SUNYI (2019)
Rasyidharry
April 12, 2019
Agasyah Karim
,
Amanda Rawles
,
Angga Yunanda
,
Arya Vasco
,
Awi Suryadi
,
Dayu Wijanto
,
horror
,
Indonesian Film
,
Khalid Kashogi
,
Lumayan
,
Naomi Paulinda
,
REVIEW
,
Ricky Lionardi
,
Teuku Ryzki
,
Unique Priscilla
22 komentar
Sunyi merupakan remake dari
Whispering Corridors (1998), yang mana
ambil bagian dalam era baru perfilman Korea Selatan pasca pembebasan dari
penyensoran selepas kediktatoran militer berakhir. Alhasil, film tersebut
dimanfaatkan selaku media menyuarakan kritik terhadap banyak isu, khususnya
perundungan dan kerasnya sistem pendidikan. Itulah alasan mengapa karya Park
Ki-hyung tersebut jadi fenomena populer, meski kualitasnya sendiri agak
mengenaskan. Berbeda dibanding pendahulunya, Sunyi tak kebingungan menentukan jati diri, mencampur horor dan
drama dengan cukup apik, menjadikannya remake
yang superior.
Tema perundungan bukan saja
dipertahankan oleh Sunyi, bahkan diberi
eksplorasi lebih dalam. Kisahnya berlatar tahun 2000 di SMA Abdi Bangsa yang
prestisius namun digelayuti isu perundungan yang konon telah berlangsung
turun-temurun. Pun tersebar rumor bahwa pada dekade lalu, hal tersebut
merenggut nyawa tiga siswi, yang hingga kini arwahnya senantiasa bergentayangan
di sekolah.
Protagonis kita bernama Alex (Angga
Yunanda), putera mediang paranormal terkenal, yang jelang hari pertamanya
bersekolah di Abdi Bangsa, makin mengkhawatirkan senioritas di sana. Ketika ia
nyatakan kekhawatiran tersebut, sang ibu (Unique Priscilla) merespon, “Senioritas
kan bagus buat character building”.
Dari situ kita bisa melihat pola yang menyebabkan perundungan terus lestari.
Pada malam pertama, siswa-siswi
tahun pertama dikumpulkan oleh ketiga senior mereka: Andre (Arya Vasco), Erika
(Naomi Paulinda), dan Fahri (Teuku Ryzki), guna menghadiri malam orientasi.
Saat itulah hukum senioritas mulai diberlakukan. Murid tahun pertama adalah
budak (tahun kedua disebut “manusia”, tahun ketiga disebut “raja”, alumni
disebut “dewa”) yang wajib menuruti perintah senior yang berhak mengambil
barang apa pun milik mereka, bahkan dilarang memasuki area-area seperti
perpustakaan, kafetaria, juga toilet.
Bu Ningsih (Dayu Wijanto) selaku
kepala sekolah merasa khawatir, tapi atas nama tradisi, memilih membiarkan.
Sedangkan para junior tetap diam, karena melawan bukan saja menjadikan mereka
musuh publik, pula menghilangkan kesempatan mendapat jaringan luas milik
alumni. Sampai titik ini, naskah buatan sutradara Awi Suryadi (Danur, Badoet) bersama duet Agasyah
Karim dan Khalid Kashogi (Badoet, Mau
Jadi Apa?, Reuni Z), terbukti mampu menyediakan pijakan solid dalam penggambaran
lingkaran setan budaya perundungan. Tidak berhenti di situ, naskahnya melangkah
lebih jauh menelusuri soal kontribusi pola asuh orang tua lewat tro
Andre-Erika-Fahri. Orang tua mereka sama-sama bermasalah, entah menerapkan
hukuman fisik, menuntut terlalu tinggi, atau tidak hadir di rumah.
Ketiganya membuat hari-hari Alex
bak neraka. Beruntung, ia bertemu Maggie (Amanda Rawles). Keduanya semakin
dekat, dan dunia SMA Alex tak lagi sesunyi itu. Sialnya, begitu identitas ayahnya
diketahui Fahri, Alex dipaksa memanggil arwah para siswi yang konon
bergentayangan di sekolah. Awalnya usaha itu nampak gagal, namun tak lama
berselang, kematian mulai menyebar dan darah mulai tumpah di SMA Abdi Bangsa.
Sewaktu Whispering Corridors seolah melupakan hakikatnya sebagai horor, Sunyi menerapkan pendekatan familiar
sembari tetap memberi jalan bagi elemen-elemen di atas agar mengalir sebagai
pondasi cerita, alih-alih sekedar jump
scare layaknya banyak horor medioker lokal belakangan. Di luar adegan “listening class” dan “kolam renang” (yang
sudah muncul di trailer), terornya
tak banyak memperlihatkan kreativitas. Mayoritas formulaik, ditambah riasan
hantu seadanya. Tapi saya mengapresiasi penolakannya untuk melempar jump scare membabi-buta atau memakai
efek suara berisik. Serupa judulnya, film ini tidak takut menerapkan kesunyian,
tahu kapan mesti berdiam diri, kapan mesti tampil menggelegar (yang juga tak
pernah terlampau berisik). Tata musik
garapan Ricky Lionardi (Danur, Sakral,
Lukisan Ratu Kidul) juga sesekali terdengar atmosferik.
