REVIEW - KEADILAN

Tidak ada komentar

Menyaksikan Keadilan membuat darah saya mendidih. Bukan semata karena presentasinya, tapi ingatan yang timbul perihal situasi dunia nyata, di mana ketidakadilan terjadi tiap waktu, jauh sebelum, juga sesudah eksistensi film ini. Tapi di situlah salah satu kekuatan sinema berperan. Mungkin dia tak kuasa mengubah dunia, tapi memberi medium penciptanya mengkreasi semesta fiktif di mana kemustahilan realita tidaklah berlaku. 

Sebagai satpam persidangan, Raka (Rio Dewanto) sudah terbiasa melihat tumbulnya taring hukum terhadap pemilik modal. Ketidakadilan adalah bagian dari keseharian. Raka pun memilih bersikap apatis, berkebalikan dengan istrinya, Nina (Niken Anjani), yang baru saja lulus ujian advokat. Selepas makan malam sebagai perayaan kelulusan, Raka menemukan Nina yang sedang hamil tua, terbaring di toilet restoran dalam kondisi bersimbah darah akibat ditusuk pesahan kaca. 

Keadilan menandai kolaborasi sutradara beda negara: Yusron Fuadi (Indonesia) dan Lee Chang-hee (Korea Selatan). Adegan single take kala kamera arahan Guntur Arief Saputra diletakkan dalam mobil untuk menangkap proses Raka mengejar si pelaku penyerangan, punya nuansa yang "sangat sinema aksi Korea Selatan". 

Raka berhasil meringkus si pelaku, tapi malang, nyawa Nina tak lagi tertolong. Bayinya pun meninggal beberapa hari berselang. Nama si pembunuh adalah Dika (Elang El Gibran), putra salah satu orang terkaya. Timo (Reza Rahadian), pengacara yang telah sering membebaskan klien dari kalangan konglomerat pun direkrut untuk membela Dika. 

Reza memamerkan karsima tingkat tinggi kala memerankan pengacara yang 1000% yakin akan kemampuannya mengakali sistem. Kepercayaan dirinya setinggi langit. Dia bekerja bagi orang kaya, namun enggan menjilat kaki mereka. Lontaran sarkasme pun acap kali ia lemparkan bagi kliennya, yakni para anak manja yang hanya bisa lolos dari permasalahan berkat harta orang tua. 

Naskah buatan Yoon Hyun-Ho kemudian mengalihkan bentuk penceritaan ke arah triler ruang sidang, yang efektif memuncakkan amarah penonton saat mendapati ucapan kejam Dika pelan-pelan jadi kenyataan: Di depan buruknya pelaksanaan hukum, pembunuh dapat disulap menjadi bukan pembunuh. Raka yang enggan menerima ketidakadilan pun nekat membajak jalannya persidangan. 

Cara Keadilan mengeksekusi jalannya persidangan sejatinya tidak bisa disebut "cerdas". Banyak argumentasi, baik dari pihak korban maupun pelaku (yang konon digawangi oleh figur pengacara kelas satu), begitu gampang dibantah menggunakan fakta serta logika sederhana milik awam. Mengganggu pula sewaktu beberapa kalimat terdengar bak hasil terjemahan kasar, yang untungnya, sedikit tersamarkan karena diucapkan oleh jajaran pelakon handal seperti Reza dan Rio. 

Tapi jika triller intens yang memaparkan segalanya secara lantang tanpa kesubtilan merupakan jenis tontonan yang dicari, niscaya Keadilan mendatangkan kepuasan. Yusron dan Lee Chang-hee memastikan alurnya bergerak tanpa basa-basi, sembari sesekali melontarkan amunisi pemantik emosi. Semua dilakukan atas nama menjaga intensitas, dan tujuan itu berhasil dipenuhi. 

Satu hal yang patut direnungkan. Persidangan film ini dipimpin oleh Hanum (Dian Nitami), seorang hakim bersih yang prinsipnya mustahil digoyahkan, sehingga aksi gila Raka mampu terlaksana. Pada kenyataannya, besar kemungkinan seluruh perangkat persidangan sudah diubah menjadi mesin korup yang dijalankan penguasa kaya. Di hadapan realita yang sebegitu remuk, dunia dalam Keadilan yang belum layak disebut ideal pun bagaikan utopia. 

Tidak ada komentar :

Comment Page: