REVIEW - INSIDIOUS: THE RED DOOR

45 komentar

Insidious: The Red Door punya intensi baik. Sebagai installment kelima, timbul kesadaran untuk tidak melakukan repetisi dari segi penceritaan. Kembali menyoroti jajaran karakter dari dua film pertama, daripada pengulangan, filmnya menggiring dinamika keluarga disfungsional ke area yang lebih kompleks. Ada niat membawa kesegaran, tapi naskah dangkal ditambah teror tak memorable justru melahirkan produk berlawanan: sebuah epilog yang tidak perlu.  

Sebuah tendensi Hollywood sewaktu membuat sekuel adalah memecah hubungan karakter, sekuat apa pun ikatan yang penonton saksikan di film-film sebelumnya. Naskah buatan Scott Teems (Halloween Kills) mengambil langkah serupa. Sembilan tahun pasca peristiwa Insidious: Chapter 2 (2013), kondisi Keluarga Lambert tak lagi sama. Josh (Patrick Wilson) dan Renai (Rose Byrne) bercerai, sedangkan si putera sulung, Dalton (Ty Simpkins) tumbuh jadi remaja pemberontak.

The Red Door mengulik gagasan perihal repressed memory, di mana individu kesulitan mengingat kenangan traumatis dari masa lalu sebagai mekanisme pertahanan diri. Ingatan Josh dan Dalton tentang perjalanan mereka di The Further ditekan, namun tak pernah benar-benar lenyap. Memori kelam Dalton perlahan timbul ke permukaan ketika menjalani kelas melukis. Sebuah poin menarik soal bagaimana seni bisa menggali sisi terdalam manusia, yang sayangnya enggan filmnya soroti lebih jauh.

Cukup lama The Red Door berkutat dalam drama. Praktis sekitar 30 menit pertamanya murni dipakai memperkenalkan penonton kepada pergolakan mental para protagonis. Psikis Josh berada di titik terendah. Ingatannya kabur, emosinya tidak stabil. Sosok ayah yang biasanya digambarkan selaku pelindung justru berpotensi jadi penghancur akibat kerapuhannya. 

Tapi potensi dinamika keluarga disfungsional tersebut gagal melangkah lebih jauh, akibat eksplorasi naskahnya terkait luka serta rasa bersalah Josh, juga unsur transgenerational trauma yang mempengaruhi sang karakter, hanya berkutat di permukaan. Alhasil, tujuan menutup franchise lewat konklusi emosional pun gagal dicapai.

Selain memerankan figur ayah yang tidak stabil, Patrick Wilson turut melakoni debut sebagai sutradara. Menilik beberapa teror, misalnya penampakan unik nan mencekam yang memanfaatkan jendela, sejatinya Wilson cukup berani menerapkan kesunyian guna membangun kengerian. Tapi ketika dituntut melempar jumpscare, jam terbang minimnya begitu kentara.  

Di luar ide-ide yang cenderung generik, banyak jumpscare milik The Red Door punya eksekusi murahan. Ketika dahulu James Wan memacu adrenalin dengan teknik "hantu agresif", Wilson menghilangkan poin tersebut, yang menjadi pembeda antara Insidious dengan banyak horor medioker. Para hantu sebatas setor muka, ditambah penyuntingan yang sengaja menghilangkan transisi, semata-mata agar suatu penampakan terasa lebih mengagetkan. Film ini tidak ada bedanya dengan video screamer yang banyak bertebaran di internet. Murahan.     

45 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

keren banget ini film drama daripada film bocil mission impossible

Anonim mengatakan...

gue sudah nonton film ini bagus, bukan film murahan, alur cerita menarik, tidak ada lagi musik score yang meledakkan telinga

Dewa mengatakan...

Yah murahan tp bisa buat drpd omdo doang by teori basi

Anonim mengatakan...

Murahan tapi lo rate 2,5. goblok

Anonim mengatakan...

SKOR FILM INSIDIOUS: THE RED DOOR" : 9/10

INI FILM DRAMA KEREN BIKIN MATA HARUS MELEK TERUS KARENA BANYAK PENAMPAKAN YANG TIDAK TERLIHAT JIKA MATA KITA MISS AJA/MATA MENOLEH SEDIKIT/MENUTUP MATA SEDIKIT PASTI TIDAK MELIHAT, MEMINIMALISIR JUMP SCARE & TIDAK ADA TERIAKAN KERAS MUSIK SEPERTI FILM SERI SEBELUMNYA

DEBUT PENYUTRADARAAN YANG BERHASIL

Anonim mengatakan...

Patrick Wilson berhasil membawa film INSIDIOUS: THE RED DOOR ke arah alur cerita yang lebih baik


JUMP SACRE IDIOT berhasil di hilangkan oleh baik menjadi film drama thriller yang lebih menakutkan

vian mengatakan...

Komennya ababil semua. Tipikal penonton bioskop FOMO. Najis gw bacanya

Abhiem mengatakan...

