REVIEW - V/H/S/94

8 komentar

Sebuah horor antologi, di mana Timo Tjahjanto muncul dengan segmen terbaik, yang mencontohkan bagaimana mendobrak batas kegilaan dalam durasi pendek. Bukan kali pertama, sebab di The ABCs of Death (2012) ia sudah melakukannya, pun di V/H/S/2 (2013) kala berkolaborasi dengan Gareth Evans (saya belum menonton Portals). 

Untunglah ini bukan panggung Timo seorang. Tujuh tahun selepas film ketiga (V/H/S: Viral) yang mengecewakanV/H/S/94, masih memakai teknik found footage, jadi installment dengan kualitas paling rata di antara semua segmennya, sekaligus mengembalikan franchise ini ke hakikatnya.

Holly Hell karya Jennifer Reeder bertindak sebagai frame narrative yang menjembatani tiap cerita. Dikisahkan, tim S.W.A.T. menyerbu gudang yang jadi tempat persembunyian sebuah cult. Di situ mereka menemukan kaset-kaset VHS terkutuk, berisi empat segmen yang bakal kita saksikan. 

Storm Drain buatan Chloe Okuno mengetengahkan liputan Holly Marciano (Anna Hopkins) soal penampakan makhluk misterius bernama "Ratman", yang muncul dari gorong-gorong. Pembuka yang solid. Creature feature bertemu occult horror, yang dibuat untuk memamerkan kualitas efek praktikal mumpuni, pun berpotensi dibawa ke medium film panjang guna melempar kritik terhadap kesenjangan sosial Amerika. Konklusinya, yang mengingatkan pada momen ikonik dari Scanners (1981), menawarkan gore dibumbui komedi hitam menggelitik.

Simon Barrett turut jadi salah satu sineas pengisi V/H/S/2 yang kembali. Melalui The Empty Wake, Barrett menyuguhkan kisah ala campfire story, tentang gadis bernama Hayley (Kyal Legend), yang bertugas menjaga pelaksanaan wake (upacara sebelum pemakaman). Tidak satu pun tamu hadir, namun sepanjang malam, Hayley mendengar suara dari peti mati. 

Diawali pembangunan tensi secara perlahan, sebelum melempar klimaks bersenjatakan efek yang dikemas dengan baik, The Empty Wake memakai pola penuturan serupa segmen pertama. Pun tema besarnya tidak jauh beda. Sehingga, walau tersaji solid, kesan repetitif sulit dihindarkan. 

Menyusul berikutnya adalah The Subject, segmen garapan Timo Tjahjanto, yang langsung memancing ketertarikan sedari menit pertama. Penonton dibawa mengunjungi laboratorium rahasia, tempat seorang profesor gila (Budi Ross) mengadakan eksperimen terhadap tubuh manusia. 

What a crazy segment. Timo tahu cara menjaga intensitas, bahkan terus meningkatkannya hingga titik terakhir. Sudut pandangnya terus berubah, dari torture porn lewat perspektif sang profesor, berpindah ke first-person shooter layaknya gim horor sewaktu tim S.W.A.T. yang dipimpin Kapten Hassan (Donny Alamsyah) menyerbu, lalu berganti ke aksi brutal, saat salah satu subjek eksperimen (Shania Sree Maharani) mengambil sentral penceritaan. Tentu jika bicara urusan gore, Timo tidak menahan diri.

Seperti dua segmen sebelumnya, The Subject juga memakai banyak efek praktikal guna menghidupkan karakternya. Tapi ini yang terbaik. Paling total, paling imajinatif. Timo terasa bersenang-senang, menggabungkan film cyberpunk body horror ala Tetsuo: The Iron Man (1989) dengan video game seperti Observer (2017), sembari mempersembahkan beberapa horror creatures terbaik yang pernah dibuat sineas Indonesia. 

Mungkin ada baiknya The Subject diletakkan di paling belakang. Terror karya Ryan Prows, sejatinya tidak buruk. Mengetengahkan pasukan milisi yang sedang mempersiapkan misi mereka (melibatkan penembakan kepala seorang pria secara berulang), di luar elemen supernaturalnya, Terror merupakan potret horor nyata Amerika Serikat, dengan segala hegemoni white supremacy. Mengandung relevansi tinggi, tapi menilik apa yang sebelumnya hadir, segmen ini terlalu "jinak" selaku penutup. 

Salah satu persoalan antologi horor memang terkait pacing yang naik-turun. Pasca klimaks sebuah segmen, intensitas otomatis menurun ketika segmen berikutnya dimulai. V/H/S/94 belum terbebas dari kekurangan itu. Walau demikian, kualitas masing-masing judul cenderung merata. 

(Shudder)

8 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

cara nontonnya gimana ?

Rasyidharry mengatakan...

Di Shudder, pake vpn us, trial/subscribe pake cc us/yang bisa buat transaksi internasional

Anonim mengatakan...

Bang mau tanya, Kira-kira film Candyman tayang gak disini soalnya saya lebih paling Candyman daripada film lain yang telah tayang ��

Anonim mengatakan...

Maksudnya lebih penasaran

Rasyidharry mengatakan...

Tayang kok bulan ini 👍

Jjj mengatakan...

Masih agak bingung ini settingnya kan tahun 94 tapi pas segmen timo kameranya dari tim SWAT modern banget jernih banget jadi agak ganjel mskipun the subject ttp jadi segmen terbaik tpi agak kurang masuk konsep tahun 94 nya d bandingkan 4 film lainnya

Pencari Uang mengatakan...

request film yang lebih jadul lagi bro buat di review...
AG4D

Anonim mengatakan...

Ketik di google tambahi sub indo di ujung