Sunyi pun menempatkan hati di tempat yang tepat. Kembali ke adegan “kolam
renang”, secara mengejutkan momen tersebut menyimpan bobot emosi. Ada kesedihan
di sana, tatkala senior pelaku perundungan ditampakkan kerapuhannya, digambarkan
sebagai salah satu korban kegagalan sistem pendidikan, tentunya tanpa berusaha
menjustifikasi perbuatan mereka kepada junior. Momen itu meyakinkan saya bahwa
mereka tidak pantas mati. Sehingga saya mengamini ketika Alex mengonfrontasi
sang hantu di klimaks sambil menyampaikan pernyataan serupa. Semakin memuaskan
kala Sunyi ditutup oleh konklusi
hangat, sesuatu yang dikorbankan film aslinya demi tambahan twist tak perlu.
Ya, jika sudah menonton Whispering Corridors, anda tahu akan ada
twist. Sepanjang durasi, filmnya
menyiratkan itu melalui beberapa petunjuk subtil. Apa yang membuatnya spesial
adalah, sekalinya kejutan tersebut diungkap (sayangnya lewat eksekusi
antiklimaks), penonton tidak dijejali rekap, selaku penjabaran atas sebaran
petunjuk-petunjuk tadi. Seolah semua itu adalah “bonus” bagi penonton yang
bersedia menaruh perhatian lebih.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
22 komentar :
Comment Page:Makin ke sini, Awi Suryadi adalah contoh sutradara yang belajar dari kesalahan karya sebelumnya. Setahap namun pasti. Btw,opini sementara buat teaser Danur 3: Sunyaruri gimana menurut Mas?
Setuju kalo Sunyi lebih bagus dari Whispering Corridors, walau seri Whispering terkenal banget tapi menurut saya kualitasnya ga terlalu bagus. Film horror korea yang menurut saya bagus tuh The Wailing, Train to Busan, A Tale of Two Sisters, I Saw the Devil, sama Death Bell
Whispering nya Song Ji Hyo bukan ya?
Waaaw sebegitu keren kah film ini sampai rating bintangnya mendekati Pengabdi Setan dan Sebelum Iblis Menjemput?
Yes, Awi pelan-pelan tapi progresnya ada. Sekarang udah masuk tahap benerin naskah. Keren itu teaser. Walau kurang cocok sama make up hantunya, efek pas Peter ditarik itu langsung bikin intensitasnya naik
Ya itulah, Whispering Corridors jadi fenomenal karena salah satu yang berani angkag isu sosial pertama setelah sensor dilepas
Itu film ketiganya, Wishing Stairs. Kalau yang di-remake Sunyi itu film pertamanya
Skripnya solid. Biar masih jauh dari Pengabdi Setan, jarang banget horor kita perhatiin skrip. Urusan teror sih masih jauh dibanding 2 judul itu ya
naomi paulinda ajib bana dah <3
Masuk jajaran horror terbaik tahun ini enggak bang? :p
Ya iyalah, gimana lagi, orang sejauh ini baru Sunyi & MatiAnak yang waras 😅
Seri whispering corridors itu filmnya jelek semua ya? Atau ada yg bagus? Soalnya Sunyi lumayan lah kualitasnya
Bang rasyid. Ini review gak sarkas kaya dulu reviewnya kain kafanhitam kan ? Mau nonton nih mumpung buy 1 get 1
Baru nonton yang pertama sih, mau lanjut tapi udah jelek gitu, males
Hahahaha nggak kok. Kalau sarkas kan pasti ratingnya tetep normal
Awi Suryadi kayanya semakin teruji ini kualitasnya, apalagi lepas dari duet penulis terdahulunya di Danur series, dikasih projek horor semakin terasah kemampuannya, patut dinantikan karya Awi selanjutnya, beda ya sama Trio Baginda Jose Purnomo, Rizal Mantovani dan Rocky Soraya, makin banyak filmnya makin ngga karuan kualitasnya dan sungguh tidak jelas mau dibawa kemana horornya, hehehe
Betul. Directing Awi terus naik. Tepat juga keputusan ganti penulis. Naah kalau Rocky malah kebalikannya. Awal meyakinkan, tapi stuck terus malah cenderung turun
Directing Awi yg saya suka = Asmara Dua Diana, i know what you did on facebook, Badoet , Asih , dan Sunyi
sunyaruri ada potensi bagus sih..
Saya udah nonton tadi malam, dan jujur ja nih film ngasih pengalaman nonton film horor yg asyik bgt, gk cuma nyeremin tapi jg emotional. Tapi sayang krn MD sering bikin film horor jelek, jdix bnyak yg skeptis dg film Sunyi. Semoga naskah Danur 3 gk ngaco kyak film danur sebelumnya.
Yah, harga yang harus dibayar mahal itu. Tapi kecenderungan MD emang cuma garap serius beberapa horor yang jadi andalan
bikin rangking film horor lokal terbaik versi movfreak dong..
Someday. Belum ngerasa pantes. Masih banyak horor klasik yang belum ketonton
Posting Komentar