HOMESTAY (2018)
Rasyidharry
April 13, 2019
Cherprang Areekul
,
Drama
,
Fantasy
,
Lumayan
,
Natthasit Kotimanuswanich
,
Parkpoom Wongpoom
,
REVIEW
,
Roj Kwantham
,
Suquan Bulakul
,
Teeradon Supapunpinyo
,
Thai Movie
,
Thriller
7 komentar
Homestay, selaku adaptasi novel Jepang berjudul Colorful karya Eto Mori, adalah
proyek ambisius berupa peleburan elemen fantasi, romansa, drama keluarga, thriller, dan misteri. Bahkan tone-nya terus berganti, antara sajian
ringan menggemaskan khas percintaan remaja Thailand dan suasana kelam dari isu
bunuh diri, disfungsi keluarga, hingga penelusuran makna kehidupan.
Kisahnya dibuka saat protagonis
tanpa nama kita (Teeradon Supapunpinyo) terbangun di kamar mayat dalam tubuh
remaja bernama Min yang baru saja meninggal bunuh diri. Di tengah kebingungan
tersebut, ia bertemu sosok misterius yang mengaku sebagai penjaganya. Pertemuan
keduanya dibungkus oleh momen melawan gravitasi yang akan kita lihat beberapa
kali lagi, sebagai bentuk unjuk gigi kualitas efek visual filmnya dan
kepiawaian sutradara Parkpoom Wongpoom (Shutter,
Alone, 4bia) menangani adegan bergaya.
Sang penjaga—yang nantinya muncul
dalam wujud berbeda-beda termasuk cameo Laila
Boonyasak sebagai suster nakal—memberi protagonis kita tugas untuk mencari
alasan Min bunuh diri. Dia diberi waktu 100 hari. Jika berhasil, ia mendapat
kesempatan kedua untuk hidup, namun bila gagal, ia bakal tewas secara permanen
dan kehilangan kesempatan reinkarnasi. Investigasi “Min palsu”, yang dibalut
tempo lampat sehingga durasi Homestay membengkak
sampai 131 menit—membawa beberapa pemahaman. Min adalah remaja tertutup, hidup
di bawah tekanan, selalu menyendiri dan berdiam diri.
Keluarga Min pun jauh dari
harmonis. Ayahnya (Roj Kwantham) berhenti mengajar untuk menjalankan bisnis MLM
menjual suplemen, Ibunya (Suquan Bulakul) tinggal di kota lain karena tuntutan
pekerjaan, sementara sang kakak, Menn (Natthasit Kotimanuswanich), tampak
begitu membencinya. Asumsi pun timbul, bahwa Min memilih mengakhiri hidupnya
karena tidak tahan menghadapi kondisi keluarganya.
Walau bergerak lambat, investigasi
terhadap motivasi Min mampu menciptakan misteri menarik berkat kemampuan naskahnya,
yang digarap lima penulis (Thodsapon Thiptinnakorn, Jirassaya Wongsutin,
Abhichoke Chandrasen, Eakasit Thairaat, Parkpoom Wongpoom), untuk secara cermat
memilah, kapan harus melempar pertanyaan, kapan harus menjawab, atau setidaknya
menebar petunjuk. Beberapa twist
sempat hadir, yang walau tak sulit ditebak, efektif menambah dinamika.
Kemudian diperkenalkanlah Pi
(diperankan Cherprang Areekul, kapten BNK48), gadis cerdas anggota tim
Olimpiade sains yang juga peer tutor bagi Min. “Min palsu” jatuh cinta pada Pi dan dari situlah ia memutuskan bertransformasi.
Dia buang gaya rambut dan berpakaian emo,
menciptakan Min yang lebih ceria, bersemangat, dan penuh warna. Pi pun
terpikat pada Min yang baru, membuka jalan bagi Homestay berpindah sejenak menuju fase bernuansa ringan sebagai
kisah cinta remaja menggemaskan yang berhasil memancing senyum. Kuatnya chemistry kedua pemeran utama juga
berkontribusi memproduksi romantika bernyawa.
Sampai Homestay kembali melempar penonton menuju keseriusan, yang kali ini
lebih kelam dibanding sebelumnya, pula mengoyak perasaan. Serupa protagonisnya,
pada titik ini kita dibawa menjalani kehidupan bak neraka milik Min, lalu
pelan-pelan memahami, bahkan bisa jadi merasakan hal yang sama dengan remaja
malang tersebut. Bukan mustahil pula anda dibuat berandai-andai, apakah bakal
mengambil tindakan seperti Min apabila ditempatkan di kondisi yang sama.
Sayangnya di situlah puncak rasa Homestay, sebab konklusi yang menyusul
kemudian, hadir terburu-buru juga dengan penuturan sedikit kacau. Alhasil
dampak emosional yang semestinya dipunyai, bahkan jadi “gong” bagi momen
penutup film semacam ini, tak dapat ditemukan. Pesannya bermakna, namun
persepsinya soal isu bunuh diri terkesan dangkal bahkan cenderung kurang
sensitif. Homestay mampu membuat
penonton memahami pesan tentang “mensyukuri hidup” yang diusung, tapi tak
sampai ikut merasakannya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
7 komentar :
Comment Page:Bang rasyid ga nge bahas ato review sedikit buat season terakhir game of thrones krena hype nya tinggi bgt nyamain endgame sayang ga ditayangin di bioskop (ada niatan dari hbo tadinya padahal)
Menurut bang rasyid lebih bagus ini apa bad genius yg sama2 produksi gdh?
Ini kayaknya pernah jadi film anime juga deh, Colorful (2010) kalo gak salah
Bad Genius lebih rapi & lebih berhasil menyampaikan tujuannya
Yak betul
Nanti kalo season ini kelar baru nonton lagi
Sebenarnya, penyebab bunuh diri Min itu apa?
Posting Komentar