REVIEW - CREED III

3 komentar

Seri Creed merupakan cara cerdik untuk melanjutkan dunia Rocky. Selalu ada kesan "familiar tapi segar" di tiap judul, yang bak reka ulang dari pendahulunya namun dengan modifikasi memadai agar tak menjadi repetisi. Creed (2015) adalah "kembaran" Rocky (1976), sedangkan Creed II (2018) melanjutkan Rocky IV (1985). 

Di film ketiganya, Adonis Creed (Michael B. Jordan) berada di posisi serupa dengan Rocky Balboa (Sylvester Stallone) di Rocky III (1982). Statusnya sebagai jawara tinju tak tergoyahkan, sebelum memutuskan pensiun di tengah gelimang harta. Keluarganya pun harmonis. Karir sang istri, Bianca (Tessa Thompson), sebagai produser musik makin moncer. Keberadaan si buah hati, Amara (Mila Davis-Kent), makin melengkapi hidup keduanya. 

Adonis kini merupakan promotor. Obrolannya berpusat pada uang dan potensi menghadirkan hiburan di ring tinju. Hingga datanglah Damian (Jonathan Majors), yang dahulu menjalin persahabatan erat layaknya kakak-beradik dengan Adonis, sebelum suatu peristiwa memecah hubungan mereka. Kini Damian berambisi mewujudkan mimpinya yang tertunda selama mendekam 18 tahun dalam penjara, yakni menyabet gelar juara tinju. 

Damian tak ubahnya Clubber Lang (Mr. T). Tatkala protagonis di film masing-masing mulai terbuai oleh kemapanan, keduanya masih dipenuhi rasa lapar. Sederhananya, figur petarung dengan insting hewan buas. Tapi ada satu perbedaan. Jonathan Majors adalah aktor yang lebih baik. Berkatnya, Damian bukan sekadar monster liar, tapi perwujudan individu kompleks yang dikuasai ambisi pembuktian diri akibat merasa impiannya dicuri. 

Creed III punya semua amunisi untuk mengulangi formula sukses khas franchise-nya. Baik kisah Rocky maupun Adonis tak hanya perihal adu jotos di atas ring, pula dibarengi drama menyentuh, entah mengenai keluarga, persahabatan, atau pencarian jati diri. Zach Baylin (King Richard) dan Keenan Coogler (Space Jam: A New Legacy), menyadari potensi itu. Malah mungkin terlalu menyadarinya, sehingga memilih menumpahkan seluruh amunisi yang ada. 

Di luar hubungan rumit Adonis dan Damian, masih ada kegundahan Bianca yang mesti merelakan cita-cita bernyanyi di atas panggung akibat kondisi pendengarannya; Amara yang menunjukkan tendensi kekerasan di sekolah (nampaknya dipersiapkan untuk meneruskan tongkat estafet dari ayahnya); kesehatan Mary Anne (Phylicia Rashad), ibu Adonis, yang terus menurun; sampai proses protagonis mempertanyakan alasannya bertarung. 

Narasinya luar biasa penuh, dan naskahnya tak mampu menangani subplot sebanyak itu. Sebenarnya bukan subplot tanpa makna. Tiap masalah berfungsi membangun dinamika psikis Adonis yang selama ini cenderung menutupi isi pikirannya, namun kedua penulisnya gagal menciptakan kerapian dalam bertutur. Gagasannya jelas, tapi dengan eksekusi berantakan. 

Setidaknya satu elemen tampil benar-benar kuat, yaitu mengenai tendensi Adonis menutup diri. Seolah merepresentasikan kalimat "Tough guys don't cry", ia enggan menceritakan kegundahannya pada Bianca. Dia memilih hidup bersama beban yang menyiksa. Poin ini membuat Creed III spesial. Menuturkan isi hati bukan tanda kelemahan bagi seorang juara dunia tinju kelas berat. 

Michael B. Jordan tampil baik mengolah gejolak batin karakternya, tapi pencapaian terbesar sang aktor di film ini justru saat ia melakoni debut sebagai sutradara. Sebelum perilisan, Jordan kerap menyampaikan tentang bagaimana anime menginspirasi caranya membungkus baku hantam di atas ring. Sekilas terdengar seperti marketing stunt yang dilebih-lebihkan. Sudah jadi pengetahuan umum kalau Jordan menggilai anime, tapi bagaimana bisa menerapkan estetikanya ke film tinju realis?

Di luar dugaan ia berhasil melakukannya. Pemakaian gerak lambat, close-up super dramatis, gerak kamera luar biasa dinamis, sampai momen bernuansa sureal di klimaks guna menyimbolkan intensitas pertarungan personal dua karakternya, jadi wujud kreativitas visinya. Penggemar judul-judul seperti Dragon Ball Z dan Naruto bakal dengan mudah mengidentifikasi momen mana saja yang Jordan "pinjam". Creed III mungkin tak sebaik dua film pertama, tapi ia bukan sekuel asal jadi yang hanya memikirkan pundi-pundi uang.

3 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

KANG must lose his powers and fight one of the greatest boxers of all time: Creed ‼...

KANG kalah dalam final battle melawan antman dalam film antman & the wasp : quANTumMANia dalam dunia realita Marvel Cinematic Universe (MCU) sehingga KANG menerobos muncul dalam dunia realita Rocky Balboa Cinematic Universe (RBCU) sebagai varian KANG THE BOXER

Film Creed III merupakan petarungan akbar yang menyajikan 3 pertandingan tinju dalam kemasan 1 film di balut scene anime NARUTO fight yang legendaris

Bagi penonton pecinta tinju ala Muhammad Ali dan Mike Tyson, silahkan di tonton karena film ini sungguh keajaiban layar bioskop, sayang untuk di lewatkan untuk di tonton di tengah gempuran serbuan film indonesia yang sekarang menguasai layar bioskop di indonesia

skor : 9/10

Anonim mengatakan...

Nge-gym ah, biar badan Gw jd kek si Michael

Anonim mengatakan...

Jonathan Majors bagus....bagus badannya