REVIEW - A HAUNTING IN VENICE
A Haunting in Venice memulai penceritaan saat Hercule Poirot (Kenneth Branagh) bangun dari tidurnya. Sepanjang film pun Poirot melewati proses yang membuatnya "terbangun". Menyadari bahwa bisa jadi ada misteri yang tidak mampu ia pecahkan, sedangkan skeptismenya atas fenomena mistis berpotensi terbantahkan. Sayangnya, tatkala Poirot terbangun, beberapa penonton mungkin saja tertidur.
Mengadaptasi novel Hallowe'en Party karya Agatha Christie, kelemahan utama A Haunting in Venice sangat sederhana sekaligus mendasar: filmnya membosankan. Sekuen pembukanya yang memotret Venesia bak kota mati di pagi hari, dengan kesunyian mencekam serta gambar-gambar cantik nan atmosferik justru jadi puncak pencapaian.
Poirot terpaksa kembali dari masa pensiun saat temannya yang juga seorang novelis misteri, Ariadne Oliver (Tina Fey), mengundangnya ke acara pemanggilan arwah di kediaman Rowena Drake (Kelly Reilly). Si cenayang, Joyce Reynolds (Michelle Yeoh), diminta memanggil arwah Alicia (Rowan Robinson), puteri Rowena yang meninggal secara misterius. Ariadne menantang sang detektif untuk mengungkap apakah ritual tersebut hanya tipuan, ataukah bukti nyata keberadaan hal gaib.
Tentu kita tahu misterinya bakal bermuara ke mana. Kematian akan terjadi, yang sekilas disebabkan oleh kutukan, sebelum akhirnya Poirot menyibak alasan logis di balik segalanya. Tapi A Haunting in Venice bukan sebuah upaya mengerdilkan mistisisme belaka. Selain ambiguitas yang tersisa di konklusi, Poirot pun didorong ke batas kemampuan, hingga membuatnya meragukan seluruh prinsip yang ia pegang. Di depan kamera, Branagh mampu menghidupkan kerapuhan sang detektif yang mempertanyakan puluhan tahun pengalamannya.
Di belakang kamera performa Branagh tidak semulus itu. Dibanding dua film pertama, A Haunting in Venice jelas lebih kecil. Sang sutradara tak lagi dibekali ensemble cast sebesar Murder on the Orient Express (2017) maupun biaya semahal Death on the Nile (2022). Amunisi Branagh untuk mengatrol kualitas naskah buatan Michael Green yang tak pernah benar-benar fasih menerjemahkan misteri Agatha Christie ke layar lebar jauh berkurang.
Keputusan menyuntikkan elemen horor sejatinya tepat. Tidak hanya karena dikenal sebagai "genre hemat", horor memungkinkan penyegaran setidaknya pada departemen artistik. Haris Zambarloukos selaku penata kamera berada di garda terdepan, lewat kemampuannya menangkap suasana mencekam yang tak jarang menyelipkan keindahan di sela-sela kengerian dalam tiap sudut gelap kediaman Rowena.
Tapi sejauh apa gambar cantik bisa menjaga daya sebuah film? Tentu tidak seberapa. Seiring kurang piawainya Branagh menyusun horor melalui deretan jump scare medioker yang "malu-malu", A Haunting in Venice pun semakin melelahkan. Sebuah perjalanan hampa yang sebatas menunggu deduksi final Poirot, yang hadir mendadak tanpa build-up memadai. Klimaksnya tidak bertaring. Ya, jawabannya takkan sulit ditebak oleh para penikmat misteri veteran, namun yang lebih fatal, pengadeganan Branagh minim energi.
Kekurangan di atas rutin mengiringi 103 menit durasinya. Branagh sering memakai close-up sebagai cara menangkap akting pemain secara utuh. Tujuan itu tercapai. Cast-nya bersinar, terutama Michelle Yeoh dan Camille Cottin, tapi kesan monoton sulit dihindari setelah beberapa saat. Pada sekuen pembuka, pacing penuh kesabaran yang Branagh terapkan memang melahirkan atmosfer mencekam, namun semakin jauh kisah bergulir, perlahan kengerian itu lenyap, digantikan oleh rasa kantuk.
26 komentar :
Comment Page:sebagian tertidur, bener banget suamiku ngorok π€£ tapi demi poirot mataku tetep melek menikmati kisah dalam gelap..
A Haunting in Venice cerdas dalam layar bioskop, mantap
Kenneth Branagh membawa karya agatha christie dalam dimensi film horror jumpscare sexiest luar biasa
Peraih piala prestise OSCAR, Michelle Yeoh menghayati peran typical asia
Sutradara, Pemain Utama adalah Hot Daddy banget
wajah pemain wanita semua nya mirip jadi perlu fokus itu siapa ini siapa dalam gelapnya malam itali
Trilogy Film yang selalu sukses, maju terus
Dikira film detektif, ternyata film horror hitam, prank
film bagus minggu ini
gue udah nonton, komentar gue lumayan, daripada nggak nonton trus komentar julid
thanks mas rasyid
skor film : 8/10
Tadinya weekend mau nonton tapi abis baca review ini jadi ragu ya π
film detektif paling keren, bagi orang penggemar puzzle, fan base hercule poirot
Wah tumben kali ini beda pendapat π Bagiku dari 3 film malah ini yang paling favorit π Emang suasananya suram dan pace nya lambat, tapi ini penyegaran dari tone film kedua yang "cerah". Trus perpaduan mistis dan deduksinya juga pas, bahkan unexpexted part nya paling ngena daripada film2 sebelumnya.
hercule poirot bikin horny dan lemes mendadak kaget akibat keras banget suaranya pekakkan telinga, film detektif berbalut horror bagai gado gado salad mix
gibas abis ini film klimax puncak top banget ending nya keren
Mas Harry, makin kesini kok entah kenapa reviewnya makin jelek ya? Mungkin bukan jelek, tapi rasanya kaya gak objective atau apa saya ngerasanya.
(Saya udah lama ikutin blog ini, dan kaget kok gini ya sekarang Movfreak?)
Buat saya film ini bagus, dan di Rotten Tomatoes pun fresh
(Dulu Movfreak saya anggap Rotten Tomatoesnya Indonesia, sekarang.. ya gtulah)
salah satu film slowburn detektif terbaik
para sugar daddy bermain dalam film ini, itu adalah bonus
skenario horror dari adaptasi detektif yang terbaik
film terbaik dalam sepanjang sejarah agatha christie story
Jelek
Bad Movie
thriller best ever
cakep
Sama kita bang menurutku juga ini film yang bagus walaupun saya gak nonton dua film sebelumnya tapi saya tetep enjoy nontonnya
Posting Komentar