REVIEW - THE CALL
Premis The Call saja sudah cukup untuk menggaet atensi,
biarpun tidak sepenuhnya baru, mengingat di layar lebar pernah ada Frequency
(2000), sedangkan industri hiburan Korea Selatan pernah menyuguhkan serial
televisi sukses berjudul Signal pada 2016 lalu. Konsep tersebut,
ditambah jajaran cast yang diisi Park Shin-hye, serta Jeon Jong-seo yang
melakoni debut akting memukau dalam Burning (2018), menjadikan debut
penyutradaraan Lee Chung-hyun ini salah satu judul paling ditunggu jelang akhir
tahun. Sayangnya, The Call merupakan satu lagi contoh, betapa fatalnya
kala naskah setengah matang membungkus kisah high concept.
Dikisahkan, Kim Seo-yeon (Park Shin-hye) mengunjungi ibunya (Kim
Sung-ryung) yang tengah sakit parah di pedesaan, tempatnya tinggal semasa
kecil. Hubungan keduanya renggang, karena Seo-yeon menyalahkan sang ibu atas
kematian ayahnya dalam sebuah kebakaran. Sementara waktu, Seo-yeon menetap di
rumah masa lalunya. Di situlah ia mendapat telepon dari gadis misterius bernama
Oh Young-sook (Jeon Jong-seo), yang hendak dibunuh oleh ibunya (Lee El).
Tapi bukan itu saja keanehannya. Alamat rumah yang diberikan
Young-sook sama dengan rumah masa kecil Seo-yeon. Barulah kemudian Seo-yeon
sadar bahwa mereka berdua berasal dari waktu yang berbeda. Tepatnya, Young-sook
berasal dari 20 tahun lalu. Komunikasi mereka pun makin intens, dari membahas
hal-hal santai seperti perkembangan teknologi dan Seo Taiji, sampai upaya
saling tolong yang berujung mengubah masa depan.
Baik akting dua aktris dengan chemistry solid, maupun
penyuntingan cekatan dari Yang Jin-mo, menghasilkan dinamika kuat, walau
interaksi mereka hanya terjalin melalui telepon, dan baru bertatap muka
langsung sewaktu film mencapai klimaks. Pun awalnya menarik menyaksikan
bagaimana satu peristiwa mempengaruhi linimasa lain, hingga Lee Chung-hyun,
yang menulis naskahnya berdasarkan film Inggris berjudul The Caller (2011),
kerepotan menangani permasalahan dasar dalam cerita bertema waktu: paradoks.
Lubang-lubang menganga memenuhi sepanjang film. Kalau sebuah
peristiwa diubah, bukankah semestinya pertemuan Seo-yeon dan Young-sook juga
berubah? Kenapa Seo-yeon dan Young-sook menyadari perubahan tersebut sedangkan
orang lain tidak? Apa karena hanya mereka yang terhubung antara dua masa? Tapi
itu sebatas asumsi, mengingat naskahnya tak pernah memberi penjelasan. Terpenting,
bagaimana keduanya bisa terhubung? Biasanya, di film-film bertema serupa, poin terakhir
tak memerlukan jawaban, namun urgensi itu muncul akibat domino pertanyaan di
atas.
Untung penonton punya opsi mengesampingkan paradoks itu dan membiarkan diri terhanyut dalam perjalanan penuh kelokan dan kejutan yang
rutin terjadi. Jong-seo yang menerapkan gaya bercerita dengan tempo cepat, membuat
The Call tetap seru diikuti. Setidaknya sampai pertengahan durasi,
karena setelahnya, alur bergerak ke arah parade pembantaian klise, di mana
konsep perbedaan waktu tidak terlalu memberi dampak.
Padahal tersimpan setumpuk potensi begitu terungkap bahwa
Young-sook tidak sebaik kelihatannya. Dari saling tolong, kedua wanita berusia
28 tahun tersebut berbalik saling serang. Kita tahu perbuatan Young-sook dapat
memengaruhi masa depan, tapi bisakah Seo-yeon balas menyerang? Pertanyaan itu
menimbulkan rasa penasaran. Sayang, selain lubang alur, Jong-seo pun nampak kesulitan
mengembangkan premisnya dengan kreativitas lebih. Alhasil, klimaksnya pun hanya
berujung sekuen kucing-kucingan yang entah sudah berapa kali kita saksikan di
film slasher. Naskahnya juga berniat menjadikan babak akhir sebagai
klimaks emosi hubungan Seo-yeon dan sang ibu, namun karena hubungan mereka tak
dibangun secara layak, akhirnya sebatas kehampaan yang tersaji.
Penyelamat terbesar The Call berasal dari performa dua pemeran utama. Jeon Jong-seo menghasilkan figur psikopat intimidatif, yang tawanya bisa menimbulkan perasaan tidak nyaman. Sementara Park Shin-hye masih piawai memainkan rasa, apalagi saat menangis. Mungkin itu sebabnya sang sutradara memilih mengakhiri filmnya dengan shot yang mirip dengan penutup Miracle in Cell No. 7 (2013). Paling tidak, di tengah banyaknya lubang naskah serta potensi-potensi yang terbuang, duet aktrisnya mampu membuat The Call masih layak disaksikan.
Available on NETFLIX
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar