BUMI ITU BULAT (2019)
Rasyidharry
April 12, 2019
Andre Supangat
,
Arie Kriting
,
Christine Hakim
,
Cukup
,
Drama
,
Febby Rastanty
,
Indonesian Film
,
Mathias Muchus
,
Rania Putrisari
,
Rayn Wijaya
,
REVIEW
,
Ria Irawan
,
Ron Widodo
,
Tissa Biani Azzahra
6 komentar
Pada masa di mana radikalisme tambah
mengkhawatirkan, film seperti Bumi itu
Bulat bisa menjadi tontonan penting. Dibuat dengan keterlibatan GP Ansor,
tidak mengejutkan bila karya penyutradaraan layar lebar perdana Ron Widodo ini
menjadi kampanye anti-radikalisme. Tapi ada satu masalah akibat kalimat “Kalau kita
tidak bisa bersama, seenggaknya kita bisa saling menghargai”, yang merupakan
salah satu jualan utama filmnya.
Mengapa kalimat di atas bermasalah?
Bukankah itu pesan damai yang menyejukkan? Karena mengacu pada bagaimana
kalimat itu disampaikan, filmya pun
mestinya mampu mengajak penonton menghargai eksistensi jajaran Islam garis
keras, selama tak menimbulkan bahaya secara nyata. Tapi kenapa? Apa perlunya
menghargai radikalisme? Bumi itu Bulat gagal
menjawab itu.
Karakter utamanya adalah Rahabi
(Rayn Wijaya), anggota grup Rujak Acapella yang membangun kesuksesan via
YouTube, dengan jumlah penonton dan subscribers
mencapai ratusan ribu. Ciri khas mereka adalah menyanyikan lagu kebangsaan.
Inilah cara filmnya mempromosikan nasionalisme pada penonton muda, dengan
menyulap lagu yang mungkin dianggap kurang trendi menjadi nomor akapela keren.
Walau dibekali aransemen apik, saya cukup terganggu oleh buruknya lip sync jajaran pemain, ditambah tata
suara kurang natural, khususnya saat karakternya bernyanyi tanpa mikrofon. Film
kita butuh belajar menciptakan adegan live
performance supaya terdengar organik.
Nama “Rujak Acapella” sendiri
datang dari variasi identitas anggota, yang terdiri atas beragam suku, agama,
dan gender. Kini mereka mengincar kontrak rekaman, tapi sayangnya, sang
produser, Aldi (Arie Kriting), merasa tampang personel Rujak Acapella kuranng
menjual, meski mengakui musikalitasnya. Aldi pun mengajukan syarat: Demi
mendapat kontrak, Rujak Acapella harus memasukkan penyanyi muda bernama Aisha
(Febby Rastanty) sebagai anggota. Masalahnya, Aisha—walau kebetulan berkuliah
di kampus yang sama—telah berhenti bernyanyi pasca berhijrah.
Di tengah penolakan rekan-rekannya,
khususnya Tiara (Rania Putrisari), Rahabi bersikeras menerima syarat tersebut.
Alasannya, ia membutuhkan uang untuk membiayai sekolah kedokteran adiknya, Rara
(Tissa Biani). Rahabi sendiri telah beberapa lama pergi dari rumah akibat
pertengkaran dengan ayahnya, Syaiful (Mathias Muchus), yang merupakan anggota
Banser. Rahabi merasa sang ayah hanya mementingkan pekerjaan, menelantarkan
keluarga, sehingga menyebabkan meninggalnya sang ibu.
Tapi jalan Rahabi membujuk Aisha
jauh dari mulus. Selain kukuh meninggalkan dunia tarik usara, Aisha pun
terganggu oleh keberadaan non-Islam di Rujak Acapella. Abi terus memaksakan
diri, dan dampaknya, perpecahan mulai terjadi, apalagi setelah ia menyetujui
persyaratan Aisyah, untuk mewawancarai Bu Farah (Ria Irawan), dosen garis keras
yang dipecat karena menyuarakan ujaran kebencian. Melalui elemen inilah Bumi itu Bulat membawa kita menyusuri
kenyataan mengerikan soal betapa mudahnya prosedur cuci otak radikalisme
berlangsung di dunia kampus.
