THE MAN FROM THE SEA (2018)
Rasyidharry
Desember 18, 2018
Adipati Dolken
,
Dean Fujioka
,
Drama
,
Indonesian Film
,
Japanese Movie
,
Junko Abe
,
Koji Fukada
,
Lumayan
,
Mayu Tsuruta
,
REVIEW
,
Sekar Sari
,
Taiga
2 komentar
The Man from the Sea adalah drama menghibur dengan beberapa tebaran bumbu
komedi. Terdengar cukup, namun karya penyutradaraan keenam Koji Fukada (Harmonium, Au Revoir L'Ete, Hospitalité)
ini bisa (dan seharusnya) menjadi lebih, khususnya melihat subteks yang Koji
sematkan di balik kisah mengenai pria misterius yang terdampar di sebuah pantai
di Banda Aceh. Tanpa nama, tanpa ingatan, tanpa pakaian.
Pria tersebut (diperankan Dean
Fujioka dengan aura mistis minim ekspresi wajah), tidak mengingat identitas
serta asalnya. Setidaknya itu yang dipercaya warga setempat. Hingga seiring
waktu, ia berubah dari pria pengidap amnesia yang tersesat, menjadi figur bak
Yesus, dengan kemampuan menciptakan dan mengendalikan air guna menyelamatkan
nyawa manusia, pula merenggutnya di lain kesempatan.
Seolah pria tersebut, sebagaimana
nama yang diberikan untuknya (Laut), merupakan perwujudan laut itu sendiri.
Laut yang menyediakan sumber kehidupan bagi manusia, namun seperti peristiwa
tsunami tahun 2004, dapat pula menjadi pembawa maut yang merenggut ratusan ribu
jiwa. Dualisme peran tersebut berpotensi menghadirkan perenungan serta
dialektika menarik mengenai bagaimana seharusnya menyikapi kehidupan dan alam.
Tapi Koji, yang sanggup memprovokasi
lewat Harmonium dua tahun lalu,
memilih pendekatan ringan nan aman. Ketimbang titular character-nya, ia meletakkan fokus kepada empat muda-mudi,
menyoroti pertemanan mereka, dan tentu saja, kecanggungan percintaan yang
terjalin.
Ilma (Sekar Sari) adalah sineas
dokumenter yang tengah memproduksi film mengenai korban tsunami, dibantu Kris
(Adipati Dolken) si juru kamera. Salah satu narasumbernya adalah sobat Kris, Takashi
(Taiga), pria Jepang yang lahir dan besar di Indonesia karena pekerjaan
kemanusiaan sang ibu, Takako (Mayu Tsuruta). Terakhir ada Sachiko (Junko Abe),
sepupu Takashi yang datang dari Jepang guna menjalankan misi personal.
Berkat pengarahan sekaligus
penulisan naskah bergaya “serius tapi santai” dari Koji, interaksi keempat
protagonisnya menyenangkan disimak. Entah sikap jenaka Takashi atau romansa
malu-malu Kris dan Sachiko, semua berhasil memancing senyum, bahkan tawa. Keempat
pemerannya pun bermain baik: Taiga mempunyai timing komedik apik, Adipati cocok melakoni peran pemuda pemalu
yang bagai “kerbau dicucuk hidungnya” karena cinta dengan Junko yang tak kalah
polos menjadi tandem sempurna, sedangkan Sekar Sari memberi keseimbangan lewat
pendekatan (lebih) dramatik.
Saya menyukai mereka, mendukung
tercapainya tujuan mereka, juga gemas menyaksikan romansa “malu-malu kucing”
Kris-Sachiko. Sampai The Man from the Sea
menyentuh babak akhir, lalu saya menyadari banyaknya cerita penuh makna yang
tertinggal tanpa eksplorasi. Koji menyebut bahwa ide film ini sudah terpikirkan
sejak 2011, yang kita tahu bersama, merupakan tahun kala tragedi gempa bumi dan
tsunami Tohoku terjadi. Pertemuan warga Indonesia dan Jepang di sini bisa saja
menciptakan tuturan metaforikal mengenai penanganan trauma kedua bangsa.
Persinggungan dan peleburan nasib serta budaya sempat dipaparkan di beberapa
titik (termasuk kebersamaan Kris dan Sachiko), tapi tidak cukup lugas untuk
dapat merenggut hati.
Koji cukup cerdik mengakali
keterbatasan sumber daya tatkala bermain-main dengan aspek magis ala dongeng,
mengandalkan kreativitas demi mengejutkan, memuaskan, atau menghibur dan menyulut
tawa penonton (Caranya mengakhiri adegan “konferensi pers sungguh jenius).
Sayangnya, terkadang beberapa detail kecil terlewat dari pengamatan Koji,
sebutlah saat pada dua kesempatan berbeda, anda bakal melihat jelas mayat yang
masih bernapas.
Benar bahwasanya potensi sejati dan
makna terdalam The Man from the Sea
tidak pernah terwujud seutuhnya, namun usaha Koji membawa filmnya berjalan di
jalur yang lebih mengutamakan hiburan harus diakui berujung kesuksesan. Film
ini mungkin takkan berjaya di ajang festival film mayor sebagaimana Harmonium memenangkan Jury Prize pada Festival Film Cannes
2016, namun The Man from the Sea
adalah suguhan yang dengan senang hati akan saya kunjungi kembali untuk sekedar
bersantai seperti menikmati udara pantai
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
2 komentar :
Comment Page:Ini film indonesia kan bang? Kok ada tag japanese movie juga?
Statusnya 3 negara sebenernya: Jepang, Prancis, Indonesia. Karena ini produksi bersama PH 3 negara itu.
Posting Komentar