THE CURSE OF LA LLORONA (2019)

11 komentar
The Curse of La Llorona jadi kasus langka ketika saya berharap film horor bersedia meningkatkan volume tata suara kala hantu menampakkan diri. Terornya terlampau lirih, kurang bertenaga, dan ketika teror tersebut dijadikan sajian utama alih-alih mengedepankan bangunan kisah—yang berkaca pada modus operandi sosok kuntilanak dengan kearifan Meksiko ini sejatinya berpotensi mengerikan—filmnya pun lebih pantas disebut sebagai “The Curse of the Boring Woman”.

Ditulis naskahnya oleh duet Tobias Iaconis dan Mikki Daughtry yang sebelumnya menelurkan Five Feets Apart, judul keenam dalam seri The Conjuring ini sesungguhnya menjanjikan tiap ceritanya menyentuh ranah mimpi buruk parenting. Kehilangan anak adalah mimpi buruk semua ibu, apalagi jika ia justru dituduh sebagai biang keladi di balik tragedi tersebut.

Itulah yang dialami Patricia Alvarez (Patricia Velásquez), tatkala Anna (Linda Cardellini), seorang pekerja sosial, meyakini ia melakukan tindak kekerasan terhadap dua puteranya. Patricia mengurung mereka, dan bekas luka ditemukan di tangan keduanya. Patricia menyangkal. Dia menyebut, perbuatannya itu terpaksa dilakukan demi mencegah La Llorona, hantu wanita dari legenda Meksiko, menculik anak-anaknya. Patricia ditahan, namun bukannya aman, dua bocah itu justru ditemukan tewas  tenggelam.

Ya, The Curse of La Llorona merupakan horor yang tak segan menghabisi nyawa karakter bocah. Dari situlah kita dibuat yakin bahwa bahaya yang mengintai Anna beserta putera-puterinya, Samantha (Jaynee-Lynne Kinchen) dan Chris (Roman Christou) tidak main-main. Bahkan teror La Llorona sempat menyentuh ranah kengerian psikologis kala Anna, sebagai pekerja sosial di bidang perlindunan anak, terjebak di posisi serupa Patricia. Dia disinyalir bertanggung jawab atas luka-luka yang diderita Samantha dan Chris. Ironis, miris, berpotensi tragis.

Sayang, elemen itu cuma dipaparkan sepintas lalu. Eksplorasi kisah dikesampingkan demi deretan jump scare yang memperlihatkan jika dalam debut penyutradaraan layar lebarnya, Michael Chaves belum terlalu menguasai teknik menggedor jantung. Walau dasarnya ide teror yang dimiliki naskah memang kurang impresif, lemahnya Michael mengatur timing atau memilih sudut kamera jelas tak memperbaiki situasi. Ditambah keputusan menerapkan tata suara “ramah telinga”, kemunculan La Llorona cenderung menjemukan. Kini saya mulai mengkhawatirkan nasib The Conjuring 3 yang bakal ia tangani.

Padahal jajaran pemain telah berkontribusi memberi akting mumpuni. Bukan saja Linda Cardellini selaku ibu yang dihantui kekhawatiran, Jaynee-Lynne Kinchen  dan Roman Christou pun sanggup melahirkan karakter anak yang simpatik. Ketika pertama disambangi La Llorona, mereka memilih diam didorong keraguan apakah semuanya hanya imajinasi atau kenyataan. Penokohan keduanya memiliki kedewasaan tanpa merusak kemurnian keduanya sebagai bocah. Pun hal itu menghindarkan filmnya dari perdebatan mengesalkan dengan sang ibu mengenai benar atau tidaknya eksistensi La Llorona.

