MALEFICENT: MISTRESS OF EVIL (2019)
Rasyidharry
Oktober 17, 2019
Angelina Jolie
,
Elle Fanning
,
Fantasy
,
Harris Dickinson
,
Henry Braham
,
Joachim Rønning
,
Kurang
,
Linda Woolverton
,
Micah Fitzerman-Blue
,
Michelle Pfeiffer
,
Noah Harpster
,
REVIEW
,
Robert Lindsay
3 komentar
Maleficent: Mistress of Evil dibuka lewat aerial shot memukau, menangkap lanskap kerajaan Moors yang dibuat
menggunakan CGI. Tapi begitu kisah mulai diperkenalkan, ketika Puteri Aurora
(Elle Fanning) mengumpulkan makhluk-makhluk Moors guna mendengar keluh kesah
mereka, kemegahan itu digantikan oleh sekuen kekanak-kanakan, lengkap dengan
humor slapstick yang akan membuatmu
tersenyum canggung. Transisi tersebut cukup menggambarkan keseluruhan filmnya,
yang berjaya saat pamer visual, lalu terjatuh ketika bercerita.
Lima tahun setelah film pertama, kedamaian
tercipta di Moors, meski masyarakat sekitar masih takut kepada Maleficent
(Angelina Jolie) akibat berita tentangnya yang meracuni Aurora, tersebar luas.
Tapi bukan itu yang dikhawatirkan sang “mistress
of evil”, melainkan saat puteri angkatnya menerima pinangan Pangeran
Phillip (Harris Dickinson) dari Kerajaan Ulstead. Semakin mengkhawatirkan kala
orang tua Phillip, Raja John (Robert Lindsay) dan Ratu Ingrith (Michelle
Pfeiffer) mengundangnya makan malam.
Maleficent: Mistress of Evil paling menghibur saat Jolie membawa
kejenakaan dari ketidakmampuan karakternya menghadapi undangan makan malam, di
mana ia dituntut beramah tamah dengan manusia, yang mana begitu asing baginya.
Sejak film pertama Jolie telah menghembuskan kehangatan di balik kegelapan
sosok Maleficent, dan kali ini ia menambah dinamika baru lewat humor.
Tapi tawa itu tidak berlangsung
lama. Situasi memanas sewaktu Ingrith mulai menebar provokasi, memancing amarah
Maleficent, lalu berpuncak pada tuduhan bahwa Maleficent mengutuk Raja John,
membuatnya koma. Perang antar kerajaan pun tak terelakkan, sayangnya sebelum
perang itu sempat menghancurkan kedua kubu, filmnya sudah lebih dahulu dirusak
oleh buruknya penggarapan.
Naskah garapan Micah
Fitzerman-Blue, Noah Harpster, dan Linda Woolverton berusaha melakukan banyak
hal, dari mengangkat lagi tema ibu-anak, menyelipkan pesan persatuan, sampai
menggali mitologi di balik sosok Maleficent, tapi tak satu pun tampil menarik. Datar,
khususnya akibat penulisan dialog membosankan, sebab deretan kalimatnya bak
ditulis hanya karakternya harus berbicara alias obligasi semata.
Satu-satunya poin menarik mengenai
eksplorasi mitologinya adalah tatkala Maleficent, tanpa mengenakan penutup
tanduknya, terbangun di sebuah tempat asing yang seperti tersusun atas akar-akar
pohon berwarna putih. Jolie, dengan riasan wajah pucat, tanduk menjulang, dan
rambut panjang tergerai tampil layaknya sosok menakjubkan dari negeri dongeng,
sementara tata artistiknya membantu sinematografer Henry Braham (The Golden Compass, Guardians of the Galaxy
Vol. 2) melahirkan visual memesona.
Memang tidak ada keluhan terkait
bagaimana Maleficent: Mistress of Evil memanjakan
mata, namun Joachim Rønning (Kon-Tiki,
Pirates of the Caribbean: Dead Men Tell No Tales) yang untuk pertama kali
menyutradarai solo tanpa ditemani Espen Sandberg, tak kuasa menjadikan filmnya
lebih dari sekadar parade visual. Adegan-adegannya nihil intensitas, bahkan ia gagal
memaksimalkan standoff antara Jolie
dan Pfeiffer yang semestinya monumental, biarpun kharisma kedua nama besar ini
terlalu kuat untuk bisa dihalangi oleh lemahnya penyutradaraan.
Elle Fanning berusaha sekuat tenaga
bermain emosi, sayang, naskahnya mengkhianati usaha sang aktris ketika
menjadikan Aurora salah satu Disney
Princess terbodoh yang sukar menggaet simpati. Kebodohan yang menyulitkan
Aurora berdiri sejajar di antara rekan-rekannya, pada masa di mana Disney
tengah gencar membangun citra “wanita
kuat” bagi puteri-puterinya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
3 komentar :
Comment Page:Ama nutcracker mending mana bang?
Buat kalian yg suka nggame dn mau nyari tambahn buruan join di hoki165,com
Bonus nextdepo++ bisa kalian claim brkali dn lihat yg sexy2 pastinya
Sebenarnya konsepnya bagus.. bikin cinta sama karakter maleficient.. tapi sebagai penggemar karakter aurora sleeping beauty aku merasa kecewa berat.. mungkin maksudnya dia brave enough utk ketemu camer kali ya? Tapi aku ga suka dia terlalu lugu, terlalu percaya sama cinta.. jadinya kyk, bodoh gitu.. tp ikut luluh pas philip bilang beneran cinta, walaupun ga kelihatan di ekspresinya.. dr awal film, ekspresi philip kyk anak bau kencur..
Posting Komentar