SUPER 30 (2019)
Rasyidharry
Juli 15, 2019
Biography
,
Cukup
,
Hindi Movie
,
Hrithik Roshan
,
Mrunal Thakur
,
REVIEW
,
Sanjeev Dutta
,
Vikas Bahl
2 komentar
Mahabarata dan Ramayana beberapa
kali disebut dalam film ini, sebagai alat bantu karakternya menegaskan bahwa
semua orang memiliki hakikat masing-masing yang tak bisa diubah. Pangeran
selalu bergelimang kemewahan, sebaliknya rakyat jelata terus menderita.
Perpsektif terseut selalu jadi alasan semua ketidakadilan, baik terkait ras,
kasta, gender, atau sebagaimana tema utama Super
30, pendidikan.
Filmnya mengangkat kisah hidup
Anand Kumar (Hrithik Roshan), seorang jenius matematika berkepribadian canggung
dari keluarga miskin. Begitu tergila-gila ia pada matematika, Anand menyebut
sang kekasih, Ritu (Mrunal Thakur), tidak cantik karena wajahnya tidak mencapai
nilai rasio emas. Anand pun begitu polos, kata-kata manis seorang menteri (Pankaj
Tripathi) kala kampanye langsung dia percaya.
Selama 155 menit, naskah garapan Sanjeev Dutta (Kites, Baaghi) menjabarkan perjalanan panjang Anand,
dari keberhasilannya meraih beasiswa Cambridge hanya untuk kemudian membuangnya
akibat ketiadaan biaya berangkat ke Inggris, hingga akhirnya menginisiasi
program belajar Super 30, di mana tiap tahun Anand mengajar 30 anak tidak mampu
secara gratis, membantu mereka mempersiapkan ujian masuk IIT (Indian Institutes of Technology).
Bukan perjalanan mudah tentunya.
Anand mesti menghadapi setumpuk rintangan, termasuk dari dirinya sendiri, kala ia
sempat menjadi sosok yang senantiasa ia benci. Disudutkan kemiskinan, Anand menerima
tawaran mengajar di lembaga bimbingan belajar eksklusif, bergelimang harta, meski
hal tersebut manusiawi. Arnand tak bisa sepenuhnya disalahkan, mengingat
seluruh penderitaan yang sudah ia lalui.
Masalahnya, saya tidak merasa
melihat seseorang yang berubah, melainkan dua orang berbeda. Anand bertransformasi
dari pria polos yang tulus menjadi, well,
Hrithik Roshan. Sebenarnya sang aktor meyakinkan dalam memerankan dua versi
karakternya. Mata Anand sebelum bergabung di bimbel memancarkan kenaifan, sementara
sesudahnya, dipenuhi luka dan amarah. Tapi Hrithik urung menciptakan
keterkaitan di antara keduanya, seolah lupa kalau bukan sedang bermain di seri Krrish.
Bukan seutuhnya kekeliruan Hrithik.
Inkonsistensi naskah turut ambil bagian. Memang naskah Super 30 cukup kacau perihal mengolah karakter, sebutlah kemunculan
mendadak sesosok wartawan di pertengahan durasi, memposisikan Ritu hanya
sebagai pemantik atau penyelesai masalah ketimbang tokoh yang utuh, hingga
kurangnya porsi bocah-bocah Super 30 yang membuat keputusan menjadikan Fugga (Vijay
Verma) narator patut dipertanyakan.
Kesungguhan ketigapuluh anak itu
menuntut ilmu, bahkan sampai mempertaruhkan nyawa demi menginjakkan kaki di
kediaman Anand selalu jadi pemandangan menggetarkan. Super 30 efektif perihal mengingatkan tentang persoalan nyata. Begitu
nyata sekaligus terjadi di mana saja, sampai semuanya nampak terlampau
familiar. Demikian juga metode mengajar Anand yang tak lagi nampak unik, karena
film bertema pendidikan berisi karakter guru yang membawa siswa-siswi belajar
di luar kelas guna menerapkan teori di kehidupan sehari-hari, sudah sering kita
saksikan.
Klimaksnya berniat tampil beda,
tatkala ilmu-ilmu yang Anand ajarkan harus para murid ajarkan dalam situasi tak
terduga, namun alih-alih menginspirasi, Super
30 justru bergeser dari film biografi seputar pendidikan ke arah tontonan anak
ala Home Alone, dalam dramatisasi
yang membuatnya lupa berpijak pada realita. Menghibur, pun sutradara Vikas Bahl
(Shaandaar, Queen) punya bakat
mengemas suguhan ringan nan menyenangkan, tapi jelas melenceng dari jalur yang
diletakkan sedari awal.
Super 30 memang menyimpan sederet kekurangan. Belum jika saya
menyinggung mengenai CGI berkualitas rendah yang beberapa kali membuat bagian tubuh
aktornya terpotong, atau proses pewarnaan yang bagai lalai dilakukan pada
satu-dua shot. Tapi perjalanan
seorang pria yang terpaksa mematikan impiannya lalu menghidupkan impian bocah-bocah
malang ini pada dasarnya adalah kisah luar biasa, kelemahan-kelemahann di atas tak
kuasa mengubur kehangatannya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
2 komentar :
Comment Page:Apakah mas rasyid pernah berubah penilaian terhadap film yg pernah direview trs mengubah rating (bintangnya) entah itu ditambah ataupun dikurangi gitu?
Pernah sekali buat Us. Dinaikin waktu itu.
Posting Komentar