REVIEW - FREAKY
Christopher Landon menghabiskan sebagian besar karirnya untuk menulis naskah lima judul Paranormal Activity (termasuk installment ketujuh yang direncanakan tayang tahun depan, serta menyutradarai The Marked Ones). Tapi kecintaan sekaligus bakat terbesar Landon nampaknya ada di ranah slasher. Selepas kesuksesan dua film Happy Death Day, kali ini ia memberi twist terhadap novel anak Freaky Friday (empat kali diadaptasi menjadi film panjang, dengan rilisan 2003 yang dibintangi Lindsay Lohan dan Jamie Lee Curtis merupakan versi terpopuler).
Serupa dwilogi Happy Death Day, Landon memodifikasi formula slasher memakai bumbu fantasi (meski Happy Death Day 2U menggesernya ke ranah fiksi ilmiah). Jika Freaky Friday menukar tubuh anak dan ibu, di Freaky, tubuh pembunuh dan korbannya yang tertukar.
Belum lama ini, trilogi Fear Street telah berkontribusi menyegarkan skena slasher. Well-written, menyenangkan, unik, epik. Tapi ada satu keluhan. Metode pembunuhannya terlalu generik. Sejak sekuen pembuka, Freaky (meski di departemen lain, khususnya penulisan, tampak inferior di depan rekan sejawatnya itu) membuktikan keunggulannya, ketika sosok legenda urban setempat, Blissfield Butcher (Vince Vaughn), membantai empat remaja dengan beragam cara sadis, yang bakal membuat para ikon slasher merasa tersaingi.
Sekuen ini memfasilitasi dua hal: memperkenalkan sang pembunuh dan memperlihatkan ia mencuri belati kuno bernama La Dola. Blissfield Butcher memakai topeng serupa topeng hoki, bertubuh tinggi besar, kuat, kasar, namun dapat bergerak cepat. Seperti gabungan Michael Myers, Jason Voorhees dan Ghostface. Selaku homage, teknik menghabisi korban pun bak diambil dari buku panduan milik tokoh-tokoh di atas. Misalnya menusukkan tubuh korban ke tembok (Halloween), atau membekukannya (Jason X).
Lalu kita diperkenalkan pada Millie Kessler (Kathryn Newton), remaja yang hidupnya jauh dari menyenangkan. Selain korban perundungan di sekolah, di rumah ia mesti menghadapi sang ibu(Katie Finneran), yang sepeninggal suaminya, bersikap posesif dan kecanduan alkohol. Millie cuma punya dua teman, yakni Nyla (Celeste O'Connor) dan Josh (Misha Osherovich).
Sampai suatu malam, Blissfield Butcher menyerang Millie, menghunuskan belati La Dola di dadanya. Berkat pertolongan kakaknya yang juga seorang polisi, Char (Dana Drori), Millie berhasil selamat. Tapi saat ia bangun di pagi hari, Millie berada di tubuh si pembunuh, pun sebaliknya. Kelak diketahui, La Dola memang dipakai dalam ritual persembahan, dan bila setelah 24 jam Millie tidak menusukkan lagi belati itu ke tubuh aslinya, pertukaran tersebut akan permanen.
Kenapa Blissfield Butcher memakai La Dola? Apakah ia mencuri belati itu hanya karena tertarik melihat desain uniknya, atau memang hendak melakukan ritual? Tidak pernah dijelaskan. Entah plot hole, atau Landon, yang menulis naskahnya bersama Michael Kennedy, sengaja menyimpan jawabannya untuk materi sekuel (walau saya lebih antusias menunggu crossover dengan Happy Death Day yang telah di-tease oleh Landon).
Di luar urusan pertukaran tubuh, alur Freaky tergolong formulaik. Blissfield Butcher bakal memanfaatkan tubuh Millie guna melancarkan aksi tanpa dicurigai, sementara Millie sendiri mesti terlibat kucing-kucingan akibat jadi tertuduh, sambil berusaha meyakinkan teman-temannya, bahwa jiwanya terperangkap dalam tubuh pria paruh baya yang sketsa wajahnya tersebar di seantero kota.
Target Landon memang bukan tontonan cerdas atau teror menegangkan, melainkan bersenang-senang. Itulah kenapa, saat si pembunuh mulai melakukan pembantaian di area sekolah, targetnya adalah orang-orang yang dibenci penonton. Guru kejam, siswi pelaku perundungan, hingga siswa mesum. Hal itu dilakukan agar penonton dapat menikmati segala kematian, yang sekali lagi, dikemas brutal pula kreatif. Menyenangkan!
Menyenangkan juga melihat kedua pemeran utama bermain-main dengan konsep pertukaran karakter. Newton menghidupkan figur femme fatale berdarah dingin, sedangkan Vaughn mulus melakoni tantangan bertingkah feminin dengan perawakan maskulin miliknya. Vaughn tidak terjebak dalam akting karikatur. Tatkala memerankan Blissfield Butcher, matanya intimidatif. Sebaliknya, sebagai Millie, tatapannya hangat, bahkan mampu membuat suatu adegan bernuansa romantis di dalam mobil terasa manis.
Menilik penggambaran tokoh-tokoh pendukung, Freaky turut menyentil perihal dinamika remaja. Ketika remaja tenggelam dalam masalah sosial seperti perundungan, pula kesulitan melewati proses pencarian jati diri (pertukaran tubuh yang Millie alami juga mewakili persoalan ini), justru teman terdekat yang berjasa mengulurkan bantuan. Sementara orang tua dan guru malah kerap bersikap tak acuh.
Naskah coba menarik konklusi ke ranah keluarga di paruh akhir, sembari menerapkan formula tentang "pembunuh di film slasher takkan mati". Dampak emosinya kurang terasa, karena filmnya sendiri tidak meluangkan familial (Halloween versi 2018 adalah memberi contoh bagaimana cara terbaik menyuntikkan drama keluarga emosional dalam slasher), tapi minimal masih sejalan dengan tujuan awal Freaky: menghasilkan tontonan menyenangkan.
Available on HBO MAX
4 komentar :
Comment Page:w nonton justru lebih suka performa vaughn yang kejebak di tubuh millie, kocak bener apalagi sama temen-temennya terutama si Josh. Bakal naruh ekspektasi yang besar ni kalau bener mau ada cross sama happy death day.
Tumben telat mas rasyid. Palinv memorable pas adegan guru kejam, kayak salah satu adegan mortal kombat wkwkwk
Tease dari landon untuk crossover, adegan yg mana ya bang rasyid
Bukan adegan sih. Di interview. Dia konfirm kalo ada di universe yg sama & someday 2 protagonisnya bakal ketemu
Posting Komentar