THE ANGRY BIRDS MOVIE 2 (2019)
Rasyidharry
Agustus 19, 2019
Animated
,
Bill Hader
,
Brooklynn Prince
,
Danny McBride
,
Eyal Podell
,
Jason Sudeikis
,
Jonathon E. Stewart
,
Josh Gad
,
Leslie Jones
,
Lumayan
,
Peter Ackerman
,
Rachel Bloom
,
REVIEW
,
Thurop Van Orman
8 komentar
Receh. Itu respon umum yang akan
muncul selepas menonton The Angry Birds
Movie 2, sebuah film di mana dalam kepala para penulis, yang terdiri dari
Peter Ackerman (Ice Age), Jonathon E.
Stewart , dan Eyal Podell, tak pernah terbersit keinginan tampil pintar apalagi
serius, dengan menyusun komedinya atas situasi absurd, seperti saat seekor burung
kecil menggelembung, terbang bak balon hingga melewati atmosfer, bertabrakan
dengan satelit, sementara Space Oddity milik
David Bowie mengiringi.
Itu cuma satu dari banyak perbedaan
sekuel ini dibading pendahulunya. Berbeda dari film pertama yang setia
mengikuti sumber adaptasinya ketika humor, aksi, maupun cerita dibuat mengacu
pada gameplay, The Angry Birds Movie 2
memilih rute lain, yang menunjukkan usaha menghindari repetisi.
Bagian awalnya masih familiar.
Setelah peristiwa di film pertama, Red (Jason Sudeikis) tak lagi dikucilkan,
malah dielu-elukan sebagai pahlawan. Berkatnya, penghuni Bird Island menemukan
metode transportasi baru menggunakan ketapel. Dan rutinitas di sana pun tetap
sama, yakni perang prank antara
burung melawan babi, di mana Red bersama Chuck (Josh Gad) dan Bomb (Danny
McBride) bertindak selaku pelindung pulau.
Tapi, serupa gimnya, pulau baru “terbuka”.
Leonard (Bill Hader) si raja kaum babi, menemukan pulau ketiga. Sebuah pulau
bernama Eagle Island yang dipimpin oleh Zeta (Leslie Jones). Zeta berambisi
menguasai dua pulau lain dengan cara menembakkan bola es raksasa, sebab ia
lelah tinggal di tempat beku. Karena semua air menjadi es batu, ia tidak bisa
berenang mandi, sikat gigi, bahkan kesulitan menyantap makanan.
Kehadiran musuh bersama tersebut
memaksa para burung dan babi bersatu menjalankan misi heist yang tak melibatkan aktivitas terbang memakai ketapel.
Kalimat di atas rasanya cukup memberi gambaran bagaimana The Angry Birds Movie 2 sejatinya merupakan adaptasi lepas.
Tidak ketinggalan pula beberapa
subplot. Pertama soal ketakutan Red, bahwa jika ia kehilangan status pahlawan,
orang-orang akan meninggalkannya lagi. Alhasil Red merasa terancam saat Silver
(Rachel Bloom), burung jenius yang canggung dalam kehidupan sosial yang
kebetulan juga adik Chuck, bergabung dalam tim. Sepanjang mayoritas durasi, Red
adalah sosok egois menyebalkan yang bersedia mempertaruhkan keselamatan burung
lain demi urusan pribadi. Saya pun mendapat kepusan sewaktu akhirnya Red
menyadari kekeliruan itu, lalu mengakui jika Silver jauh lebih mampu.
Subplot lain melibatkan petualangan
Zoe (Brooklynn Princne) beserta dua temannya guna menyelamatkan telur adik-adik
Zoe yang mereka hilangkan kala bermain. Awalnya, subplot ini bagai kisah Scrat
di Ice Age (bukan kejutan mengingat
keberadaan Peter Ackerman) yang tak punya kaitan dengan alur utama, sebelum
dipaksa terkoneksi, sebagai sebuah solusi terlampau mudah bagi konflik di
klimaks. Walau menjadi “alat plot” yang buruk, perjalanan tiga burung kecil
menggemaskan (tapi bisa pula bersikap ganas) ini berjasa menyajikan deretan humor
paling segar, paling lucu, paling kreatif, dan tentunya paling receh di film
ini.
Di samping Space Oddity, The Angry Birds
Movie 2 memang memiliki beragam koleksi lagu dari berbagai genre (Eye of the Tiger, Baby Shark,Turn Down for
What) yang menghibur indera pendengaran, meski kerap membuat filmnya bagai
jukebox, tatkala seringkali, begitu sebuah lagu berakhir—setelah hanya diputar
secara singkat—lagu lain langsung menyusul seketika.
Tanpa ketapel, aksi macam apa yang
ditawarkan? Pada dasarnya masih di area slapstick
klise bertempo cepat, namun klimaksnya berhasil memunculkan kepuasan lewat
penebusan bagi premis soal bersatunya burung dan babi. Berkat pengarahan
sutradara debutan Thurop Van Orman yang bertenaga, babak finalnya menyenangkan
dan memuaskan, sebagaimana keseluruhan The
Angry Birds Movie 2 yang enggan pasrah terjangkit penyakit khas sekuel,
yaitu kemalasan.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
8 komentar :
Comment Page:Bang gak review batla house?
Ga ikut nonton premiere nya gundala kemaren ya mas?
Humba Dreams pliss mas Rayidd
Gundala belum premier. Kemaren itu pengumuman cast Jagad Sinema Bumi Langit Jilid 1
bagaimana bang rasyid, soal pengumuman cast Jagad Sinema Bumi Langit Jilid 1 hari minggu kmrin?
q kaget sih, bisa ambil cast besar2
Mantap! That's how you build an excitement
Belum nonton sih yg ke 2 ini, cuma klo yg pertama scene di kolam atas gunung itu bikin sakit perut ketawa.
ahahaha lbih worth ini brti timbang gundala 😂
Posting Komentar