TITUS: MYSTERY OF THE ENYGMA (2020)

3 komentar
Konon Titus: Mystery of The Enygma juga dipersiapkan untuk pasar internasional. Tapi ketimbang karya lokal yang akan diekspor, film ini malah terasa bak produk impor. Bukan. Bukan karena kualitasnya setara animasi Hollywood. Kesan tersebut ditimbulkan oleh kecanggungan alih Bahasa dialognya, serta elemen-elemen lain (nama karakter, lokasi, latar kultural, dll.) yang terkesan “sangat Barat”. Kenyataannya, naskah film ini, yang dibuat berdasarkan cerita dari Liliana Tanoesoedibjo, memang ditulis oleh Doug Sinclair yang selama ini eksis di skena animasi layar lebar dan televisi Kanada.

Apakah itu kekurangan besar? Sejujurnya cukup mengganggu. Aneh rasanya mendapati seluruh tulisannya dalam Bahasa Inggris tatkala dialognya 100% memakai Bahasa Indonesia. Dialog pun jadi terdengar kaku akibat asal diterjemahkan, tanpa memperhatikan adanya perbedaan dalam struktur kalimat kedua Bahasa. Contohnya pernyataan “Kota di mana yang udaranya bersih”, jelas merupakan terjemahan mentah dari “A city where the air is clean”. Risiko lebih besarnya adalah, Titus: Mystery of The Enygma diperuntukkan bagi anak kecil.

Jangankan bocah, penonton dewasa pun akan sering kesulitan mengolah kalimat-kalimatnya. Belum lagi kentalnya budaya Barat (bahkan latarnya merupakan kota industrial bernama Steamburg) mungkin bakal menciptakan jarak. Tapi di luar permasalahan alih bahasa serta budaya itu, ditinjau dari statusnya sebagai murni film anak, Titus: Mystery of The Enygma memang pada dasarnya merupakan produk mixed bag.

Narasi pembukanya langsung memberondong kita dengan kalimat-kalimat eksposisi soal bagaimana kota Steanburg diselimuti polusi akibat bisnis licik Bulpan (Robby Purba) si mafia kota hingga legenda soal mesin penghasil energi murni bernama Enygma. Apakah anak-anak bisa memahami paparan sebanyak itu yang dipadatkan secara paksa? Rasanya tidak. Apakah mereka memedulikan voice over yang terdengar buru-buru seolah ada ketidaksinkronan antara pembuatan animasi dengan proses pengisian suara? Sepertinya tidak juga.

Karena mereka pasti terhibur oleh deretan karakter bertubuh hewan yang berperilaku layaknya manusia yang memiliki desain cukup menarik. Titus (Arbani Yasiz) si tikus detektif dengan segala kecerdikannya tentu mudah disukai selaku protagonis. Begitu pula beberapa karakter sampingan seperti Fyra (Ranty Maria) si pilot sekaligus mekanik bertubuh kadal dan Bobit (Lukman Sardi) si kelinci pesulap yang berulang kali mampu mengeluarkan Titus dan kawan-kawan dari bahaya menggunakan alat-alat magisnya. Bersama-sama, mereka harus menyelidiki kebenaran di balik Enygma guna memperbaiki kondisi Steamburg.

Animasinya pun solid. Setidaknya di tengah kelangkaan produk animasi layar lebar, Titus: Mystery of The Enygma masuk kategori layak tayang, biarpun kalau membahas perihal pemaksimalan potensi, tidak semua pengadeganan Dineshkumar Subashchandra, yang kentara mempunyai visi terkait melahirkan petualangan seru di dunia imajinatif. Tapi kembali, bagi anak-anak, saya yakin film ini menyimpan cukup amunisi adegan aksi, ditambah alur dengan pernak-pernik misteri ringan yang efektif menjaga atensi mereka.

Apabila anda ingin mengajak adik, anak, atau keponakan menyaksikan film ini, bersiaplah menghadapi lubang-lubang penceritaan seperti inkonsistensi tindakan karakter dan naskah yang kelabakan menangani kerumitannya sendiri, sehingga meninggalkan ketidakjelasan seputar “siapa” dan “kenapa”. Mungkin kekesalan bahkan kebosanan bakal sesekali mengisi, namun paling tidak itu bisa sedikit terobati kala anak-anak yang anda ajak, tertawa atau merasakan ketegangan saat tokoh-tokohnya terancam bahaya. Tontonan medioker bagi kita ini mungkin saja cinematic experience yang lengkap untuk mereka. Walau sejatinya, memungkinkan untuk memuaskan kedua belah pihak. 

3 komentar :

Comment Page:
Fajar mengatakan...

"Kota di mana yang udaranya bersih", sampe separah itu terjemahannya. Lihat trailer di tv aja berasa banget gimmick bahasa Inggris yg kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia malah jadi berasa aneh.

Vian mengatakan...

Sayang ya, masa kalah sama terjemahan dialog film animasi luar yg tayang di TV yg sangat rapi. Dan satu lagi, kenapa dubber2 lokal jarang diberi "panggung" walau minimal hanya dg cara disebutkan namanya di poster, ya? Spt di film Si Juki, ada bbrp dubber lokal sprti mas Bima Sakti (dubber Giant) dan Santosa Amin (dubber Suneo), tp yg ditonjolkan hanya sosok2 dubber selebritinya. **sori agak OOT

Mahendrata Iragan Kusumawijaya mengatakan...

Bagusan mana dari "Kris"
Film animasinya Dedy Corbuzier