REVIEW - THE KING'S MAN

5 komentar

Semakin anda tahu soal figur dan peristiwa-peristiwa bersejarah yang ada di The King's Man, semakin anda bisa menikmatinya.....atau sebaliknya, malah semakin terganggu oleh caranya mengolah fiksi spekulatif berbasis rumor. Agar bisa menikmati prekuel bagi dua seri film Kingsman ini, kita memang perlu memandangnya murni sebagai hiburan ringan, meski pada beberapa bagian, itu cukup sulit dilakukan.

Latarnya mundur jauh ke masa sebelum Perang Dunia I pecah, guna memaparkan awal berdirinya Kingsman. Duke Orlando Oxford (Ralph Fiennes) adalah pacifist, yang selepas kematian tragis istrinya, bersikap overprotektif terhadap sang putera tunggal, Conrad (Harris Dickinson). Tatkala Perang Dunia I berlangsung, di mana terdapat pihak-pihak yang sengaja mengadu domba para pemimpin negara, prinsip Orlando pun diuji.

Pihak yang dimaksud merupakan kelompok misterius, yang terdiri atas versi fiktif dari figur-figur seperti Grigori Rasputin (Rhys Ifans), Erik Jan Hanussen (Daniel Brühl), hingga Mata Hari (Valerie Pachner). Wajah sang pemimpin yang dipanggil "The Shepherd" disembunyikan, namun takkan sulit menebak identitasnya. 

Apakah ini drama ayah-anak, film anti-peperangan, kisah nasionalisme, atau apa? Memikirkan itu tidak akan ada habisnya. Naskah yang ditulis sang sutradara, Matthew Vaughn, bersama Karl Gajdusek memang carut marut. Bahkan menjaga konsistensi tone saja enggan diperhatikan, ketika The King's Man bisa berubah dari tragedi menjadi tontonan konyol hanya dalam beberapa menit. 

Vaughn dan Gajdusek jelas tak memedulikan aturan-aturan di atas. Tujuan mereka cuma ber-cocoklogi, mengaitkan satu peristiwa (atau teori soal) sejarah dan yang lain, mengubahnya jadi suguhan spionase over-the-top. Sehingga saat Polly (Gemma Arterton), pelayan Orlando sekaligus seorang penembak jitu, dapat dengan mudah merekrut seluruh pelayan jajaran petinggi dunia sebagai mata-mata, penonton cuma (dan harus) bisa memakluminya. Suspension of disbelief diperlukan di sini.

Beberapa penggemar mungkin bakal mengeluhkan, bagaimana The King's Man menanggalkan kekhasan serinya, yang dibangun berdasarkan asas "manners maketh man". Tapi itu wajar, mengingat latarnya adalah pre-Kingsman. 

Sebagai gantinya, aksi bertenaga selaku ciri Kingsman dipertahankan. Vaughn sekali lagi sukses mengemas laga penuh gaya, serba berlebihan, dengan bumbu kekerasan, yang ditangkap oleh kamera Ben Davis, yang bergerak bak tengah kesetanan. Momen ketika nyala suar menyinari terjebaknya Conrad di garis depan medan perang, jadi contoh kepiawaian Vaughn mengemas aksi megah, tapi yang terbaik adalah pertarungan foursome melawan Rasputin.

Vaughn menyuguhkan versi liarnya terkait satu dari sekian banyak teori mengenai kematian Rasputin, melalui adu pedang kinetik, dilengkapi koreografi unik. Film yang menampilkan Rasputin mengayunkan pedang sambil menari balet patut diacungi dua jempol. Inilah satu dari sedikit momen dalam The King's Man, tatkala keseriusan (Rasputin jadi antagonis intimidatif nan mengerikan) bercampur mulus dengan kekonyolan. 

Fiennes, Arterton, Ifans, bahkan Djimon Hounsou sebagai Shola, tampil tangguh, badass, sanggup bersinar sesuai porsi masing-masing dalam gelaran aksi filmnya. Walau tersisa kekecewaan mendapati Brühl tak diberi peluang unjuk gigi. 

Batu sandungan terbesar justru bukan dari penceritaan berantakan atau inkonsistensi tone, melainkan beberapa elemen problematik, atau minimal mendekati problematik. Menjadikan gay sebagai materi humor misal, atau penggambaran Mata Hari selaku mata-mata penggoda yang hingga kini diperdebatkan keabsahannya (apakah nyata atau aksi mencari kambing hitam yang mudah dipercaya berkat kacamata seksis dunia), jadi beberapa contoh. Tapi apabila anda ingin melanjutkan antusiasme blockbuster pasca kehebohan Spider-Man: No Way Home, maka The King's Man merupakan pilihan terbaik.

5 komentar :

Comment Page:
septian mengatakan...

Membaca reviewnya, saya jadi ingin menonton. Terima kasih.

Anonim mengatakan...

Widi tinggi juga ratingnya, tapi gua baca di Arul fitron (temen lu kan ya yg waktu itu berantem di cine crib) kayaknya rating dia cuma kasih 2 bintang apa 3 gitu wkwkwk

Bintang rejeki mengatakan...

Mas pengganti channel dayat emon apa ya?

James Atlee mengatakan...

Ampun, rugi waktu, rugi duit

Anonim mengatakan...

FILM KEREN SESUAI EKSPETASI UNTUK NONTON FILM INI KUDU FUN___RATING 8/10