SUPER 30 (2019)

2 komentar
Mahabarata dan Ramayana beberapa kali disebut dalam film ini, sebagai alat bantu karakternya menegaskan bahwa semua orang memiliki hakikat masing-masing yang tak bisa diubah. Pangeran selalu bergelimang kemewahan, sebaliknya rakyat jelata terus menderita. Perpsektif terseut selalu jadi alasan semua ketidakadilan, baik terkait ras, kasta, gender, atau sebagaimana tema utama Super 30, pendidikan.

Filmnya mengangkat kisah hidup Anand Kumar (Hrithik Roshan), seorang jenius matematika berkepribadian canggung dari keluarga miskin. Begitu tergila-gila ia pada matematika, Anand menyebut sang kekasih, Ritu (Mrunal Thakur), tidak cantik karena wajahnya tidak mencapai nilai rasio emas. Anand pun begitu polos, kata-kata manis seorang menteri (Pankaj Tripathi) kala kampanye langsung dia percaya.

Selama 155 menit, naskah garapan Sanjeev Dutta (Kites, Baaghi) menjabarkan perjalanan panjang Anand, dari keberhasilannya meraih beasiswa Cambridge hanya untuk kemudian membuangnya akibat ketiadaan biaya berangkat ke Inggris, hingga akhirnya menginisiasi program belajar Super 30, di mana tiap tahun Anand mengajar 30 anak tidak mampu secara gratis, membantu mereka mempersiapkan ujian masuk IIT (Indian Institutes of Technology).

Bukan perjalanan mudah tentunya. Anand mesti menghadapi setumpuk rintangan, termasuk dari dirinya sendiri, kala ia sempat menjadi sosok yang senantiasa ia benci. Disudutkan kemiskinan, Anand menerima tawaran mengajar di lembaga bimbingan belajar eksklusif, bergelimang harta, meski hal tersebut manusiawi. Arnand tak bisa sepenuhnya disalahkan, mengingat seluruh penderitaan yang sudah ia lalui.

Masalahnya, saya tidak merasa melihat seseorang yang berubah, melainkan dua orang berbeda. Anand bertransformasi dari pria polos yang tulus menjadi, well, Hrithik Roshan. Sebenarnya sang aktor meyakinkan dalam memerankan dua versi karakternya. Mata Anand sebelum bergabung di bimbel memancarkan kenaifan, sementara sesudahnya, dipenuhi luka dan amarah. Tapi Hrithik urung menciptakan keterkaitan di antara keduanya, seolah lupa kalau bukan sedang bermain di seri Krrish.

Bukan seutuhnya kekeliruan Hrithik. Inkonsistensi naskah turut ambil bagian. Memang naskah Super 30 cukup kacau perihal mengolah karakter, sebutlah kemunculan mendadak sesosok wartawan di pertengahan durasi, memposisikan Ritu hanya sebagai pemantik atau penyelesai masalah ketimbang tokoh yang utuh, hingga kurangnya porsi bocah-bocah Super 30 yang membuat keputusan menjadikan Fugga (Vijay Verma) narator patut dipertanyakan.

Kesungguhan ketigapuluh anak itu menuntut ilmu, bahkan sampai mempertaruhkan nyawa demi menginjakkan kaki di kediaman Anand selalu jadi pemandangan menggetarkan. Super 30 efektif perihal mengingatkan tentang persoalan nyata. Begitu nyata sekaligus terjadi di mana saja, sampai semuanya nampak terlampau familiar. Demikian juga metode mengajar Anand yang tak lagi nampak unik, karena film bertema pendidikan berisi karakter guru yang membawa siswa-siswi belajar di luar kelas guna menerapkan teori di kehidupan sehari-hari, sudah sering kita saksikan.

Klimaksnya berniat tampil beda, tatkala ilmu-ilmu yang Anand ajarkan harus para murid ajarkan dalam situasi tak terduga, namun alih-alih menginspirasi, Super 30 justru bergeser dari film biografi seputar pendidikan ke arah tontonan anak ala Home Alone, dalam dramatisasi yang membuatnya lupa berpijak pada realita. Menghibur, pun sutradara Vikas Bahl (Shaandaar, Queen) punya bakat mengemas suguhan ringan nan menyenangkan, tapi jelas melenceng dari jalur yang diletakkan sedari awal.

Super 30 memang menyimpan sederet kekurangan. Belum jika saya menyinggung mengenai CGI berkualitas rendah yang beberapa kali membuat bagian tubuh aktornya terpotong, atau proses pewarnaan yang bagai lalai dilakukan pada satu-dua shot. Tapi perjalanan seorang pria yang terpaksa mematikan impiannya lalu menghidupkan impian bocah-bocah malang ini pada dasarnya adalah kisah luar biasa, kelemahan-kelemahann di atas tak kuasa mengubur kehangatannya.

2 komentar :

Comment Page:
bela mengatakan...

Apakah mas rasyid pernah berubah penilaian terhadap film yg pernah direview trs mengubah rating (bintangnya) entah itu ditambah ataupun dikurangi gitu?

Rasyidharry mengatakan...

Pernah sekali buat Us. Dinaikin waktu itu.