Komennya pada marah-marah. Ya suka suka yang bikin review lah. Kalo gak sepakat ya tinggal bikin aja review lainnya. Simpel.

Anonim mengatakan...

wah ngeri ngeri sedap ini film benar benar film drama non jump scare, setiap penampakan benar benar sunyi senyap bagaikan operasi rahasia

boleh ya mas rasyid, saya komentar, karena saya sudah nonton kemarin malam

saya komentar, saya sudah nonton film di bioskop

Anonim mengatakan...

SKIP, FILM KOMEDI TOLOL BANGET.....

Anonim mengatakan...

oalahhhhhh, penampakannya LGBT+, parah keren ini, maknyusssss

Panca mengatakan...

Gw jadi pembaca setia MOVFREAK udah 5 tahun lebih kayaknya , dulu komentar2nya mengundang diskusi tapi kena sekarang kayak banyak bocil dan anonim ga jelas ya?

Anonim mengatakan...

Ngapain nonton di bioskop buang-buang duit, tanggal 20an juga digitalnya rilis

Anonim mengatakan...

9 ndasmuuuu, gen z kalo ngasih nilai suka gak pake otak emang

Anonim mengatakan...

abis nonton, baru bisa komentar dong

Anonim mengatakan...

Komennya kenapa ya? Kalo ga paham apa itu resensi film, gak usah banyak bacot deh. Review itu gunanya untuk memberi kritik serta saran apa aja sih yg kurang dri filmnya. Dulu sesi komennya gak gini deh. Kok sekarang sampah bgt sih? Tunggu lu semua tumbuh jemb*t aja deh baru komen. Gak usah sok paham sama film. Semangat ya bang buat reviewnya. Hiraukan aja bocah2 labil ga jelas itu.

Siang x mengatakan...

Kayaknya itu semacam orang2 yg nggak seneng dengan blog ini. Kek haters gitu mungkin. Jangan2 malah agen2 sineas yang filmnya dikritik karena jelek pada nyerang semua. Sengaja. Yah oknum bang.

Anonim mengatakan...

busyet dah, banyak orangtua bawa balita & bocil nonton film insidious di bioskop, sesuatu banget dah...

bocil & balita malah ketawa nonton ini film bikin suasana horror menjadi komedi

Anonim mengatakan...

film yang benar-benar sunyi senyap, film drama yang bercerita trauma keluarga turun temurun di masa lalu, sekarang dan akan datang

Anonim mengatakan...

thanks mr.rasyid

Anonim mengatakan...

terimakasih mas rasyid atas review nya

Anonim mengatakan...

Bisa ga ya kolom komentarnya dimatiin aja, males isinya sampah2 doang. Padahal dulu kolom komentar isinya utk diskusi

Anonim mengatakan...

ulasannya terimakasih mas rasyid

Anonim mengatakan...

greatjob, mr. rasyid

Anonim mengatakan...

Selalu suka baca review film disini walaupun dr dulu silent reader. Kaget pas baca komennya di review ini, bener bener bocah kmrn sore. Kalopun gak setuju dengan review Mas Rasyid, bisa bikin review sendiri atau simply diem aja. Semangat trs Mas Rasyid, banyak pembaca setia blog ini dan nungguin review film disini walaupun silent reader seperti saya🤭💪

Anonim mengatakan...

sudah nonton film ini, lumayan lah nggak pakai lagi teknis jumpscare berlebihan

thanks mas rasyid

Anonim mengatakan...

ditunggu review film oppenheimer ya mas rasyid. hehehe thank u :))

Anonim mengatakan...

thanks mas rasyid

Anonim mengatakan...

tiap review bagus mas, salam

Anonim mengatakan...

😍😍😍

Anonim mengatakan...

Ada bocil kemarin sore, awam film tapi pengin eksis dg sahut2an sama diri sendiri, ngetroll di kolom komentar. Niatnya caper, sayangnya dicuekkin sama Rasyid. Haha.

Anonim mengatakan...

sudah nonton film nya, nggak keren

Anonim mengatakan...

skip, tunggu netflix

Anonim mengatakan...

film komedi berasa horror

Anonim mengatakan...

film komedi terbaik

Biya mengatakan...

Asli sih, ini ada apa kok tiba2 isi komennya jelek banget

Anonim mengatakan...

FILM HORROR PALING TARIK CUAN DI LAYAR BIOSKOP, KEREN MANTAP ABIS

Anonim mengatakan...

Film Paling Wajib Tonton

Anonim mengatakan...

luar biasa ini film komedi

Anonim mengatakan...

ada film triple XXX horror, nah ini dia film nya

Alderson mengatakan...

Film usang, dengan formula usang yang membosankan. Bolehlah untuk film pengantar tidur 👍

Anonim mengatakan...

Film Drama Keluarga Terbaik

Anonim mengatakan...

Jadi Pengen Boker

Anonim mengatakan...

Film masih bertahan di layar bioskop

Anonim mengatakan...

memuaskan penonton