LUKA CHUPPI (2019)

Tidak ada komentar
Menjelang pemilu, kelompok agama radikal yang terikat sebuah partai politik, merazia muda-mudi yang bermesraan di muka umum, juga pasangan yang tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan, guna menegakkan hukum agama serta budaya bangsa yang (katanya) menjunjung tinggi sopan santun. Deskripsi di atas bukan tentang Indonesia, melainkan kondisi dalam Luka Chuppi, komedi-romantis yang memperlihatkan bahwa kala pola pikir tertutup dipakai mengolah agama dan politik, fanatisme bodoh selalu jadi produk, di mana pun itu terjadi.

Protagonis kita adalah Guddu (Kartik Aaryan) dan Rashmi (Kriti Sanon), rekan kerja di stasiun televisi lokal di Mathura. Guddu merupakan reporter berpengalaman, sementara Rashmi, puteri tunggal Vishnu Trivedi (Vinay Pathak) sang pemimpin partai pelaku persekusi terhadap pasangan yang tinggal bersama, baru memulai magang di sana. Tidak makan waktu lama sampai cinta bersemi, meski harus berpacaran diam-diam, sebab di mata pubik, berkencan itu memalukan, sedangkan memakai agama sebagai senjata politik merupakan perjuangan suci.

Naskah buatan Rohan Shankar (Lalbaugchi Rani) tepat sasaran dalam mengkritisi bagaimana masyarakat (diam-diam) memandang pernikahan sebagai lisensi untuk berbuat sesuka hati, alih-alih peristiwa sakral saat dua hati dipersatukan. Didorong perspektif umum tersebut dan demi menghindari masalah, Guddu melamar Rashmi. Menghabiskan masa kuliah di kota besar seperti Delhi rupanya membuka mata Rashmi. Sang gadis menolak menikah sebelum benar-benar saling kenal. Karena itulah ia mengajukan usul mengejutkan: hidup bersama.

Dibantu sang sahabat, Abbas (Aparshakti Khurana), mereka melakukan perjalanan bisnis selama 20 hari, sebagai kedok untuk mencoba tinggal bersama. Luka Chuppi sempat terjatuh ke arah penuturan kacau kala tiba-tiba memperkenalkan keluarga besar Guddu lengkap dengan segala permasalahannya,  termasuk sang kakak yang khawatir “dilangkahi” Guddu. Beruntung, momentum berhasil didapatkan lagi begitu fokus dikembalikan pada romansa dua karakter utama.

Sebab chemistry Kartik-Kriti (Kriti Sanon's beauty is beyond measure!) begitu kuat, bahkan di montase pengisi waktu pun, keduanya nampak bagai pasangan yang tengah dimabuk asmara dan hidup bahagia berkat satu sama lain. Piawai pula mereka menangani komedi, yang mana salah satu aspek terkuat Luka Chuppi. Didorong kepedulian besar kepada Guddu dan Rashmi, saya tak ingin melihat keduanya terlibat masalah apalagi berpisah. Tapi Rohan Shankar tahu, tanpa konflik, 126 menit durasinya bakal terasa hampa. Akhirnya jalan tengah diambil, di mana konflik dipresentasikan secara komedik.

Humornya yang berpusat pada komedi situasi berhasil tampil jenaka dan selalu punya cara menyelipkan sindiran tajam, semisal saat para anggota partai berjanji akan mensejahterakan masyarakat.....asalkan mereka beriman. Filmnya pun bukan semata komedi-romantis menghibur, pula olok-olok berani. Walau di beberapa kesempatan leluconnya sedikit problematik ketika membahas perihal perselingkuhan. Beberapa karakter menyebut bahwa pria berselingkuh karena kebutuhannya kurang terpenuhi. Hal itu kontras dengan usaha filmnya merobohkan stigma peran gender dengan membuat ibu Guddu mengucapkan pesan empowerment untuk Rashmi, bahwa wanita tidak melulu bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga.

Luka Chuppi tidak hadir untuk menolak konsep pernikahan. Sebaliknya, penonton diajak memahami betapa pernikahan bukanlah permainan, sehingga perlu mengenal betul siapa yang akan hidup bersama kita hingga akhir hayat. Sayang, fase tatkala Guddu dan Rashmi tinggal di satu rumah urung menggali proses saling kenal tersebut secara mendalam. Kita hanya disuguhi bagian-bagian manis, sementara sisanya, dipenuhi upaya menyembunyikan pernikahan palsu mereka.

Didahului klimaks menegangkan yang membuktikan kebolehan sutradara Laxman Utekar (Lalbaugchi Rani, Tapaal) memainkan intensitas, konklusinya terasa seperti simplifikasi untuk permasalahan rumit, meski keputusan naskahnya memilih jalan tengah sebagai penutup kisah bisa dipahami, bahkan layak dikagumi. Ketimbang berperang sembari memupuk kebencian, film ini memilih perdamaian dem manfaat jangka panjang yang lebih besar. Biarpun tak sekuat seperti yang diharapkan dalam presentasi soal isu pernikahan, Luka Chuppi sukses menjadi hiburan yang memberikan senyum tanpa henti sepanjang durasi.

Tidak ada komentar :

Comment Page: