REVIEW - GOOD ONE
Good One adalah film dengan presentasi yang begitu percaya diri serta berani, sampai sulit dipercaya bahwa ia merupakan sebuah karya debut. Melalui filmnya ini, India Donaldson menunjukkan soal ketiadaan ruang aman bagi perempuan, melalui kepiluan yang pelan-pelan merambat, kemudian mencengkeram dalam keheningan.
Awalnya semua nampak normal. Dibarengi musik bernuansa dreamy garapan Celia Hollander, kita berkenalan dengan Sam (Lily Collias), gadis muda yang hendak pergi berkemah bersama ayahnya, Chris (James Le Gros). Matt (Danny McCarthy), teman Chris, juga turut serta bersama putranya, Dylan (Julian Grady). Tapi di hari keberangkatan, didasari kekesalan atas perceraian orang tuanya, Dylan tiba-tiba enggan pergi.
Jadilah perkemahan ini diikuti oleh tiga orang saja. Sekali lagi, semua terlihat normal, tapi sesungguhnya Donaldson tengah mengajak penonton mengasah kepekaan mengobservasi. "Why do I have to go in the back?", ucap Sam mempertanyakan perintah sang ayah untuk pindah ke kursi belakang mobil kala mereka menjemput Matt. "Because I'm asking you so nicely", jawab Chris.
Sekilas tidak ada kejanggalan pada interaksi di atas. Tapi lambat laun sinyal-sinyal ketidakberesan lain mulai Donaldson tebar secara subtil. Ketika pembagian tempat tidur di hotel dilakukan tanpa diskusi, ketika obrolan mengenai "identitas" Sam dilakukan kala makan siang, atau ketika si protagonis merasa tidak nyaman dengan kehadiran sekelompok pria asing di area perkemahan.
Good One tidak membungkus konfliknya lewat ledakan besar, melainkan riak kecil yang seringkali tak diindahkan dan dianggap sepele. Donaldson tidak mengarahkan ke mana penonton harus memperhatikan. Sang sineas sebatas memotret realita, dan serupa di kehidupan sehari-hari, kita bebas membuat interpretasi serta respon seperti apa pun terhadap tiap situasi.
Riak-riak itulah yang nantinya membentuk miniatur dinamika gender. Bagaimana laki-laki punya tendensi menyepelekan isi pikiran perempuan dan enggan mendengarkan, atau sebaliknya, mau memberi perhatian hanya karena memiliki intensi buruk. Patut diingat, karena latarnya adalah alam liar, para laki-laki ini tak perlu terikat oleh norma dan peran-peran yang mereka jalankan sebagai bagian masyarakat, sehingga entah secara sadar atau tidak, menjadi diri sendiri, sejujur-jujurnya, seasli-aslinya, seburuk-buruknya.
Lily Collias tampil memikat, menampilkan akting kompleks yang secara tersirat memberi tahu kita, bahwa ada jauh lebih banyak hal berkecamuk dalam batin karakternya dibanding apa yang ia sampaikan. Sam memendam setumpuk dilema, hingga semua tak lagi tertahankan. Ketika figur pemegang kendali menolak membantunya mendapatkan ruang aman, sebagai perempuan, Sam memilih menciptakan ruang amannya sendiri, sebagaimana ia perlihatkan sewaktu menutup pintu mobil selama beberapa saat di penghujung film.
(Klik Film)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar