MARD KO DARD NAHI HOTA (2018)

9 komentar
Mard Ko Dard Nahi Hota, atau yang memiliki judul internasional The Man Who Feels No Pain, mengisahkan dua jenis manusia: Seorang pria yang tak mampu merasakan sakit dan wanita sering merasakan sakit tapi tak pernah mengeluhkannya. Penokohan itu saja sudah cukup menyuntikkan dinamika menarik dan sedikit sentuhan humanistik dalam film penuh baku hantam yang memenangkan segmen Midnight Madness pada ajang Toronto Internasional Film Festival tahun lalu.

Sang pria bernama Surya (Abhimanyu Dassani), menderita congenital insensitivity to pain, sebuah kelainan medis langka yang meniadakan kemampuannya merasakan sakit. Hal itu membuat sang ayah (Jimit Trivedi) berusaha membatasi pergerakan Surya, termasuk mengikat tangan dan kakinya, serta memakaikannya goggles. Bisa dipahami, sebab Surya bisa terluka, berdarah, tulangnya bisa patah, namun ketiadaan rasa sakit membuatnya sulit mengukur seberapa bahaya suatu luka.

Surya kecil pun jarang keluar rumah, terlebih setelah dikeluarkan dari sekolah karena terlibat perkelahian. Beruntung ia memiliki sang kakek, yang diperankan Mahesh Manjrekar lewat gaya akting yang mengingatkan saya akan Rocky-nya Sylvester Stallone di dua film Creed (topi yang ia kenakan pun sama). Melalui sang kakek, Surya berkenalan dengan ratusan film laga yang ia saksikan melalui VHS. Dari situlah kepribadiannya terbentuk.

Semenjak itu, Surya bermimpi ingin menjadi martial artist agar bisa memberantas kejahatan. Intensi tersebut dipicu dua hal: Kematian sang ibu di tangan perampok kala baru melahirkan Surya dan karena ia sering menyaksikan sahabatnya, Supri (Radhika Madan), jadi korban tindak kekerasan oleh ayahnya yang pemabuk. Hingga Surya menemukan rekaman berisi kumite melawan 100 orang yang dijalani pria berkaki satu misterius bernama Karate Mani (Gulshan Devaiah). Terpukau, Surya yang menghabiskan masa mudanya hanya berkutat di rumah pun diam-diam berlatih bela diri dan tumbuh sebagai petarung handal.

Tentu di realita kita takkan bisa semudah itu menguasai bela diri hanya lewat menonton film. Tapi Mard Ko Dard Nahi Hota memang bukan suguhan realis, bahkan cenderung menolak tampil serius. Ditulis sekaligus disutradarai Vasan Bala (Peddlers) yang terinspirasi kisah seorang pasien dokter gigi yang tak memerlukan anestesi, film ini murni ingin bersenang-senang sebagaimana Vasan ingin mengulang kembali kebahagiaan masa kecilnya menyaksikan film-film laga. Mard Ko Dard Nahi Hota berusaha keras terlihat unik dan segar, yang mana cukup berhasil, walau di beberapa kesempatan justru membuatnya berantakan.

Progresi alurnya sengaja dikemas agar menimbulkan kesan kacau. Sesekali adegan fantasi diterapkan untuk menggambarkan imajinasi Surya, yang awalnya terasa kreatif, namun seiring waktu mulai repetitif. Cara bertutur liar milik Vasan, ditemani penyuntingan cekatan Prerna Saigal (Peddlers, Bombay Velvet) dapat menginjeksi energi sekaligus membantu komedinya mendarat tepat sasaran, tapi cukup sering pula menciptakan kerumitan tidak perlu.

Pastinya, gaya-gaya di atas sukses menghindarkan filmnya dari kesan hambar. Dan begitu Surya tumbuh dewasa, lalu memulai perjalanan memberantas kejahatan yang melibatkan idola dan sahabat masa kecilnya, kita pun mulai disuguhi banyak pertarungan tangan kosong keren, yang nampak bagai kombinasi aksi over-the-top India (meski belum segila judul-judul produksi Telugu alias Tollywood) dengan film kung-fu klasik asal China.

Menghabiskan tiga bulan pra-audisi plus delapan bulan di pra-produksi berlatih bela diri, Abhimanyu Dassani menampilkan atletisme luar biasa. Seluruh gerakannya meyakinkan, termasuk beberapa teknik akrobatik yang menjadikan banyaknya pemakaian gerak lambat sebuah keputusan tepat. Tidak kalah badass adalah Radhika Madan sebagai Supri. Aktris yang pernah terlibat di sinetron Cinta di Pangkuan Himalaya tak kenal ampun dalam menghajar lawan-lawannya, bahkan meski hanya bersenjatakan kain tipis. Sementara di elemen dramatik, keberadaan Supri membuktikan bahwa Bollywood selalu bersedia meluangkan waktu menyelipkan unsur female empowerment.

Berbeda dengan Surya yang bersikap polos karena tak pernah menatap dunia luar, Supri paham betul kerasnya realita. Terlalu paham malah. Hidup bersama ayahnya yang abusive sejak kecil, menginjak usia dewasa, Supri mesti berurusan dengan pria bermasalah lain, yakni calon suami yang selalu mengontrol kehidupannya. Bukan cuma kebebasan, ia pun menghalangi Supri menggunakan nuraninya untuk menolong orang. Hiburan dalam Mard Ko Dard Nahi Hota mungkin berasal dari si jagoan pria yanng tak kenal rasa sakit, tapi pencuri hati sesungguhnya justru si wanita yang selalu merasakan sakit, baik fisik maupun mental, tapi memilih menghadapinya sebelum akhirnya merasa cukup dan mendobrak tembok penghalang itu.

9 komentar :

Comment Page:
KieHaeri mengatakan...

Radhika Madan progress akting-nya cepat. Debut pertama filmnya di film Pathaaka (kembang api) garapan Vishal Bhardwaj sudah mencuri perhatian saya. Apalagi duet bareng Sanya Malhotra (Badhaai Ho,Dangal). Mesti coba di tonton Mas hehe. Apalagi betah liat wajah ayu-nya. Penasaran pengen nonton, di trailer emang cukup gila sih..

SALEMBAY mengatakan...

bang rasyid shazam dapet pujian positif nilai 93 di rotten tomatoes pendapatnya gimana bang selaku pemuja avengers end game?? hehe

Fajar mengatakan...

@Salembay
Lho kok bisa? Katanya fitur review film sebelum rilis sudah tidak ada. Kelakuan troll ini. Tapi kalo troll kok baik. Bukan troll, berarti ini elf. Kalo bukan elf, mungkin ini canter.

Rasyidharry mengatakan...

Bagus dong. Terbukti toh, begitu DC & WB mau having fun felemnya langsung bagus-bagus. Hajar terus lah pokoknya. Go DC! 😁

Rasyidharry mengatakan...

Nah belum tuh. Sekalian nonton Cinta di Himalaya berarti 😂

SALEMBAY mengatakan...

@fajar
emang udah tayang terbatas bray di amerikanya, reviewnya juga udah bertebaran tuh.

Adit mengatakan...

Maaf melenceng, prediksi bang rasyid avengers endgame bkl lebih bagus dari infinity war apa lebih buruk

Rasyidharry mengatakan...

Waduh nggak bisa jawab pertanyaan ini. Apalagi materi promosinya dikit dan bisa jadi banyak pakai adegan palsu. Pastinya jauh lebih besar skalanya

Adit mengatakan...

Iya bener infonya baru sedikit, semoga menjadi penutup phase 3 dengan spektakuler,, hehe..