REVIEW - SONIC THE HEDGEHOG 2

2 komentar

30 April 2019, trailer perdana Sonic the Hedgehog rilis, diiringi cercaan akibat desain buruk si landak biru. Jumlah dislike videonya jauh melebihi jumlah like. 12 November 2019, trailer kedua muncul memperlihatkan desain baru Sonic. Responnya positif, dengan rasio like-to-dislike tertinggi dalam tiga tahun terakhir (pada masa itu). 14 Februari 2020, filmnya resmi tayang, berujung meraup pendapatan 319 juta dollar di seluruh dunia. Salah satu proses paling dramatis sepanjang sejarah Hollywood. 

Dua tahun berselang, sekuelnya lahir. Sonic (Ben Schwartz) kini ditemani Tails (Colleen O'Shaughnessey) dan Knuckles (Idris Elba), sementara Dr. Robotnik (Jim Carrey) kembali, kali ini memamerkan kepala botak selaku ciri khasnya. Semua seperti keluar langsung dari gim. Calon penyandang gelar "adaptasi video game dengan desain terburuk" telah berevolusi jadi salah satu yang terbaik. 

Totalitas mereplikasi gimnya memang kunci sukses Sonic the Hedgehog 2, tatkala ceritanya tak menawarkan hal baru. Masih generik, masih ringan, masih klise sebagaimana film pertama. Di sini Sonic ingin jadi pahlawan super, tetapi selepas aksinya justru mengacaukan kota, Tom (James Marsden) menyebutnya belum siap. Sonic harus lebih banyak belajar soal tanggung jawab. Juga soal kesedian berkorban ketimbang cuma pamer kekuatan. 

Ancaman bagi Sonic tiba, pasca Dr. Robotnik kembali dari luar angkasa berkat bantuan Knuckles, prajurit terakhir suku Echidna, yang menyimpan dendam terhadapnya, sekaligus sedang mencari Master Emerald, batu legendaris pemeberi kekuatan luar biasa. Sonic tak sendirian. Pertolongan diberikan oleh Tiles si rubah berekor dua, yang selama ini mengagumi aksi-aksinya dari jauh. 

Berdasarkan dua paragraf sinopsis di atas saja, rasanya sudah bisa ditebak bakal berkembang ke mana alurnya. Bisa ditebak juga, guna menambah rintangan, filmnya bakal sesekali melupakan kemampuan Sonic bergerak cepat, yang semestinya dapat menyelesaikan beberapa konflik secara cepat pula. 

Tapi ingat, film ini diadaptasi dari permainan platformers. Kompleksitas cerita bukan jualan utama. Terpenting adalah spektakel, dan kehadiran Knuckles jelas memberi tambahan dalam elemen tersebut. Gelaran aksi ringan film pertama ditingkatkan ke ranah lebih dahsyat, menjadi pameran visual seru di bawah penanganan sang sutradara, Jeff Fowler. Sonic dan Knuckles hanya dua kali beradu, tapi keduanya (ditambah klimaks yang menyulap protagonisnya jadi karakter overpowered) adalah contoh bagaimana film adaptasi video game semestinya mempresentasikan aksi. 

Humor Sonic the Hedgehog 2 tak sekuat aksi, di mana wordplay serta komedi fisik sering berakhir hambar (walau bentuk yang disebut kedua bakal efektif menghibur penonton bocah), tapi film ini beruntung memiliki jajaran cast yang sanggup meningkatkan daya bunuh materi medioker. Bagaimana aksinya melibatkan Rachel (Natasha Rothwell), kakak Maddie (istri Tom, masih diperankan Tika Sumpter) yang tengah melangsungkan pernikahan, mungkin nihil signifikansi bagi cerita, namun Natasha Rothwell merupakan suntikan energi besar bagi departemen komedi. 

Oh, dan tentu saja Jim Carrey. Sonic the Hedgehog 2 mengurangi porsi karakter manusia, namun Carrey dengan gaya aktingnya memang lebih dekat dan senada bila bersanding bersama tokoh-tokoh animasinya ketimbang para manusia. Di tangan Carrey, Dr. Robotnik tampil konyol, over-the-top, tanpa kehilangan identitas sebagai ilmuwan brilian, yang kejeniusannya tak jarang terasa mengagumkan. 

2 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

JIM CARREY keren banget !!!...rating 9/10...jangan beranjak dari kursi dan jangan keluar dulu dari ruang bioskop ya, ada extra/tambahan alur cerita credit film sebagai lanjutan film SONIC 3...

Anonim mengatakan...

golden sonicc