REVIEW - STAND BY ME DORAEMON 2

6 komentar

Serupa film pertama, Stand by Me Doraemon 2 masih menyasar golongan penonton lama Doraemon yang kini telah tumbuh. Nostalgia dan kedekatan personal terhadap cerita, jadi target utama. Ketika para bocah mungkin lebih terhibur oleh petualangan fantastis milik film dua dimensinya yang rutin dirilis tiap tahun, melalui seri Stand by Me, memori penonton dewasa bakal terlempar ke masa lalu, sambil menyadari betapa kisah Nobita rupanya jauh lebih dekat dari kelihatannya.  

Masih ditulis naskahnya oleh Takashi Yamazaki (yang juga kembali duduk di kursi sutradara bersama Ryuichi Yagi), garis besar cerita film ini dibangun dari dua chapter komiknya, yakni Memories of Grandma dan The Day of My Birth, di mana masing-masing pernah diadaptasi ke dalam film pendek, yang rilis tahun 2000 dan 2002. 

Alkisah, selepas di film sebelumnya berhasil memperbaiki nasibnya (baca: menikahi Shizuka) di masa depan, Nobita mengajak Doraemon kembali ke masa lalu untuk menemui neneknya, yang meninggal sewaktu ia masih TK. Nobita yang curiga kalau dirinya adalah anak pungut, merasa sang nenek adalah satu-satunya orang yang benar-benar menyayanginya. Tapi petualangan tak hanya terjadi di masa lalu. Secara bersamaan, Nobita dewasa mendadak hilang tepat di hari pernikahan, memaksa Nobita dari masa sekarang berjuang menyelamatkan pernikahannya, sekaligus memenuhi sebuah janji kepada neneknya.

Kerinduan akan masa kecil pula kepada sosok tercinta yang telah tiada, meragukan cinta orang tua, hingga merasakan ketidakpantasan diri, semua merupakan dinamika-dinamika yang tentunya dipahami penonton dewasa. Poin terkuat filmnya tak lain kala menyadari, begitu dewasa, Nobita si cengeng nan malas yang mampu melewati segala rintangan berkat alat-alat ajaib Doraemon, ternyata mengalami masalah sebagaimana kita semua. Di situlah terjadi irisan antara "nostalgia" dan "kedekatan personal", yang membuat kisahnya makin emosional: "Oh, rupanya karakter yang aku kenal sejak kecil juga bernasib sama denganku". 

Semua elemen Stand by Me Doraemon 2 dibuat dengan berkiblat ke dua hal di atas. Termasuk rangkaian kalimat yang ditulis begitu bermakna tanpa perlu terdengar puitis, yang sejak menit-menit awal sudah memaksa saya menyeka air mata. Cara Yagi dan Yamazaki membangun momen pun luar biasa. Ada keintiman, sehingga saat menontonnya, rasanya seperti sedang berada di rumah. Nuansa itu tidak terlepas dari motif visual yang digunakan kedua sutradara.

Pada kartunnya, pemandangan apa yang identik dengan "kehangatan" dalam Doraemon? Senja. Ya, langit senja berwarna jingga, yang acap kali dipakai menutup episode. Di sini, senja yang tersaji indah berkat kualitas visual 3D mumpuni, kerap dijadikan panggung bagi peristiwa-peristiwa menyentuh. Karena senja merupakan penghujung hari. Seolah menandakan, bahwa setelah satu hari yang melelahkan, akhirnya kita bisa pulang ke rumah. 

Salah tempat kalau berharap Stand by Me Doraemon 2 menghadirkan perjalanan waktu cerdas nan masuk akal, yang mempertimbangkan tetek bengek paradoks secara tepat. Tapi bagaimana tercipta pertanyaan atas peristiwa-peristiwa misterius, yang kemudian memperoleh jawaban setelah dilakukannya perjalanan waktu, cukup memberikan hiburan menyenangkan. Setidaknya bukan cuma haru yang ditawarkan film ini, sebagai sebuah petualangan menilik masa lalu demi masa depan, yang diikat oleh satu benang merah bernama "kasih sayang".

6 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Memang selalu terbaik lah doraemon mah. Franchise animasi terfavorit sepanjang masa. Baik SBM 1/2 adalah film animasi penuh kehangatan yang indah luar biasa. Benar benar memuaskan

Anonim mengatakan...

Ada scene Giant sama Suneo HS nggak?

Anonim mengatakan...

Padahal di ending stand by me yg pertama udah pas banget. Eh dibuat lagi. Duit duit....

Mahfuzd Ahmady mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Mahfuzd Ahmady mengatakan...

Review nomadland dong bang

Alvi mengatakan...

Mgkin saya minoritas karena ga ngerasa yg begitu banget dengan film ini. Jauh lebih suka yg pertama, dimana saya masih inget gimana saya habis beberapa lembar tisu ketika Doraemon ngomongin semua kejelekan Nobita sebelum perpisahan. Di sekuel, speech Nobita di wedding aja yg saya harapkan mampu membuat saya emosional, malah sama sekali ga ngerasa apa². Cuma agak merinding dgn ucapan sang nenek di akhir film. Yah, overall, biasa aja menurut ane. Menghibur tapi so-so 7/10