REVIEW - LET THEM ALL TALK
Setiap Steven Soderbergh merilis karya baru,
pertanyaan-pertanyaan seperti, “Eksperimen apa yang akan dilakukan?”, dan “Genre
apa yang bakal dieksplorasi?”, selalu muncul. Let Them All Talk tidak terkecuali. Melakukan pengambilan gambar
selama dua minggu dengan latar kapal Queen Mary 2 (yang disewakan secara
gratis), Soderbergh memanfaatkan pencahayaan alami, memakai tiga set kamera RED
Komodo, menggunakan kursi roda sebagai pengganti dolly, dan yang paling sering dibicarakan adalah ketiadaan naskah
final, yang menuntut para pemain berimprovisasi.
Bagaimana membuat keterbatasan di atas tak
disadari penonton adalah tantangan yang Soderbergh berikan bagi dirinya. Dia
berhasil. Beberapa kali gambar mengikuti pergerakan aktor, dan anda takkan
menyadari kamera itu dipegang oleh Soderbergh sembari duduk di atas kursi roda.
Terkait naskah, sejatinya ada sedikit miskonsepsi. Deborah Eisenberg yang
memperoleh kredit atas naskah Let Them
All Talk bukan sekadar membuat outline
singkat, melainkan detail karakter, situasi, serta APA yang mereka ucapkan. BAGAIMANA kalimat itu diucapkanlah
yang bebas dieksplorasi. Di situlah ensemble
cast-nya berperan luar biasa besar.
Meryl Streep memerankan Alice Hughes,
seorang penulis yang memenangkan Pulitzer melalui novelnya, You Always/You Never. Pihak penerbit
melalui sang agen, Karen (Gemma Chan), berharap Alice melahirkan sekuel, tapi
ia menolak. Karen coba merayu secara halus, termasuk dengan menyewakan kapal
Queen Mary 2, guna membawa Alice berlayar ke Inggris menghadiri sebuah malam
penghargaan literatur. Alice bersedia, asalkan ia boleh mengajak tiga orang:
dua sahabatnya, Roberta (Candice Bergen) dan Susan (Dianne Wiest) yang tak
ditemuinya selama puluhan tahun, juga sang keponakan, Tyler (Lucas Hedges).
Sepanjang perjalanan itulah, Let Them All Talk, well, membiarkan tokoh-tokohnya
berbicara. Roberta masih sakit hati, karena yakin Alice menulis You Always/You Never berdasarkan kisah
hidupnya tanpa izin, dan bahwa itulah alasan pernikahannya hancur. Alice
sendiri beberapa kali mengajak untuk bicara empat mata, tapi Roberta terus
menolak, lebih memilih “berburu” pria-pria kaya, berharap bisa lepas dari
jeratan kesulitan finansial. Susan muncul bak penengah, sosok bijak yang berusaha
membuat semua orang memandang masalah dari perspektif lain. Sedangkan Tyler
mulai menaruh hati pada Karen, yang diam-diam turut serta, dan meminta bantuan
Tyler untuk mencari informasi mengenai manuskrip yang sedang Alice buat.
Apakah Soderbergh dan Eisenberg berniat
menyampaikan satu gagasan besar di balik interaksi tokoh-tokohnya? Rasanya
tidak. Let Them All Talk adalah
eksperimen Soderbergh terkait kenaturalan komunikasi verbal. Serupa perihal
improvsasi di atas, yang terpenting bukan APA tujuan suatu pembicaraan, tapi
BAGAIMANA pembicaraan itu dihantarkan, sehingga penonton merasa terikat tanpa
memedulikan konteks di dalamnya.
Tantangan lain dihadirkan oleh monotonitas
latar. Alice dan Tyler lebih sering mengobrol pada pagi hari di kamar Alice,
Roberta dan Susan sambil bermain Scrabble, sedangkan keempatnya rutin berkumpul
di restoran. Apa yang diobrolkan di masing-masing titik pun cenderung sama. Hanya
interaksi Tyler dengan Karen yang selalu berpindah lokasi, karena cuma hubungan
keduanya yang bersifat “adventurous”.
Kesan stagnan, di mana progres minim terjadi sayangnya gagal terhindarkan,
namun bukan berarti filmnya membosankan.
Setiap obrolan mampu menarik atensi, bahkan
memberi kesan nyaman, yang diperkuat oleh iringan musik-musik jazz garapan
Thomas Newman. Trio Streep-Bergen-Wiest membuat saya rela jadi pendengar setia,
sekaligus menarik keingintahuan mengamati respon alami yang diberikan ketiganya
atas perkataan satu sama lain. Khusus Streep, di sini si aktris legendaris memberi
bobot tersendiri bagi jeda antar kata. Bahwa jeda memiliki banyak makna. Entah bentuk
aksi-reaksi, upaya memikirkan kata apa yang sebaiknya diucapkan, atau proses
regulasi emosi. Sementara bagi Lucas Hedges dan Gemma Chan, merupakan prestasi
tersendiri tatkala mereka tidak tenggelam meski bersanding dengan nama-nama
senior, bahkan menghasilkan warna berbeda di luar interaksi Alice dan
teman-temannya.
Available on HBO MAX
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar