REVIEW - KNOCK AT THE CABIN

13 komentar

Sepanjang menonton Knock at the Cabin saya terus bertanya-tanya, "Apakah Tuhan di semesta filmnya adalah psikopat?". Sebuah kesan yang makin kuat begitu mencapai akhir. Didorong rasa penasaran, saya pun mencari tahu soal novel The Cabin at the End of the World karya Paul G. Tremblay yang jadi sumber adaptasi. Di situlah saya menyadari M. Night Shyamalan melakukan perubahan besar di babak ketiga, yang memegang peranan penting pada pesan utama yang sang penulis hendak sampaikan. 

Bukunya adalah cerita humanis yang mempertanyakan, "Jika Tuhan memang ada, dan tak ubahnya psikopat alih-alih Maha Penyayang, mengapa kita harus tunduk?". Di tangan Shyamalan, kisah provokatif itu berubah jadi lebih "ramah" dengan menyoroti perihal pengorbanan. Knock at the Cabin memang tampak main aman di segala hal.

Seberapa "aman"? Beberapa kematian karakternya terjadi secara off-screen, di mana Shyamalan menyensornya lewat cara membosankan (memindahkan ke establishing shot misal). Jangan lupa, film ini punya rating R. 

Tapi Knock at the Cabin dibuka secara menjanjikan. Bocah tujuh tahun bernama Wen (Kristen Cui) tengah berlibur di kabin terpencil bersama dua ayahnya, Eric (Jonathan Groff) dan Andrew (Ben Aldridge), ketika empat orang asing mendatangi mereka. Leonard (Dave Bautista), Sabrina (Nikki Amuka-Bird), Redmond (Rupert Grint), dan Adriane (Abby Quinn), memaksa masuk ke dalam kabin.

Kata "memaksa" sebenarnya kurang tepat. Mereka lebih seperti meminta secara baik-baik. Tujuan keempatnya datang adalah demi mencegah kiamat, lewat pengorbanan yang hanya bisa dilakukan para penghuni kabin. Kita pun melihat bagaimana pihak korban dan pelaku sama-sama dikuasai ketakutan. Sebuah awal unik yang merombak formula khas home invasion. Salah satu karakternya bahkan berkata, "this is not a home invasion". 

Subteks religi tersimpan dalam naskah yang Shyamalan tulis bersama Steve Desmond dan Michael Sherman. Perihal "pengorbanan" bakal mengingatkan ke cerita Nabi Ibrahim (komparasi yang makin kuat di versi novel), sedangkan keempat "penyusup" mewakili Four Horsemen of the Apocalypse, yang oleh filmnya disampaikan secara gamblang di babak akhir, seolah menganggap penontonnya terlalu bodoh untuk menangkap simbol tersebut. 

Keberhasilan menjauhi formula home invasion di babak pertama makin terasa menyenangkan, sebab seperti biasa Shyamalan masih piawai mengolah misteri. Menonton film buatannya bak memasuki labirin yang tidak pernah kita tahu akan mengarah ke mana. Sayangnya seiring waktu, aliran alur Knock at the Cabin semakin repetitif. Leonard dan kawan-kawan memohon agar cerita mereka tentang "ramalan kiamat" dipercaya, Eric menolak lalu menuding mereka delusional. Begitu seterusnya. 

Dinamikanya agak membaik ketika para penyusup sempat meragukan keimanan mereka, namun naskahnya enggan mengolah konflik itu lebih jauh, dan memilih langsung membawa kita kembali pada status quo (empat penyusup yang percaya pada ramalan kiamat vs dua korban yang skeptis). 

Elemen dramanya mengandalkan beberapa selipan flashback tentang masa lalu Eric dan Andrew, yang sebagai pasangan gay kerap menerima persekusi, tapi keberadaannya malah berujung memotong bangunan intensitas. 

Departemen akting pun tak begitu menonjol. Rupert Grint cukup menyenangkan ditonton, Kristen Cui si aktris cilik di luar dugaan jadi penampil terbaik, tapi nama-nama lain cenderung membosankan. Bukan semata salah cast, sebab penokohan dari naskahnya memang lemah. Misal Leonard yang cuma mengharuskan Bautista berbicara selirih mungkin, atau Eric yang selalu berteriak.

Pasca intensitas babak pertama berlalu, momen paling menarik di film ini adalah tiap kali kita menyaksikan bagaimana dunia pelan-pelan mengalami kehancuran. Terutama sewaktu ramalan terakhir menjadi kenyataan. Di situ Shyamalan membuktikan ia masih jago melukiskan pemandangan aneh nan mengerikan bak mimpi buruk.

Tapi selain itu, hampir semua lini milik Knock at the Cabin, termasuk perubahan konklusi yang berlawanan dengan perspektif bukunya, benar-benar menunjukkan tendensi Hollywood dalam mengubah suatu hal yang berani menjadi produk serba aman dan tak bertaring.

(iTunes US)

13 komentar :

Comment Page:
Brian Abimanyu Chandra mengatakan...

The banshee of inisheriin kok gak di review2 bang Rasyid?

Anonim mengatakan...

KNOCK AT THE CABIN sebuah film lgbtq+

Anonim mengatakan...

oh, film hombreng ya, hmmmmm....

Anonim mengatakan...

Kenapa ya Hollywood sekarang ini seperti lagi mabuk woke?

Anonim mengatakan...

Lagi2 film kampanye pelangi.. ☹️

Anonim mengatakan...

Homo invasion

Anonim mengatakan...

Kenapa ya kalau ada adegan LGBTQ di film itu selalu dianggap "kampanye"? Pada tahu ga sih arti "kampanye" itu apa? :D
Dan kalau ngomongin dosa, pacaran juga dosa, kok beda ya standarnya...? Oiya, kan masyarakat kita cuma galak sama gay, lesbian, dan cewek yang belum berhijab :D :D :D

Anonim mengatakan...

Film KNOCK AT THE CABIN upaya LGBTQ+ agar diterima oleh penonton sehingga media film menjadi ajang hak asasi manusia dengan cara promosi dan propaganda kepada penonton sehingga menonton film ini dianggap wajar bahkan sekarang pun berani memasukkan ke dalam film kartun anak anak sebagai upaya pembelajaran sejak dini dianggap hal biasa artinya sebagai penonton film harus bisa men-sortir mana film yang di tonton dan mana film yang nggak perlu di tonton khususnya jika menonton membawa anak-anak, hati-hati dan waspada...seharusnya juga jika ada film khusus seperti ini ada tanda pemberitahuan dalam prolog film atau poster film atau di loket tiket
-
maju film indonesia, yuk kita nonton bersama sama film indonesia yang berkualitas di layar bioskop

Anonim mengatakan...

film series the last of us dari adaptasi video games juga film hombreng mania....wkwkwkwkwkwk....sudah horror, serem plus plus plus juga

Anonim mengatakan...

OMG, film homo 🤭

Anonim mengatakan...

Betul sekali, sangat aneh jika di film anak2 pun dimasukkan unsur2 LGBT...mereka memang lg giat2nya membuat ini hal yang normal...
Hati2..

Dewa mengatakan...

Arisan jg film homo woii...lo semua pada nonton juga dan nikmatin khan...haha

Anonim mengatakan...

gila banget, ini film bagus....skor 8/10