Seolah belajar dari kesuksesan Annabelle: Creation (2017), jelang babak ketiga, sedikit sentuhan humor bisa ditemukan, yang ketimbang mendistraksi, justru menambah warna bagi tokoh-tokohnya. Ketegangan bertambah di titik itu, pasca dukun bernama Rafael (Raymond Cruz) terjun ke medan perang, dan secara bersamaan La Llorona turut meningkatkan intensitas serangannya. Sayang, tidak lama kemudian The Curse of La Llorona kembali terjerembab akibat kurang piawainya sang sutradara memproduksi teror serta bertebarannya lubang logika (Jadi apakah La Llorona memerlukan akses ke pintu untuk menginvasi rumah?), walau sesekali, jump scare “menyenangkan” masih dapat ditemui.

11 komentar :

Comment Page:
Anna B mengatakan...

Linda Cardellini yang jadi velma kan ya di scooby-doo? Wih saya suka film scooby-doo walau harus saya akui itu film jelek banget ga sebanding sama serial tvnya

Rasyidharry mengatakan...

Betul, dan ada easter eggs soal itu di sini

Anna B mengatakan...

@Rasyidharry Oh easter eggsnya yang anak-anak nonton scooby-doo ya? Wkwk lucu itu gagnya.

Willy C P mengatakan...

@Anna B, Wah sama, saya juga suka film Scooby-Doo, walaupun kualitasnya jelek. Satu"nya yang bagus di Film itu cuman pemainnya yang menurut saya cocok meranin masing" karakter terutama Cardellini ama Lillard. Kok jadi ngomongin Scooby-Doo sih?😂😂

Abdi_Khaliq mengatakan...

Jadi film ini masuk dalam semesta Conjuring ya Bang?
BTW... Saya berhenti mengikuti semesta ini setelah terakhir nonton The Conjuring 2 saja. Bahkan Annablack Creation yang orang bilang bagus malah sukses bikin saya ketiduran, soalnya saya justru aneh dan ketawa ketika lihat adegan kerasukan, trus jadi bringas sampai kadang bisa pancak silat sama pendetanya. Hahahaha Nggak jauh beda sama "Munafik," saya bisa terbahak2 lihat hantu kayak kuda lumping bergulat sama ustadz.
Mungkin karena saya lebih suka horror psikologis atau gore macam "Hereditary" (BTW adegan ibu manjat dinding lumayan lucu), "Final Destination", "SAW" kali ya! Jadi pas nonton horror yang jualan utamanya "Jump Scare" malah tertidur lelap. :D

Vsf mengatakan...

Kurang setuju sih klo hasil review nya KURANG. Ada bbrapa poin yg bagus juga dari film nya dan gk jelek jelek amat klo menurut saya. Bagusan ini drpd THE NUN, tp klo dibandingin sama Annabelle ya bagusan Annabelle Creation. Lumayanlah, walau jumpscare nya kurang serem dan ending nya "cuma gitu aja"..

Jackman mengatakan...

Baca2 beberapa review kurang lebih sama.
Kaya nya skip aja untuk film ini.
Masih trauma juga sama The Nun dan Annabelle Creation yang menurut gue biasa aja.

Rasyidharry mengatakan...

Masuk, cuma salah satu yang paling "lepas". Cuma 1 karakter lama muncul bentar plus cameo Annabelle.

Well kalo psikologis mah Final Destination & Saw (setelah film pertama) nggak masuk. Itu udah torture porn. Kalau treatment seri Conjuring memang mengedepankan "thrill ride".

Rasyidharry mengatakan...

Ya emang ada positifnya. Kalau nggak mah udah kasih rating antara 0-1

Rasyidharry mengatakan...

Hebatnya Creation malah di penokohan bocahnya. Susah bener itu bikin tokoh bocah di horor yang pinter, lihat penampakan langsung lari, nggak kepengen cari tahu itu makhluk apaan

Anonim mengatakan...

stuju bagus ini drpd The Nun.
emg minusnya itu kurang di explore nya asal usul si Llorona, utk jumpscare nya emg lumayan deg2ser sih plus wardrobe nya Llorona ini emg mirip bgt sm Ibu Pengabdi Setan.
di bbrp adegan juga ada yg mirip Danur kaya yg datengin Psikolog utk anaknya trus pas anaknya mandi di bathub dan di tnggelemin ke aer endingnya juga mirip Danur 2