pensiunan
mendiang suaminya pun sesekali terjun di aksi pencurian. Turut tinggal bersama
mereka adalah pula gadis muda bernama Aki (Mayu Matsuoka) yang berprofesi
sebagai stripper.
Suatu hari, Osamu membawa pulang
Yuri (Miyu Sasaki), setelah merasa iba melihat bocah itu ditelantarkan kedua
orang tuanya di luar rumah. Keluarga ini pun dengan senang hati merawat Yuri,
sambil sesekali mengajarinya satu-dua trik mengambil barang. Melihatnya dari
kacamata moral maupun hukum, semuanya nampak keliru. Osamu sekeluarga merupakan
pencuri yang mengajari bocah cilik bertindak kriminal. Pun bakal lebih mudah bagi
orang-orang melihat Yuri selaku korban penculikan.
Keluarga Shibata bukan lingkungan layak
bagi tumbuh kembang Yuri. Tapi benarkah? Kore-eda bermain-main dengan
perspektif, namun sebagaimana ia usil menyentil sistem pendidikan lewat pernyataan
“School is for kids who can’t study at
home”, Shoplifters dikemas dalam
kejenakaan. Kriminalitas yang dipicu kemiskinan bukan ditampilkan sebagai perwujudan
amarah atau luapan balas dendam pada ketidakadilan hidup. Interaksi antara
anggota keluarga tampil hangat, sesekali memancing tawa melalui celotehan
(penulisan dialognya luar biasa), bahkan saat ditimpa musibah pun, karakternya masih
sempat bercanda ria.
Kore-eda membuat saya betah
berlama-lama singgah di kediaman keluarga Shibata, walau serupa kebanyakan
karya sang sutradara, Shoplifters
sejatinya tak memiliki bentuk alur konservatif di mana satu konflik besar
menggerakkan arah cerita. Film ini ibarat rekaman keseharian karakternya yang
dijahit oleh ketelatenan Kore-eda bermain tempo serta dinamika. Menganut gaya
realisme, sang sutradara mampu menghadirkan dramatisasi tanpa memaksa penonton “merasakan”.
Bahkan bisa jadi anda tidak sadar Kore-eda sedang memantik emosi anda lewat
permainan sudut kamera dan timing.
Salah satu triknya adalah
menempatkan sudut pandang pada saksi. Apabila suatu peristiwa besar terjadi, guna
menstimulus emosi, Kore-eda lebih seiring membawa kita melihat respon orang yang
menyaksikannya, sambil tetap menceritakan apa yang terjadi. Baginya, hal terpenting
bukan kejadian di luar, namun dalam hati karakter. Itulah mengapa ia kerap
mendadak mengakhiri adegan di tengah pembicaraan. Kore-eda tak berniat
menangkap obrolannya, tapi apa yang seorang individu rasakan terhadap diri
sendiri dan/atau individu lain.
Shoplifters bergerak lembut, hingga anda mungkin tak menyadari
bahwa ini adalah misteri yang sedang menyamar. Bahkan film ini bisa saja
menjadi thriller, kala seiring waktu,
rahasia-rahasia gelap nan mengejutkan seputar tokoh-tokohnya diungkap.
Terkadang, pengungkapan terjadi lewat obrolan kasual seolah itu bukan persoalan
penting.
Kemudian babak ketiganya berubah
haluan, sewaktu tatanan moralitas ideal coba mengonfrontasi perspektif
alternatif yang ditawarkan filmnya, sambil menunjukkan sisi kelam dari
absolutisme dalam nilai sosial kita, yang cenderung memaksa semua pihak tunduk
pada “kebaikan tunggal”. Pada akhirnya, Shoplifters
bukan sebuah usaha menjustifikasi kriminalitas, melainkan observasi mengenai
kecacatan yang selalu ada tidak peduli seberapa harmonis suatu keluarga.
Semua aktornya, dari mendiang Kirin
Kiki hingga si aktris cilik Miyu Sasaki, memberikan akting subtil mengesankan,
walau penampilan Sakura Ando adalah yang paling mencengkeram. Pada satu adegan
non-verbal, Kore-eda meletakkan kamera tepat di depan Ando, tak sedikitpun
digerakkan, membiarkannya menangkap seluruh luapan rasa sang aktris, sementara
saya duduk diam. Tidak menangis atau tercengang, tapi seluruh bulu kuduk di
tubuh saya berdiri serentak. That was the most poweful acting I’ve seen this year.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
9 komentar :
Comment Page:Nonton dimana bang? Bagus kayanya
Suka banget ama ini!! Suka ini ama film Kore-eda yg Still Walking. Kalo menurut saya bisa aja film ini menang Oscar di Foreign Language kalo ga ada Roma. Katanya Roma bagus banget ya? Ga sabar mau nonton
@Savrion Di Japanese Film Festival (JFF)
@Anna Kandidat utama emang Roma, Shoplifters, Burning. Semoga dari sisa dua slot nominasi salah satunya didapet Marlina
Ane kira bakal 5, dari atas sampai bawah isinya memuji wkwkwk. Ga aneh sih klo Kore-eda dapat rating tinggi wkwkwkwkwk. Legend
Shoplifters dapet nominasi Golden Globes, tapi kok Burning ga dapet dah? GG aneh, A Star is Born masuknya di kategori drama bukan musical, Collette ama Hawke ga dapet nominasi di akting, First Man ama Widows dilupain, kok bisa?
Mas ini cmn tayang 2x to di JFF , perdana kemaren ga kebagian seat :((
@Raid Karena nggak ada cela bukan berarti otomatis dikasih 5 :)
@Anonim Bukan Shoplifters yang dipertanyakan, tapi Never Look Away, tapi wajar, karena mayoritas juri GG itu orang Jerman. Soal A Star is Born (dan Bohemian Rhapsody) itu keputusan tim marketing, karena kalau menang di kategori drama, hype buat Oscar nanti lebih gede. Udah aturan nggak tertulis kalau kategori drama di GG lebih dianggap berbobot dari musical/comedy. Dan inget, ini ajang penghargaan, bukan personal list, jadi ya nggak mungkin sesuai keinginan masing-masing orang. Kalau sudah biasa ikutin award season, nggak ada nominasi yang aneh di GG tahun ini.
@Syahrul Tayang di JAFF dan JFF. Berharap banyak pemutaran alternatif aja, atau siapa tahu tayang reguler kalau menang Oscar (unlikely sih)
Sama Cold War nya Pawel mungkin masuk
Posting Komentar