Bumi itu Bulat memposisikan para radikal sepenuhnya sebagai pihak
buruk, yang mana saya setujui. Perspektif satu arah dalam film sah-sah saja
dilakukan. Namun ketika filmnya membuat Abi berkata, “Kalau kita tidak bisa
bersama, seenggaknya kita bisa saling menghargai” kepada Aisha, secara tidak
langsung Bumi itu Bulat mengajak kita
menghargai para radikal. Sekali lagi itu sah, selama naskah buatan Andre
Supangat berhasil menyuguhkan alasan logis, yang mana gagal dilakukan. Sampai akhir, saya urung menemukan alasan
untuk menghargai tokoh-tokoh seperti Aisha atau Bu Farah.
Di luar itu, Bumi itu Bulat dituturkan dengan cukup baik. Kekhawatiran saya
bahwa unsur cinta segitiga cheesy antara
Rahabi-Tiara-Aisha bakal mendistraksi nyatanya tidak terbukti. Unsur itu
disampaikan secara subtil, di mana Tiara terus bertahan sebagai individu tegas,
yang mengajukan keberatan atas bergabungnya Aisha, murni karena alasan kelompok
ketimbang perasaan pribadi. Walau di lubuk hati terdalam hal itu pastinya tetap
berkontribusi, Tiara sanggup melontarkan opini objektif nan beralasan.
Dramanya turut ditunjang performa
solid jajaran pemain. Di antara tim Rujak Acapella, Rania Putrisari paling
menonjol berkat ekspresi serta bahasa tugas yang mendukung ketegasan
karakternya. Mathias Muchus sekali lagi mampu menghembuskan hati biarpun
memerankan sosok pria keras, Tissa Biani masih seorang pencuri perhatian yang
jago memancing seyum penonton, sedangkan Christine Hakim tetaplah Christine
Hakim yang bakal meninggalkan kesan meski hanya muncul sejenak.
Babak ketiganya dibuat berdasarkan
insiden dunia nyata kental intoleransi antara umat beragama. Relevan, tapi
sayang diakhiri lewat simplifikasi. Di realita, takkan semudah itu meredakan
amukan warga yang mudah terprovokasi akibat mabuk agama. Beruntung, menyusul
beriutnya adalah konklusi cheesy tapi
menyentuh bagi konflik ayah-anak. Menyentuh, sebab biar bagaimanapun, mayoritas
ayah memang pahlawan super untuk anaknya.
Saya turut mengagumi saat Bumi itu Bulat menyelipkan penampilan
Rujak Acapella di tengah upacara pembukaan Asian Games 2018 secara cukup
meyakinkan. Belum sempurna, tapi setidaknya tampak alamiah. Dan kali ini,
karena konteksnya bernyanyi menggunakan mikrofon dan sound system, nyanyian mereka lebih bisa diterima pula terdengar
nyaman di telinga.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
6 komentar :
Comment Page:Mengapa yang hijrah itu selalu di identikan dengan radikal ya? Kasihan yang memang bener2 hijrah, dicurigai terus. Tapi ya sudahlah, itulah kehidupan...
Filmnya sudah menjelaskan kok, kalau hijrah nggak harus lewat jalan seperti itu
Bang review homestay dong di imdb ratingnya lumayan bagus penasaran
Bang Rasyid, Sudah Pernah Nonton Film Jakarta Magrib(Salman Aristo, 2010)?. Tolong kalau berkenan beri pendapat bang, film seperti itu termasuk apa?, adakah yang mirip. Soalnya saya sangat suka dengan film tersebut, menurut saya cerita dan penyajiannya menarik tidak seperti film kebanyakan. terimakasih.
Omnibus maksudnya? Satu film banyak cerita? Kalau iya, ada Rectoverso, Perempuan Punya Cerita, 3Sum, Takut, dll
Cinta Setaman, Aku Cinta Kamu (Indo), 4bia (Thailand), Valentines Day, Love Actually (Hollywood)
Posting Komentar